Senja mulai menampakkan semburat jingganya, langit sore di alun-alun kota hari ini lumayan cerah. Nara harus melewati tempat ini jika ingin sampai ke rumahnya, yang mana rumahnya terletak tidak jauh dari alun-alun kota. Setelah mengantar Aidan pulang, lelaki itu langsung lari menghindari Nara. Dia tidak menepati janjinya untuk membelikan Nara bensin. Alhasil, Nara harus menjadi korban untuk mendorong motornya yang kehabisan bensin.
Sejauh satu kilometer sudah Nara tempuh dengan mendorong motornya. Dia bukan gadis manja yang menghabiskan waktu hanya untuk menggerutu kesal akibat kehabisan bensin. Dia akan lebih berpikir rasional lagi, kalau sudah habis, mau diapakan lagi? Orang sudah waktunya habis ya pasti habis.
Niatnya ingin membeli bensin jadi urung, uangnya akan tambah menipis jika dia menggunakan jatah uang bensin besok untuk sekarang. Biarlah nanti Nara menagih janji yang sudah Aidan ucap tadi. Awas saja jika lelaki itu ingkar, Nara akan membuat perhitungan yang sangat kejam terhadapnya.
Alun-alun kota sore ini lumayan ramai. Terlebih dengan kerlap-kerlip lampu pedagang kaki lima. Sepanjang jalan yang Nara lalui, ada banyak pedagang yang menjual berbagai macam barang. Bahkan penjual makanan untuk sekadar mengganjal kosongnya perut juga bertebaran.
Di depan sana, ada bangku taman yang kosong, Nara menambah kekuatan lagi untuk mendorong motor maticnya. Dia ingin cepat-cepat duduk dan melepaskan segala penat akibat mendorong motor.
Kerumunan anak kecil yang duduk rapi di atas tikar menarik perhatian Nara sejenak. Dia melihat mereka semua yang asyik tertawa, menatap seseorang yang melakukan pantomim di depan mereka. Sampai di dekat bangku taman tadi, Nara menghentikan motornya dan memilih untuk melihat anak-anak tadi sedikit lebih dekat.
Peluh yang menetes dari pelipis Nara tidak lagi terasa, dia menyunggingkan senyum kemudian tertawa rendah. Anak-anak itu murni dan polos. Nara menyukai tawa yang keluar dari bibir mereka semua.
Lalu matanya beralih pada sang peraga pantomim. Sepertinya Nara pernah melihatnya, hanya saja dia lupa. Tapi jika diperhatikan betul-betul, lelaki peraga pantomim itu mirip dengan ... Alan? Tak lama kerumunan tadi bubar, jam sudah menunjukkan pukul lima lebih tujuh menit. Itu yang tertera ketika Nara menatap jam yang melingkar di tangan kirinya.
Lelaki pantomim tadi duduk di bangku yang tidak jauh dari tempat Nara menaruh motor. Dia mengeluarkan tisu basah dan membersihkan wajahnya yang dipenuhi warna putih dari bedak.
"Alan?" tanya Nara tidak yakin. Dia memutuskan mendekati lelaki pantomim tadi. Dengan kaos hitam polos dan celana abu-abu seragam SMA, lelaki itu memang Alano Geraldion.
Gerakan tangannya membersihkan wajah terhenti, Alan tersentak kecil mendapati Nara ada di sini.
"Kamu ngapain jadi peraga pantomim?"
Alan hanya diam meneruskan kegiatan awalnya. Dia acuh tak acuh dengan kehadiran gadis itu. Sampai Nara mendudukkan dirinya di samping Alan pun, dia tetap mendiamkan Nara.
"Kamu suka anak kecil? Sejak kapan? Kok aku nggak tahu?"
"Lo jadi orang kenapa cerewet banget sih? Ganggu tau nggak?!"
Sepertinya mood Alan tidak sebaik tadi ketika bermain bersama anak kecil. Nara sadar jika Alan tidak menyukai gadis berisik dan banyak bicara, dan Nara ada dalam kriteria yang seharusnya diblacklist Alan.
KAMU SEDANG MEMBACA
'Dari Nara Untuk Alan' [Versi Baru]✔
Roman pour Adolescents**** Note : proses revisi dan akan direpost secara bertahap Amazing cover by @kaaser Namanya Argenara Prianita, cewek pendek yang selalu bertingkah ganjen dan centil pada Alan. Dia gadis berisik yang mampu membuat orang lain mengurut dada sabar seti...