17. DNUA | Move on?

2.3K 182 5
                                    

Memutuskan untuk membungkam perasaan yang ada, dan menutupi rapat-rapat luka yang menganga, mungkin adalah hal yang mustahil dapat Nara lakukan. Jika ditanya apa masih memiliki rasa, tentu saja Nara tidak dapat mengelaknya. Namun, dengan ketegaran hati yang gadis itu miliki, Nara tidak akan meminta Alan agar bisa membalas perasaannya. Cukup bahwa ia tahu satu hal, luka yang ditoreh kemarin, masih membekas nyeri untuk dirasa.

Sudah Nara langitkan, sekarang tinggal Tuhan saja yang akan mengatur bagaimana baiknya.

Dia terlalu berandai-andai untuk bisa bersama Alan, hingga menyadari jika lama-kelamaan perasaan yang gadis itu miliki bisa saja berubah menjadi obsesi. Nara tidak ingin gila, meskipun separuh jiwanya sudah sangat berantakan. Dia tidak lagi memiliki rumah untuk tempatnya berpulang. Definisi lebih dari sekedar bangunan.

Kedua orang tuanya jauh, bahkan gadis itu rasa tidak bisa menjangkaunya lagi seperti dulu. Lantas, setelah penolakan yang berkali-kali Alan lakukan, pada siapa dia menyandarkan bahu nantinya? Bahkan hanya untuk sekedar melepas lelah batin.

"Aku nggak tau mana yang lebih baik, sama kamu atau nggak sama kamu. Sekarang aku lebih milih aman aja. Karena semakin aku paksain, yang aku dapet cuma luka," batin gadis itu merenung.

Dengan kedua tangan menelungkup di meja, Nara menolehkan kepala ke arah samping. Lebih tepatnya mengarah menuju lapangan utama sekolah yang bisa ditembus dengan kaca jendela di kelasnya yang tidak terlalu tinggi.

Anehnya, ketika sayup-sayup matanya hampir memejam, yang terbayang oleh Nara malah satu nama itu. Satu nama yang dia benci dengan segala. Satu nama yang jahatnya hampir tidak terkira.

Nara ... membenci Alan.

Bayangan hatinya yang melabuh pada satu nama itu, membuat Nara merasa sakit.

"Lo tau berita yang lagi booming banget ga sekarang?"

Samar-samar telinganya mendengar beberapa gadis tengah bergosip, mengerubungi satu meja dengan kursi-kursi yang dihadapkan memutari meja itu. Agaknya, sekitar lebih dari lima orang gadis ada di sana. Nara tidak melihatnya, karena posisi wajah gadis itu sekarang tengah membelakangi mereka.

"Wihh ada bahan baru nih, ada apaan emang?"

"Gue sempet liat kakak kelas famous tercinta kita lagi dating kemarin. Kan gile bener tuh, sakit hati dedek bangg," ucap seorang gadis berambut sebahu dengan dramatis.

"Anjirr, jangan bikin berita boong deh lo," sahut gadis di sebelahnya.

"Gue serius cok."

"Mana mana, coba kasih gue bukti."

"Bener Sin, kita kita mana percaya kalo ga liat sendiri."

"Nih nih nih, liat sendiri tuh pake mata lo pada." Gadis yang memulai percakapan tadi merogoh saku roknya dan mengeluarkan ponsel. Nara menjadi semakin ingin tahu dan memutuskan memindah posisi kepalanya menghadap mereka.

"Alah, palingan juga konten tiktok, mirip doang dari belakang."

"Tiktok batukmu!" Gadis yang memiliki nama Sinta itu mulai kesal karena semua omongan yang keluar dari mulutnya tidak ada yang mempercayai.

"Tunggu-tunggu, ini mah prince charming kita anjay," seloroh gadis di samping Sinta dengan dramatis. Matanya melotot bersamaan dengan kedua tangan yang menutup mulutnya. Dia baru saja memperbesar gambar yang ada di dalam ponsel Sinta.

"Bajigur!"

"Tolol lo pada kalo sama sekali ga nyadar kalo ini Kak Alan." Sinta merampas ponselnya tadi dan memasukkannya ke dalam saku.

'Dari Nara Untuk Alan' [Versi Baru]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang