Author POV
"Makasih ya, Pak," ucap Shania Junianatha pada ojek online yang baru saja mengantarnya. Akhirnya sampai di rumah juga, katanya pada diri sendiri. Waktu sudah menunjukkan hampir jam 10 malam dan Shania yang saat itu baru saja menyelesaikan tugas kuliahnya, memutuskan untuk menginap kembali di rumah Gracia. Kebetulan juga jarak dari tempat tugasnya ke rumah Gracia lebih dekat daripada Shania harus pulang ke kosannya.
Tak ingin menganggu penghuni rumah, Shania tidak menekan bel. Dia membuka pagar dan pintu depan rumahnya dengan kunci cadangan yang memang dia dipinjamkan. Shania agak terkejut saat memasuki ruang tengah, ternyata kedua orang tua Gracia berada di sofa tersebut dan masih dalam keadaan terjaga.
"Oh...Malem, Om, Tante," Shania berpikir mungkin Papa dan Mama Gracia sedang membicarakan masalah keluarga dan dia tidak mau menganggu keduanya, maka Shania hanya menyapa singkat lalu melanjutkan langkahnya ke lantai dua.
"Shania, sebentar deh," panggil Mama Gracia yang sepertinya memang sudah menunggu-nunggu kedatangan Gracia.
"Iya kenapa, Tan?"
"Ada yang mau tante tanyain deh sini duduk sebentar."
Melihat keseriusan di wajah Mama Gracia, Shania langsung menurut tanpa banyak tanya. Dia duduk manis di sofa di hadapan mereka.
"Tadi pagi, ada paket dari orang yang gak dikenal. Isi paketnya...Shania bisa lihat sendiri," kata Sang Mama sambil menyerahkan sebuah amplop coklat. Shania menerima dan membuka amplop tersebut. Saat melihat isinya, Shania langsung merinding. Foto-foto yang ada di dalam amplop tersebut bagaikan visualisasi dari buku harian Gracia yang Shania baca. Di gambar tersebut menunjukkan bagaimana Gracia di SMA mem-bully junior-juniornya, Gracia bermesra-mesraan dengan mantan pacarnya, dan foto Gracia sedang menghisap sebatang rokok.
"I...ini...dari siapa?Kok...bisa?"
Sang Mama menghela nafas panjang. "Mungkin ada salah seorang teman Gracia yang tidak suka dengan Gracia jadi dia mengirimkan foto-foto ini untuk mencemarkan nama baiknya," kata Sang Mama. "Sepanjang hari Tante udah coba tanya perihal ini sama Gracia, tapi kamu sendiri, Shan, Gracia gak mau ngomong apa-apa soal ini."
"Sejujurnya Tante sendiri juga kaget, Tante tahu Gracia memang nakal semasa SMA, tapi Tante gak nyangka Gracia senakal ini," tambah Mama Gracia.
Shania tidak berkomentar. Dia sendiri masih kesulitan mencerna situasi yang terjadi.
"Sebenarnya kami gak marah," Papa Gracia mulai berbicara. "Apapun yang terjadi di masa lalu biarlah terjadi. Saya sendiri juga yakin kalau Gracia yang sekarang sudah berbeda dari yang dulu, tapi sekarang yang ingin kami tahu itu kenapa tiba-tiba foto-foto ini bisa muncul. Kami khawatir kalau Gracia diancam atau sebagainya."
"Junia kan cukup deket sama Gracia, mungkin Gre bisa lebih terbuka sama kamu?" lanjut beliau. "Karena seperti yang Tante kamu bilang, sepanjang hari kami bujuk, Gre tetep gak mau ngomong."
Kedua orang tua Gracia menatap Shania dengan penuh harapan, membuat Shania semakin bingung harus berbuat apa.
"Iya, nanti Shania coba tanya ya, Om, Tan," jawab Shania sebisanya karena dia merasa dia sudah terlalu lama diam.
Kedua orang tua Gracia cukup puas dengan jawaban Shania dan mereka mempersilakan Shania untuk beristirahat. Dengan berdebar-debar Shania naik ke lantai dua lalu berhenti di depan pintu kamar Gracia.
Tok! Tok! Tok!
"Gre?"
"Ya, Kak. Masuk aja gak dikunci," jawab Gracia yang sudah mengenal suara Shania.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of Thousand Pictures
Fanfiction"Ci Shani, aku gak ngerti kenapa sih Ci Shani berbuat segini baik ke aku? Aku bukan siapa-siapa, kenal Ci Shani aja sama sekali tidak pernah sebelumnya" Sayangnya jawaban dari pertanyaan seorang Shania Gracia itu tidak bisa langsung dia dapatkan. S...