21. Open Wound

2.4K 354 87
                                    

Author POV


"Kok dia belum datang juga sih?"

Shani melirik jam dinding di unit apartemennya sambil menggigiti kuku jemarinya. Sudah setengah jam Shani menunggu dari semenjak Gracia membalas pesan terakhir. Shani sudah memberikan alamatnya secara lengkap dan Gracia juga sudah mengiyakan, tapi daritadi Gracia tidak membalas apa-apa lagi.

Shani samar-samar mendengar suara gemuruh dari langit. Sudah daritadi Shani memandang langit dan Shani tidak menemukan bintang di antara kegelapan itu. Dirinya yakin sebentar lagi hujan akan turun dan apapun yang terjadi, Shani tidak mau sendirian di apartemennya kalau hujan benar-benar turun.

Shani membuka aplikasi Line-nya lagi lalu mengirimkan lagi chat pada Gracia dengan tidak sabar.

Line

Shani I : Gre, kamu di mana sih?

Shani I : Kalo dah sampe parkiran, kabarin aku ya. Nanti aku turun ke bawah jemput kamu.

Shani menunggu lima menit, sepuluh menit, dan semakin lama Shani menunggu dirinya semakin merasa resah. Ruang tamu apartemennya dingin, tapi Shani merasa keringat mulai membasahi punggungnya.

"Gak mungkin Gracia ingkar janji kan?" Shani bermonolog. "Gak mungkin dia bohong kan?"

Bolak-balik Shani melirik hapenya yang masih terbuka di aplikasi Line. Berharap tulisan di samping ­chat-nya berubah jadi read, tapi berapakalipun Shani melihat, tulisan itu tidak kunjung berubah.

Shani mulai tidak sabar. Dia bangkit berdiri, mengambil jaket kemudian memakainya cepat-cepat lalu keluar dari kamarnya. Shani berpikir, mungkin saja Gracia terjebak di lobby dan hapenya mati jadi dia tidak bisa menghubungi dirinya.

Iya lagian Gracia plonga-plongo gitu, pasti dia dicegat security terus gak diijinin ke atas, Shani menghibur dirinya sendiri. Iya pastinya juga begitu.

Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, Shani menuruni lift untuk menuju ke lobby. Hatinya semakin kecut ketika dilihatnya lobby itu sepi dan tidak ditemukannya Gracia di sana. Namun Shani tidak mau menyerah, dia segera menghampiri resepsionis bertugas pada malam itu.

"Malam, Mbak Shan..."

"Ada orang yang namanya Shania Gracia gak nyari aku?" potong Shani cepat.

"Enggak ada, Mbak. Kalau ada yang cari Mbak Shani, pasti saya..."

"Cek dulu! Jangan langsung jawab-jawab aja!"

Si staff resepsionis itu takut dengan Shani. Ya, dia tahu siapa Shani Indira dan semua staff di sana tahu kalau perempuan bernama Shani Indira itu bisa membuat mereka kehilangan pekerjaan hanya dalam satu hari saja. Namun jujur saja staff tersebut benar-benar tidak tahu kalau ada orang yang mencari Shani.

"Maaf, Mbak Shani. Benar-benar tidak ada yang mencari Mbak Shani. Kalau ada pasti saya langsung beri kabar."

Tanpa berterimakasih, Shani meninggalkan meja resepsionis itu ke arah pintu masuk Apartemen. Dia berdiri di depan pintu dan melihat orang yang berjalan lalu-lalang keluar masuk.

"Mbak Shani, hujan loh, mbak. Mbak Shani nunggu siapa?" tanya satpam yang berjaga di pintu masuk. Benar, hujan yang awalnya hanya gerimis kini semakin lama semakin deras.

"Nunggu....temen...." jawab Shani dengan suara lebih pelan.

"Gak nunggu di dalem aja, mbak?"

Shani tidak menjawab. Dia mencoba menelpon Gracia beberapa kali, namun hasilnya tetap sama. Hanya jawaban operator otomatis. Pesan Line-nya pun tidak tidak berubah jadi read.

The Tale of Thousand PicturesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang