15

78 8 8
                                    

Hanya dalam hitungan detik kami telah berada dihutan. Awan mendung metutupi semua kawasan, semua tampak gelap dan berkesan menakutkan. Kami telah terbang kembali. Dari atas aku dapat melihat Frouro tengah berjaga disana. Ada Terrania, Annora, sejauh itu hanya mereka yang kukenal sebagian aku belum pernah bertemu dengan mereka.

Kami segera melesat secepat yang kami bisa. Tujuan kami adalah rumah Ayah dan Ibu angkatku. Klo telah pergi lebih dahulu, untuk memastikan jalan kami aman.

Kami telah mengudara selama sepuluh menit dan telah sampai dijalan raya kota. Kota ini bagaikan kota mati. Tidak ada satupun penerangan ditempat ini. Semua kendaraan berceceran dijalanan, namun tidak ada satupun manusia diluar. Ditambah dengan awan yang sangat hitam sampai matahari tidak dapat memancarkan sinarnya sedikitpun dan angin yang berhembus kencang, membuat kengerian ini bertambah sepuluh kali lipat.

"Kota ini sangat menyeramkan," guman Raya. Gadis itu menatap ngeri kesetiap penjuru. 

Kami terus bergerak, Klo terus memberi pengarahan melalui telepati kami. Sebentar lagi kami akan sampai. 

Hanya butuh tiga menit untuk kami sampai didepan rumahku. Rumah itu nampak sangat gelap. Semua pintu dan jendela tertutup. 

Klo muncul didekatku. Ia mengangguk, tanda aman. "Kau harus masuk melaui jendela kamarmu, hanya itu yang terbuka," ujar Klo padaku.

Kami terbang keatas. Klo benar, jendela kamarku terbuka. Dreamcatcherku berputar-putar karena angin. 

Sebelum aku masuk, aku membalikkan badanku untuk mengatakan sesuatu pada Raya dan Kenaz, "Aku akan menampakkan diriku, kalian tetaplah seperti ini dan lindungi aku." Mereka mengangguk paham, kami masuk kedalam kamarku melalui jendela.

Seseorang wanita tampak mencari sesuatu didalam laci kamarku. Dia adalah Allangia, Frouro yang bertugas menggatikanku. Ia mengambil sebuah lilin dan korek api.

Klo menampakkan diriku. Allangi melihatku, ia segera merubah wujudnya yang sesungguhnya. Ia sangat yakin bahwa aku adalah Naya yang asli. Ia mendekat dan memberikan lilin beserta koreknya. "Adikmu tidur dikamarnya. Bagaimana dengan yang lainnya? Apa mereka tau kau disini?"

Aku menggeleng. "Mereka sedang melawan pengikut Diavolos. Kalian dalam bahaya, berhati-hatilah."

Tanganku menggenggam, sebuah pelindung muncul membungkus Allangia sesuai dengan bentuk tumbuhnya tanpa merasa kaku. Ia tersenyum dan berterimakasih.

Aku segera menuju kamar Lyra. 

Kamar Lyra tepat dikanan kamarku. Sebuah lemari pendek yang berisi barang-barang rumah tangga ada didalamnya. Aku membukanya, setumpuk tatakan untuk cangkir kuambil sebagai alas lilin. Aku segera menyalakannya dan meletakkannya ditatakan. Aku kembali berjalan, semua orang berada dibelakangku. Allangia tidak mengetahui bahwa ada dua orang disampingnya. 

Allangia memilih menunggu diluar kamar untuk berjaga-jaga. Raya, Kenaz, dan Klo berada disampingku.

Lyra masih tertidur dikamarnya. Aku segera duduk disampingnya setelah meletakkan lilin dimeja. Alaram dimeja Lyra menunjuk angka lima, kini pukul lima sore.Lyra terbangun dan memelukku. Aku memeluknya kembali sangat erat. Aku merindukannya. 

"Hari ini sangat gelap. Ayah dan Ibu belum pulang, aku takut," ujarnya.

"Kau akan baik-baik saja, ingat baik, tulus, dan berani." 

Nightmare [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang