16. Menjadi Asing

249 37 3
                                    

Rekomendasi lagu 🎵⬆⬆

"Apakah seusai ini, menjadi asing adalah satu satunya kata yang akan menjadi mungkin?"

~

Happy reading...

Raga memakirkan motornya di depan rumah Sia. Tapi tak sampai ke dalam gerbang rumah Sia seperti dulu.

Melihat kenyataan bahwa Raga bahkan enggan untuk mengantarkannya selamat sampai ke dalam rumah seperti dulu, membuat Sia sedih.

Kecanggungan total menyelimuti udara di antara mereka.

Sia menyerahkan helm milik Raga. Dan Raga, mengambil helm itu lalu menatap Sia sekilas.

Sia tak bisa mengartikan tatapan Raga. Karena terlalu sekilas.

Sia menggigit bibirnya gugup, ia ingin berbicara pada Raga setidaknya beberapa patah kata sebelum Raga pergi. Entah dalam artian hanya pergi dari rumah Sia atau pergi untuk menjadi asing.

"Apakah seusai ini, menjadi asing adalah satu satunya kata yang akan menjadi mungkin?"

"Aku pulang" Ujar Raga bersiap akan pergi.

Sia yang gugup tanpa sengaja memegangi lengan Raga. Sesaat ia tak sadar, namun di detik selanjutnya pikirannya sudah kembali ke badan.

"Oh"

Sia menarik kembali tangannya kemudian menundukkan matanya takut. Sejak kapan ia menjadi takut dengan Raga?

"Raga mau mampir?" Tanya Sia.

"Tidak usah, hati hati ya"

"Deg" Sesuatu yang menyentrum hatinya baru saja diucapkan Raga. Bagaimana dengan kata hati hati itu? Apa maksudnya?
Apakah itu artinya setelah ini mereka akan menjadi seperti orang yang tak saling mengenal? Lalu Raga tak bisa lagi berada di dekat Sia. Begitukah maksud dari hati hati itu?

Bagaimana dengan pangeran berkuda putih yang selalu dibayangkan Sia? Apakah akan meluruh bersamaan dengan Raga yang selalu diangankannya menjadi pangeran itu?

"Sampaikan saja salamku pada Tante Sofie dan Om Jeje" Raga menitipkan salam pada orang tua Sia.

"Jeje" Kebiasaan Raga ketika memanggil Papanya Sia.

Setelah itu Raga benar benar pergi, ia menghidupkan mesin motornya dan berlalu meninggalkan Sia yang terpaku menatap punggung laki laki itu menjauh.

Air mata Sia ingin menetes sekali lagi, namun segera tangannya menyapu air mata yang ingin bebas itu. Jika dipikir pikir, ia sudah terlalu banyak menyia nyiakan air matanya.

Cuaca di luar yang dingin, dan tubuhnya yang melemas karena takut bercampur keterkejutannya dengan apa yang beberapa waktu lalu terjadi, memaksa Sia untuk segera masuk ke dalam rumah.

"Klarensia" Ujaran cemas dari seseorang membuat Sia menoleh.

"Mama..." Rengek Sia, tangannya masih bergetar.

"Hei sayang tenanglah, apa yang terjadi? Kamu baik baik saja?" Tanya Sofie khawatir dengan gadis sulungnya.

"Huaaa.. Mama Sia takut sekali. Kenapa mama tak khawatir dengan Sia? Bahkan tak menelepon Sia"

"Siapa bilang mama tak khawatir? Mama sangat khawatir Sia"

"Mama sudah berulang kali menelepon kamu, tapi nomor kamu selalu sibuk" Ujarnya melanjutkan.

"Ya udah ma, mungkin ketika mama telepon Sia, Sianya lagi telepon Papa. Yang penting sekarang Sia baik baik saja"

"Tapi kenapa kamu bisa sampai ke sana?"

Soul (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang