23. Suasana hati yang terlalu buruk

196 41 10
                                    

Rekomendasi lagu ⬆⬆

"Setelah ini, tentu saja akan canggung untuk kita bertegur sapa"

-Klarensia-

Happy radiing...❤

Malam kian pekat. Kelam makin membungkam tubuh itu. Pikiran yang mengambang antara dua kejadian yang membuatnya ingin berteriak sekencang yang dibisa terus berpendar di kepalanya.

Sepanjang waktu setelah pulang sekolah dihabiskannya merenungi apa yang sudah dikatakannya ketika di kantin sekolah.

Menghabiskan waktu di atas pohon sambil melihat kendaraan yang sesekali lewat membuat pikiran gadis itu sedikit tenang.

Ia bisa membayangkan dengan jelas tatapan itu. Tatapan datar yang begitu asing. Tepat sekali, siapa lagi kalau bukan teman kecil yang entah sejak kapan harap itu terpaut padanya.

Sementara mulut si gadis yang tak bisa diajak bekerja sama, semaunya saja melontarkan apa yang telah disinkronkan hati padanya. Bahkan tanpa persetujan otak dan akal sehat.

Kemudian pikirannya beralih lagi.

Getaran ponsel sore tadi yang sepatutnya membuat sumringah di wajah mungil itu, malah menorehkan resah.

"Klarensia tadi mama sudah menghubungi Aunty Clara. Kamu bisa kan sebentar saja berkunjung ke sana. Maaf Mama pulangnya lusa, jadi gak bisa menemani kamu. Nanti mama akan coba hubungi Raga untuk menemani kamu."

Raga? Sia tersenyum ketika mamanya menyebut nama itu. Tapi sekilas saja langsung tergantikan ketika mengingat tempat yang disiruh mamanya untuk ia datangi.

"Ma sudah Sia bilang kan, kalau Sia gak mau ke sana. Sia benci tempat itu. Benci sekali"

"Kamu harus ke sana Sia, sampai kapan kamu akan menghindar terus?"

"Ya sudah Sia tutup teleponnya Ma. Sia sayang Mama, selamat sore" Ujar Sia dan langsung menutupnya tanpa membiarkan sedikitpun Sofie untuk menjawab apa yang ia katakan.

Dan tak berselang lama, Bel rumahnya berbunyi nyaring. Dengan sigap Sia turun ke bawah untuk membukakan pintu.

"Raga?" Sia tersenyum sumringah.

Sia lupa jika saat ini hubungannya dengan Raga sedang tidak baik baik saja.

"Oh maaf, Sia lupa tentang apa yang sudah terjadi"

Sia tetap tak bisa memusnahkan sepenuhnya senyuman di bibir mungil miliknya.

Wajah Raga tetap datar saja, lalu kemudian sebelah sudut bibirnya terangkat.

"Benarkan kamu menyusahkan?"

Sepersekian detik senyum yang tadi tergambar hilang total. Ia sungguh tak mengerti, tiba tiba Raga datang dan tiba tiba juga mengatakan kalau Sia menyusahkan. Apa lagi salah Sia?

Tak bisa berkomentar apa apa, Sia hanya bisa cengengesan

"Sudahlah Raga, Sia tau kalau Raga cuma ngerjain Sia. Gak usah sok marah marah kayak gitu lagi"

"Kalau bukan tante Sofie yang menyuruh, aku tak akan mau"

"Ya kalau begitu pulang saja. Sia juga tak akan pergi ke tempat pengap itu"

Raga memandang Sia dengan mulut yang tertutup rapat.

"Tolong jangan bersikap kekanak-kanakan lagi Sia. Sampai kapan kamu akan begini?"

Soul (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang