Sejauh Laramu
GerhanPada gunung es yang mencair, retak hancur, menyibakkan kelemahanku. Tiada daya, sebab dosa karena ingin merengkuh nikmat dunia, kini aku benar-benar kecewa. Kadang, aku merasa waktu tak adil. Aku menemukanmu disaat dirimu sudah dua langkah melewatiku. Ingin sekali aku teriak:
"Berhenti, jangan kau terbang terbawa angin, tunggu diriku tumbuh, jangan kau tersenyum ke bintang yang lain."Pagi ini, aku ingin bersimpuh pada peraduan-Nya. Memohon di sela-sela tanah berlumpur dan basah, bercampur daun-daun kering berserakan tak tentu alur. Mengharap embun pagi membasuh tanah berlumpur tertumpuk-tumpuk itu. Sehingga sinar mentari yang tiba nanti menjadi pembuka jalanku mengukir kisahku denganmu. Mengingatkan perbincangan kita disetiap waktunya.
perlahan sinar surya menyapu dedaunan basah, menyunggingkan senyum terindahmu.Di sampingmu, ketika itu aku ingin mendekap ragamu. Berkata semu dengan nyaring, "Aku menyayangimu." Apa itu akan jadi tawa bahagiamu? Kupilih terdiam dan hanya terus membuatmu tersenyum, dengan canda tawa tanpa siul sedikitpun. Padahal ada surga saat diriku bertingkah jenaka. Aku seperti orang gila dihadapanmu: lalu, kau lagi-lagi tertawa. Bergetar asaku, apa tergetar rasamu?
Kuharap ini bukan sekedar temporer belaka yang membuat masing-masing hati nelangsa. Kuingin ini menjadi udara yang selalu ada dan akan berakhir jika dunia ini pun berakhir.
Gerhansl. 27 juni 2019. 2:50 PM
KAMU SEDANG MEMBACA
SEHIMPUN ADIRASA
PoetryBerisikan tentang kumpulan puisi karya SAHABAT SASI yang terpilih