RANTING PUISI BAG. 5 (SASI 8)

70 6 0
                                    

Lirih suaramu pilu. Di antara lembayung engkau sendu. Sendu beradu rindu saat kabarmu tak lagi bertamu. Tamu penuh pesona memasuki hati tanpa permisi pun basa-basi. Basa-basi pun tak pernah hanya datang lalu pergi tanpa pamit meninggalkan segores akan luka.

Luka lama timbul kembali membangunkan perasaan yang sudah mati. Matinya rasa luka yang enggan bertemu rasa riang. Sehingga kini aku lebih menyukai kesunyian sembari mencari obat untuk penyembuh luka.

Namun, tetap saja. Pencarianku berakhir sia-sia. Kau masih tetap menjadi raja pemilik hati yang masih terpatri bersama memori-memori yang dulu mengisi hari.

Dengan warna yang tak bisa kuartikan dengan warna yang lainnya. Tak terdefinisikan dengan segala apa pun itu. Meski aksara terlampau bosan menceritakan. Terlalu lelah mengisyaratkan. Kau dan kenangan yang terus menyesakan tanpa mengerti akan adanya kata henti.

Pada rembulan kumenangis pilu mengadu akan perlakuanmu, tentang aku yang bukan apa-apa bagimu. Dan waktu terus berputar tanpa memikirkan aku yang masi terngiang akan dirimu. Sebab, kau suarku dan aku bidukmu.

Lalu, menjadikan dada sebuah asap yang mengepulkan rindu. Walau ribuan pertemuan, jutaan pelukan, rindu itu tak pernah usai. Kau masih saja candu bagiku.

Biar bagaimanapun kau telah membuatku tenggelam dalam lautan tanpa arah sebuah kepastian. Pasti yang mungkin kusadari akan mencederai hati. Asmara tak kenal rentang yang membuktikan betapa nyalang drama kita. Kita yang nyata ada dalam kefanaan. Kita. Kita yang tanpa nama. Hanya tanda tanya tanpa bahagia.

Gurat terdayuh kala patah menyambangi, dan pulang adalah satu-satunya tujuan. Kuharap setelah itu aku bahagia dengan dia yang memberi kepastian. Dan kini biarlah menjadi sebuah kenangan.

Jangan lagi kau mengajariku bagaimana cara menjembatani pelukan cinta, karena itu sudah terlalu klise. Tersenyum bukan berarti bahagia, tapi, senyummu memberi kebahagiaan bagi orang lain. Karena, senyuman indahmu memberi warna seperti pelangi setelah hujan.
Dan tetaplah menjadi langit yang senantiasa menerima semua kejadian seperti senja dan fajar yang membuatnya semakin indah.

Kontributor ;
Aimer
Mustiana
Nella
Raudhatul
Uti
Nur putri
Rejun N.
Nadia
Ajeje
Sari Anum
Miftah Rizqiyani
Furi
Ulum09
Ismah
Ridhaa
Nuril
Nadira Nurul

SEHIMPUN ADIRASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang