RANTING PUISI BAG. 3 (SASI 3)

121 11 1
                                    

Aku menatapmu iba. Senja menelan matamu yang indah. Ini terlalu dini. Bahkan, aku belum menikmati senjamu sejauh ini. Namun, kau telah cepat berlalu hingga rindu ini selalu memburu.

Biarkan ia bercendana. Nikmati jinggamu ke dasar sukma berbaur halu di ufuk senja
merekah dengan hebatnya. Kurindu senja di mana keindahan langitnya mampu menghapus bayangmu.

Bayangmu yang selalu mampir di mimpiku. Buatku terjaga setiap waktu. Kubisu dengan kehadiranmu kumerana dengan kepergianmu. Apa yang terjadi padaku?

Katamu, akan mengajakku menatap senja hingga dukaku lenyap. Namun, yang terjadi adalah kamu menghilang bersama senja itu.

Tersirat banyak senyap di antara beribu kenangan. Juga duka di atas sebuah perpisahan. Mata bisu hati membiru. Tak kuasa menahan rindu.

Memikirkanmu di kala senja hadir, membuatku terjerat rindu yang menyesakkan. Pergilah dari bayangku! Ikuti ragamu jangan mendekam tapi menikamku seperti ini.

Biarpun luka lebam membiru sebab rindu bertemu haru tapi kubiarkan semua sirna dalam satu waktu maka, pergilah tanpa ragu. Seperti hujan yang sebentar lagi mereda, aku pun bersiap untuk kau lupa.

Dan sejak itu, aku benci untuk merindu. Meragu untuk sekedar merasa candu. Sebab, kutahu hadirmu untuk berlalu.
Menenggelamkan angan yang dulu menggebu. Kini, lesap menyisakan pilu.

Rasa takut terus merajut. Sisa pilu tak kunjung melaut. Padahal samudera masih luas untuk sekedar menelan sisa luka. Tapi, semesta melarangnya.

Saat yang sama, saat di mana bintang telah memenuhi langitnya dan begitu juga dirimu yang selalu memenuhi pikiranku. Senja, hujan dan luka. Selembut keindahan lembayung menyapa. Suka datang terus jatuh menghantam. Hingga kulupa tentang luka.

Indah bak berlian permata. Melangitkan asa bersama. Ketulusan seluas samudera. Ternyata berakhir luka, yang serupa tapi tak sama.

Kontributor :
Aimer
Syafa'ati Rahmi
Amaril
Tia
Saharani
Umi Istiqomah
Epi Purnama A.
Zahra
Ikhfa R.
Reni Dwi Apriani
Fatmalia
Razzaq
Fitriyanti
Kurnia
Icha
Jenika
Tiwi

SEHIMPUN ADIRASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang