Side Story #3

1.9K 228 66
                                    

July 15, 2018

Dia sama sekali tidak kehilangan akal, hanya saja ... ada berbagai jenis obat-obatan yang mengalir bersama darahnya. Banyak. Banyak. Banyak, dan semakin banyak.

"Hai," sapanya, sedikit parau. "Apa aku membuatmu terkejut?"

Seorang pemuda menatapnya; berambut hitam dengan sedikit gelombang dibagian kedua sisi rambut itu terbelah, memakai pakaian santai celana pendek di atas lutut dengan kemeja satin berwarna hijau cerah layaknya wajah pemuda itu ketika melanjutkan, "Bagaimana keadaanmu? Apa lebih baik?"

Namun bukannya balasan seperti biasanya yang dilontarkan, Min Karen, yang posisinya terduduk di ranjang sakit sambil menatap jendela di sampingnya dengan hari yang sudah siang, selama lima detik, ia sama sekali tidak tahu harus menjawab apa.

Di balik kaca yang gadis itu tatap; awan rendah yang menyelimuti kota, memotong cakrawala setinggi tiga ratus meter. Dari sudut pandangannya, Karen bisa melihat danau dan lingkungan Chicago sejauh dua mil mengisi ruang di antaranya, segala diredam di bawah kelabu daerah midwest Amerika yang muram.

"Karen," katanya, lagi. "Kau ingat siapa aku, dan di mana kita saat ini, 'kan?"

"Rumah sakit Mercy?"

Pemuda itu terdiam sesaat sebelum berkata, "Kau di bawa ke UGD semalam, dan aku menyusulmu, walaupun sedikit kehilangan arah. Aku mendapat kabarmu karena kau sempat melakukan panggilan padaku—maaf, saat kau meneleponku, aku malah mengabaikanmu karena aku harus menemui seseorang lebih dulu. Maafkan, ya?"

Alih-alih menjawab, Karen malah semakin membuang pandangnya pada hamparan muram yang ada di balik kaca di sampingnya. Sebenarnya apa yang benar-benar terjadi padanya. Tubuhnya, pikirannya—bahkan dirinya pun, terasa bukan miliknya lagi. Seolah ada gejolak aneh yang hinggap disetiap inti sel tubuhnya, dan kekhawatiran juga keanehan itu memuncak saat ini, tatkala umurnya menginjak usia dua puluh dua.

Jung Hoseok, pemuda yang sejak tadi masih setia dengan eksistensinya di dalam ruangan itu menghela napas berat. Rasanya semakin hambar. Seharusnya bukan seperti ini hubungan mereka. Rasa-rasanya, semakin hari hanya semakin sulit bagi Hoseok. Si Jung tersebut merasa bahwa hanya dia di sini yang berusaha, tidak dengan kekasihnya itu. Hubungan mereka semakin hari semakin renggang, apalagi ketika sebuah konversasi seperti ini telah dimulai.

"Jungkook," vokal Karen akhirnya memecah keheningan di antara mereka. "Apa dia sudah kembali?"

Benar, bukan?

Hoseok menghela napas panjang. "Sebaiknya kau beristirahat—"

"Sudah berapa lama aku di sini?" Karen melirik jarum infus di pergelangan tangannya dan mengikuti selangnya ke kantong yang tergantung di dudukan lengan di atasnya, sebelum melanjutkan, "Chicago?"

Kedua bulat biru milik si wanita berlabuh tepat pada milik Hoseok yang berwarna gelap. Keduanya mengunci rapat-rapat pandangan mereka dengan arti yang berbeda.

"Hampir 2 pekan. Bersamaku, tinggal di dalam hotel dengan ranjang yang sama dan—oh," Hoseok menjeda sebentar demi mengeluarkan tawa hambar yang tiba-tiba mengisi ruangan. Rasanya sesak ketika pandangannya mulai berkabut saat melanjutkan, "Apa aku juga harus memberitahumu kegiatan apa saja yang kita lakukan di atas ranjang?"

Tiang infus mendadak runtuh dan terjatuh dengan Karen yang tiba-tiba pergi dari ranjang sakitnya. Melakukan tindakan berdiri dan menerjang Hoseok yang masih menatapnya tajam penuh nanar juga kekecewaan dengan rasa sakit yang hanya bisa terpendam.

"A-apa yang kau bicarakan?"

"Apa yang aku bicarakan?" ulangnya, tak percaya. "Lepaskan, kau membuatku merasa aneh."

[M] FRACTURE TRILOGY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang