Just a Begining

4.2K 268 21
                                    

Oke saya tahu, hutang saya banyak. Dan makin ke sini makin seneng numpuk hutang aja🤭🤭🤭

Tapi bagaimana lagi aku gemes sama cerita ini, udah nangkring sedari dulu, sedari setahun yang lalu. Plot udah siap bahkan aku udah nulis beberapa bagian yang menurutku penting. Tiap hari kalo lagi stuck sama ff lain cuma bisa mandangin ff ini, dan baca beberapa partnya.

Hati gemes pengen up, dan ya pada akhirnya aku up.

Ini gak mesti ya updet kapan, yang jadi prioritas utama tetep dua ff queen sama en pointe. Ini cuma sekedar selingan kalo misalkan aku lagi jenuh dan WB sama ff utama.

🙃🙃🙃🙃

Semoga sukkaaaaaa🤗🤗🤗🤗🤗

Jangan lupa vote and comment oke🙃🙃🙃
Tekan bintang dulu seblum baca sebagai bentuk apresiasi kita bagi penulis lain....

Happy reading 😘

Sorry for typo(s)⚠






















⚠Sorry for typo(s)⚠

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




















'Plak'

Suara itu menggema di sebuah rumah mewah yang kini terasa semakin dingin setiap harinya. Hanya hening dan deru nafas yang memburu serta tatapan penuh kekecewaan.

Luhan memegangi pipinya, rasa panas itu masih terasa bahkan bekas itu masih tercetak jelas di sana. Dia hanya tidak menyangka sosok yang selama ini selalu dia hormati dan sosok yang begitu dia sayangi berlaku kasar seperti ini, terlebih setelah ibunya tidak ada tahun-tahun yang Luhan lewati terasa begitu dingin dan sangat kaku. Luhan tidak mampu mengenali seseorang yang kini berada di hadapannya lagi.

Tertawa miris, matanya memanas namun sakit tamparan itu tidak sebanding dengan sakit hati yang dia pendam selama ini.

"Seperti inikah akhirnya, Appa?" Tanya Luhan dengan berbisik pelan.

"Aku pikir setelah Umma tidak ada hanya Appalah satu-satunya orang yang mengerti aku," Luhan memandang penuh kecewa dan mundur perlahan, dia menggelang pelan.

"Tapi ternyata tidak." Ucapnya.

"Appa egois! Akupun anakmu Appa! Akupun darah daging dari istri yang kau cintai!"

Luhan meninggikan suaranya, menatap satu-satunya pria yang begitu berharga dalam hidupnya.

"Jika memang enggan memandangku sebagai anakmu, ingat setidaknya dalam diriku mengalir darah milikmu. Aku hanya ingin semua berjalan selayaknya sesuatu yang normal apa itu salah? Aku hanya ingin seperti orang lain apa itu juga salah?"

Relationshit VacancyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang