Pretending

747 46 3
                                    

"SETOOOOO!"

Pagi-pagi sekali, suara tinggi sang nyonya besar sudah memenuhi kediaman keluarga Rashad. Pemilik suara itu, Santi Rashad, sedang duduk di ruang keuarga menyaksikan acara berita selebritas. Kedua mata perempuan itu terbuka lebar menatap layar televisi sementara koran pagi di pangkuannya terjatuh ke lantai.

Seto, kepala pelayan keluarga Rashad, bergegas memasuki ruang keluarga untuk menghampiri majikannya. "Ya, Nyonya?"

"Lihat Seto!" Tangan Santi menunjuk ke arah layar. "Berita apa ini yang mereka siarkan?" Perempuan itu bertanya. Suaranya mengandung kepanikan.

Seto mengikuti arah yang ditunjuk oleh perempuan itu, lalu kedua mata lelaki Sunda itu ikut terbuka lebar.

"Ambilkan ponselku, Seto!" perintah Santi. "Aku harus menghubungi Liana." Seto menurut, lalu bergegas mengambil benda yang dimaksud.


*****

Liana sendiri tenang-tenang saja saat dihubungi oleh Santi. "Ya, San. Aku juga sedang melihatnya." Liana setengah berbaring di perpustakaan sambil berbicara dengan calon besannya yang kalut gara-gara berita di sejumlah stasiun televisi swasta.

"Cepat atau lambat, media pasti akan tahu soal ini. Tapi, sekarang Rian sedang ada di Singapura. Kita tunggu sampai anak itu kembali dulu baru membuat konferensi pers." kata Liana. Dia berusaha menenangkan Santi, lalu mengakhiri pembicaraan mereka setelah berjanji akan membereskan semuanya.

Selepas itu, Liana menarik napas panjang. Bram sudah menunggu di ujung ruangan sejak tadi. Sang sekretaris datang membawa sejumlah majalah.

"Ini majalah-majalah yang terbit hari ini." kata Bram.

Liana memeriksa majalah-majalah tersebut. "Bukan main wartawan-wartawan ini." Dia berkomentar acuh tidak acuh. Dia sudah sangat terbiasa menghadapi hal semacam ini, tetapi lain hal nya dengan Santi. Diserahkannya kembali majalah-majalah tersebut pada Bram. Dia berkata, "Kirim semua file majalah ini pada Rian.

"Baik, Bu."

"Lalu, bagaimana dengan persiapan konferensi pers?"

"Saya masih menunggu jadwal dari Andrea." jawab Bram.

Liana mengagguk. "Yah, pokoknya kuserahkan semuanya padamu ya. Bram."


*****

Berita mengenai hubungan Rana dengan Rian juga memancing keributan di daerah Kemang. Jalan masuk menuju bangunan studio Dimas Aditya tidak bisa dilewati, Tertutup oleh sejumlah minibus dan kendaraan lain milik beberapa media massa Ibu Kota. Rana menghentikan mobilnya di depan gerbang, lalu turun untuk memeriksa situasi. Dia melihat suasana di pelataran sangat ramai. Belasan reporter dan wartawan berkerumun di luar pintu lobi, membawa berbagai alat perekam dan peralatan lainnya.

"Permisi, ini ada apa ya?" Dia mendekati keramaian itu. Para wartawan yang berkerumun seperti melihat mangsa empuk begitu memergoki Rana turun dari mobil.

"Itu Farana Rashad!" seru salah seorang dari mereka. Hampir serentak, para wartawan mengerubungi Rana. Mereka melontarkan berbagai pertanyaan dengan tidak beraturan sementara sejumlah mikrofon, kamera, dan alat perekam suara disodorkan ke arah wajahnya.

Rana tegang menatap wartawan-wartawan itu. Pasti ini yang diperingatkan oleh Rian padanya saat mereka bertemu kemarin.

"Farana, kami melihatmu bersama dengan Adrian Tanuan Wijaya kemarin sore di FX. Apa yang sedang kalian lakukan?" Seorang wartawan melontarkan pertanyaan.

Bittersweet Love (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang