Rana mendapat kiriman enam pasang sepatu dari Andrea. Keenam pasang sepatu itu dialamatkan ke studio tempat dia bekerja dan kini menumpuk di atas mejanya. Dia berdiri menghadapi barang-barang asing itu. Tangannya masih memeluk kamera dan beberapa peralatan memotret lainnya. Kulitnya memerah karena terbakar sinar matahari, sementara tubuhnya sedikit lepek oleh keringat. Dia baru saja kembali dari lokasi pemotretan, lalu sepatu-sepatu kiriman Andrea ini segera menarik perhatiannya.
"Bisa bedain sepatu-sepatu itu?" Dimas meledeknya dari ujung ruangan.
Rana meletakkan kamera dan peralatan-peralatannya, lalu memeriksa sepatu-sepatu yang dimaksud oleh Dimas. Semua berwarna hitam dengan hak tinggi dan bukan bot. Dia menghela napas.
Dimas tertawa, kemudian berlalu begitu saja dan tidak membantu.
"Shoot!"
Rana menggerutu sambil meringis. Saat Rian berkata bahwa Andrea akan membantunya memilih sepatu yang cocok untuk acara pertunangan mereka, dia berharap tidak perlu lagi berurusan dengan masalah remeh seputar itu. Dia sudah pasrah. Apapun sepatu pilihan Andrea, itu masih lebih baik ketimbang pilihannya sendiri. Baginya, semua sepatu sama saja. Maka dia mengambil satu pasang secara acak, sementara lima sisanya akan dia kembalikan pada Andrea.
*****
"Sebenarnya aku lebih menyarankanmu memilih Jimmy Choo." kata Andrea pada keesokan harinya. Sepupu Rian itu menyodorkan satu dari lima kotak sepatu yang baru saja dikembalikan oleh Rana.
"Jimmy .. who?" tanya Rana.
Andrea menatap Rana dengan prihatin, seolah-olah kegagapan Rana terhadap mode sudah tidak tertolong lagi. "Ambil yang ini, lalu tinggalkan yang sisanya." Perempuan itu menegaskan.
Rana menurut, lalu mengambil kotak berisi sepatu Jimmy Choo tersebut. "Thanks." katanya.
Saat ini, dia berada di dalam ruang kerja Andrea yang terletak di lantai lima Setiabudi Building. Matanya melirik keluar ruangan melalui celah pintu yang sedikit terbuka, mencari keberadaan Rian di kantor itu.
Gelagat Rana terbaca dengan jelas, maka Andrea memberi tahu perempuan itu, "Rian ada di ruang kerjanya."
Rana tersenyum penuh arti. "Kalau begitu, aku ganggu dia dulu sebentar." katanya. Dia pun berlalu dari hadapan Andrea.
Ruang kerja Rian berada tepat di seberang ruang kerja Andrea. Tanpa permisi, Rana membuka pintu ruangan tersebut lalu melongok untuk mencari Ria. Lelaki itu duduk di belakang meja kerja, menghadapi laptop dan setumpuk berkas dengan tatapan dingin sambil sesekali berbicara bisnis dengan seseorang lewat telepon. Saat Rana menyelinap masuk ke ruangan, Rian tidak langsung menyadari keberadaannya. Rana menghampiri lelaki itu. Dia duduk di hadapan Rian, lalu memamerkan senyum lebar yang canggung saat pandangan mata mereka bertemu.
Rian tampak terkejut, tetapi hanya sesaat. Dengan cepat, ekpresi lelaki itu berubah. Lalu sebagai gantinya Rana menerima senyum ramah. "Andrea tidak memberi tahu kalau kamu mau datang." katanya.
"Aku memang tidak memberi tahu Andrea kalau aku mau datang." jawab Rana. Dia menunjukkan kotak sepatu di tangannya. "Jimmy something."
"Ah, ya." Rian tertawa kecil. "Masalah sepatu sudah beres?" tanyanya lagi.
Rana mengangguk. "Beres!"
"Berarti kamu bisa kuajak keluar untuk makan siang?"
"Bukannya kamu sibuk?"
Rian kembali tertawa, kemudian menjawab "Memang. Tapi kan aku tetap butuh makan, Rana." Rana pun ikut tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Love (Complete)
Ficção AdolescenteRana, dijodohkan dan ditunangkan oleh kedua orangtuanya. Tanpa dasar cinta dan murni karena alasan bisnis. Calon tunangannya, Adrian. Seorang eligible bachelor tampan yang paling diinginkan di Jakarta. Lelaki yang tidak bisa melepaskan kenangan masa...