Falling

863 58 5
                                    

Ponsel Rian tidak aktif. Sudah sejak kemarin malam lelaki itu tidak bisa dihubungi dan setiap kali Andrea menghubungi, yang dia dengar hanya rekaman suara Rian memintanya meninggalkan pesan. Dia tidak tahu dimana lelaki itu. Dia menghubungi Bram dan sekretaris keluarga Tanuan Wijaya itu mengatakan bahwa Rian tidak pulang semalam. Pagi ini pun, lelaki itu belum tiba di kantor.

Andrea nyaris dikuasai frustasi. Dia berdiri gusar di samping jendela ruang kerjanya. Dipijitnya kening walau dia tahu itu tidak akan membantu menghilangkan pusing di kepalanya. Jika Rian tidak muncul juga dalam satu jam, dia harus membatalkan dan menjadwal ulang semua rapat yang harus diikuti lelaki itu untuk satu minggu. Tentunya itu bukan pekerjaan mudah. Yang lebih membuat Andrea senewen, Rian menghilang tepat satu hari sebelum acara pertunangannya dengan Farana Rashad berlangsung.


*****

Lelaki yang dicari-cari saat ini berada di Yogyakarta, terbaring dalam kamar salah satu hotel berbintang lima di kota itu. Rian membuka kedua matanya perlahan. Suara gerutuan Rana yang berisik membangunkannya dari tidur. Dia mengerutkan kedua alisnya. Samar-samar, didapapatinya sosok mungil Rana sudah berada di dalam kamar.

"Kamu udah bangun?"

Didengarnya Rana bertanya. Dia melihat perempuan itu membuka tirai, membiarkan sinar matahari pagi menghambur masuk menghangatkan ruangan. Rian tidak menjawab. Dia mendesah kesal karena istirahatnya terganggu.

"Semalam, kamu tidak mengunci kamarmu. Kamu sadar itu nggak?" Rana mengomel lagi.

Sambil mencoba mengembalikan kesadarannya, Rian bergumam pelan, "Pagi sekali sih kamu bangun."

Rana memelototinya. "Ini udah jam enam, Rian. Aku bisa kehilangan cahaya, nih." Perempuan itu menghardik. "Cepat bangun dan aku tunggu kamu di lobi setengah jam lagi dari sekarang." Rana melangkah keluar dari kamar, lalu menutup pintu.

Rian menghela napas. Dia memaksakan diri untuk bangkit dari tempat tidur, lalu melangkah enggan ke arah kamar mandi. Entah mengapa dia menerima ajakan Rana untuk pergi ke Yogyakarta. Kemarin malam, dia masih berada di kantor saat perempuan itu tiba-tiba datang. Rana memasuki ruang kerjanya membawa dua lembar tiket pesawat dan berkata,

'Aku punya dua tiket. Kamar sudah dipesan dan sopir menunggu kita di pelataran. Let's go! We have to catch the flight.'

Perempuan itu tidak memberinya kesempatan untuk menolak. Jadi, disinilah mereka. satu hari menjelang acara pertunangan.

Rian berdiri di hadapan cermin di dalam kamar mandi, menatap langsung ke bayangan matanya sendiri yang berkilat gusar. Beberapa hari ini, ucapan Rana saat kencan terakhir mereka di Grand Melia masih memenuhi pikirannya. Perempuan itu memintanya untuk berusaha keras.

Lucu.

Berusaha keras untuk apa? Untuk jatuh cinta? Kalaupun memang jatuh cinta semudah itu, dia harus melupakan sosok Meira terlebih dahulu. Sesuatu yang selama satu tahun ini tidak sanggup dilakukannya.

Dia terlalu mencintai Meira sampai rasanya begitu sulit untuk melupakan perempuan itu.


*****

Waktu yang sama, tetapi baru lewat tengah malam di Paris. Meira masih terjaga. Dia duduk di sofa panjang, di tengah apartemennya yang temaram. Ditemani sebotol wine, es batu dan gelas setengah terisi. Sepasang matanya menatap kosong ke arah langit-langit ruangan yang polos. Dia mendengarkan alunan musik new age yang biasa diputar oleh sejumlah bistro di Gare du Nord.

Besok malam, dia akan bertolak ke Jakarta untuk mengikuti tur Asia yang diadakan oleh Shu Uemura sesuai rencana, sebagai bagian dari kontraknya dengan perusahaan kosmetik tersebut. Dan entah mengapa dia tidak bisa tidur.

Bittersweet Love (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang