Kimberly masih berduka atas kematian ayahnya yang begitu cepat. Bahkan, dia belum sempat memberi tahu ayahnya tentang kemenangan yang diraihnya.
Saat ini, Kimberly sedang duduk di bangku Taman Austinia sambil memandangi bintang-bintang yang indah berkilau menghiasi langit. Ingatannya pun kembali berputar ke masa kecil.
“Dad, apa aku bisa mengambil salah satu bintang di langit untuk kusimpan?” tanya Kimberly polos.
“Untuk apa kau ingin menyimpannya, Kim?”
“Untuk kuberikan kepada Dad sebagai hadiah karena sudah merawatku dengan penuh kasih sayang,” jawab Kimberly dengan sorotan mata yang menenangkan.
Valdo tersenyum. Menatap putrinya dengan tatapan yang berkaca-kaca. “Kau tidak perlu menyimpan bintang itu atau memberikannya kepada Dad karena kau ... adalah bintang di hati Dad.”
Anak perempuan yang berumur enam tahun itu tersenyum. “Benarkah, Dad?”
Tatapan Valdo mengarah ke langit. Sesaat kemudian, dia menunjukkan salah satu bintang di langit. “Apa kau lihat bintang yang paling terang di sana?”
Kimberly mengikuti arah telunjuk Valdo. “Ya, aku melihatnya, Dad.”
“Bintang itu sepertimu, Kim. Kau menerangi hati orang-orang di sekelilingmu dengan kebaikan. Kau mendamaikan hati orang-orang di sekelilingmu dengan senyuman. Kau juga menghangatkan hati orang-orang di sekelilingmu dengan sentuhan tanganmu yang lembut. Dad ingin kau tetap menjadi bintang yang paling terang untuk Dad dan semua orang. Dengan begitu, orang-orang di sekelilingmu akan bahagia.”
Kimberly yang tidak terlalu mengerti ucapan Valdo, hanya mengangguk. Tatapannya kembali menatap bintang yang ditunjuk ayahnya tadi.
Kimberly mengusap air matanya. Saat dia berumur enam tahun, ayahnya pernah mengajaknya ke taman ini untuk melihat bintang. Sama seperti yang dilakukannya saat ini.
“Aku merindukanmu, Dad.” Air mata kembali menetes di wajah Kimberly. “Aku rindu semua hal tentang kebersamaan kita. Jalan-jalan bersama, tertawa bersama, makan bersama, berbincang bersama, dan masih banyak yang sudah kita lewati bersama. Aku rindu semua itu, Dad.”
Kerinduan kepada Valdo yang begitu mendalam membuat Kimberly tidak memedulikan wajahnya yang sudah basah oleh air mata. Terlebih lagi, pria yang paling disayanginya itu telah pergi untuk selamanya.
Kimberly menatap ke arah bintang yang paling terang di langit. “Jika kita bertemu di kehidupan berikutnya, aku tetap ingin menjadi putrimu, Dad. Aku akan menunjukkan kepada Dad bahwa aku akan berusaha untuk tetap menjadi bintang yang paling terang seperti yang Dad inginkan.”
Tak jauh dari posisi Kimberly, Alfrey juga sedang duduk di bangku Taman Austinia sambil memandangi bintang-bintang. Dia sering melakukannya di taman itu untuk sekadar melepas penat dan menyegarkan pikiran sebelum memulai rutinitas di kantor esok harinya.
Secara tak sengaja, Alfrey mendengar semua curahan hati Kimberly yang sangat memilukan. Tatapannya beralih menatap Kimberly yang sedang menumpahkan segala kesedihannya dengan air mata.
Hati kecil Alfrey merasa tersentuh. Tanpa perintah, kakinya tergerak untuk menghampiri Kimberly.
Kimberly tersentak ketika melihat sebuah sapu tangan berwarna biru gelap terulur di depan wajahnya. Tatapannya langsung beralih menatap si pemilik sapu tangan.
“Pantas saja, bintang yang biasanya bersinar paling terang, malam ini nampak meredup. Ternyata, bintang itu sedang menangis.” Alfrey tersenyum. “Ambillah sapu tanganku ini untuk menghapus air matamu, Nona! Kau jangan menangis lagi agar aku dan semua orang bisa melihat bintang itu bersinar terang lagi.”
Tatapan Kimberly tak lepas dari Alfrey. Siapa pria ini sebenarnya? Bagaimana dia bisa tahu tentang kisah bintang yang paling terang itu? gumamnya bingung di dalam hati.
Seakan bisa mendengar suara hati Kimberly, Alfrey berkata, “Maaf, aku tidak sengaja mendengar ucapanmu tadi. Kebetulan, aku duduk di bangku itu. Suaramu terdengar sangat jelas.”
Kimberly memilih menghapus air matanya dengan jemarinya daripada memakai sapu tangan Alfrey—pria yang baru ditemuinya.
Kimberly berdiri, tepat di depan Alfrey. “Terima kasih sapu tanganmu, tetapi maaf ... aku tidak bisa memakai benda dari orang yang tidak kukenal. Permisi,” pamitnya dengan tersenyum tipis.
Alfrey menahan lengan Kimberly ketika gadis itu melewatinya. “Kalau begitu, kita berkenalan dulu.”
Kimberly diam sejenak, lalu melepaskan tangan Alfrey dari lengannya. Tidak merespons ucapan Alfrey, Kimberly pergi meninggalkan Alfrey yang masih berdiri di tempatnya.
“Aku tidak akan melupakan pertemuan pertama kita. Kuharap kita bisa bertemu lagi, Nona Bintang,” gumam Alfrey sembari menatap punggung Kimberly yang sudah menjauh dari pandangannya. Dia menjuluki Kimberly dengan nama “Nona Bintang” karena dia tidak tahu nama gadis itu.
***
Aku cuma publish 4 part awal cerita ini yang versi novel ... Penasaran dengan kelanjutan kisah Alfrey dan Kimberly selanjutnya? Tunggu info open PO novel mereka ya..
Terima kasih 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Inseparable Love ✔ (SUDAH TERBIT)
Romance#1 Racing (20-04-2020) Di balik kematian ayahnya, tersimpan sebuah rahasia besar yang mengungkap identitas Kimberly Schett yang sebenarnya. Orang-orang yang pernah ada di masa lalunya juga bermunculan. Berkat bantuan Alfrey Herwingson-kekasihnya dan...