Hari sudah malam. Lorenza mondar-mandir berjalan di depan teras dengan raut wajah yang cemas sambil menunggu dua putrinya yang masih belum pulang. Biasanya, dia tidak peduli Kim akan pulang jam berapa. Namun sejak kejadian itu, Lorenza berubah sikap seolah-olah perkataan Kim itu telah membuka mata hatinya.
Miranda berjalan memasuki halaman rumahnya dengan langkah lebar. Raut wajahnya merengut. Suasana hatinya benar-benar sedang tidak baik hari ini. Napasnya bergemuruh menahan rasa kesal pada Kim.
Lorenza menghentikan langkahnya ketika mendengar suara hentakan kaki. Dia menoleh, ternyata itu suara langkah kaki putri kandungnya. "Miranda, kau sudah pulang?" Matanya melirik ke sekitar Miranda mencari sosok Kim. "Kau pulang sendirian? Di mana kakakmu?"
Miranda mengabaikan pertanyaan-pertanyaan dari ibunya. Dia terus melangkah masuk hingga terhenti sejenak ketika Lorenza menahan lengannya.
"Kenapa kau tidak menjawab pertanyaan Mom?"
Miranda menatap ibunya sejenak. Dia merasa malas untuk bersuara, apalagi bersangkutan dengan Kim. "Aku lelah, Mom. Aku ingin istirahat dulu," jawabnya, lalu berlalu meninggalkan Lorenza di depan teras.
Lorenza menatap sejenak ke arah jalanan. Dilihatnya, belum ada tanda-tanda kepulangan Kim. Dia memilih masuk untuk menyusul langkah kaki Miranda.
Lorenza bertanya lagi, "Kenapa kau dan kakakmu tidak pulang bersama? Bukankah saat pergi kalian bersama tadi pagi?"
Miranda menarik napas panjang seraya mendesah. Tubuhnya berbalik menghadap ibunya. "Kumohon, jangan tanya-tanya tentang dia padaku lagi, Mom! Aku benci mendengar namanya disebut-sebut," gertaknya penuh penekanan.
Dahi Lorenza berkerut, bingung. "Ada apa dengan kalian? Apa terjadi sesuatu?"
Miranda mencoba menetralkan emosinya dengan mengakhiri percakapan antara dirinya dengan Lorenza. "Sudah, Mom! Jangan bertanya apapun lagi, okay!"
Saat Miranda hendak memutar knop pintu, Lorenza tidak menyerah untuk bertanya. "Sebenarnya, ada apa, Mir? Ceritakan pada Mom! Mom jadi cemas."
Miranda mendesah lagi. "Bukan hal yang penting, Mom."
Di saat yang bersamaan, mobil Frey berhenti di halaman rumah Kim. Kim menoleh ke samping. Tepatnya, menatap wajah Frey yang kini sudah berstatus menjadi kekasihnya. Bibirnya tersenyum manis seraya berkata, "Terima kasih sudah mengantarku pulang, Frey," ucapnya sebelum keluar dari mobil Frey.
Frey menempelkan jari telunjuknya di bibir Kim membuat napas gadis itu tertahan sejenak. "Jangan katakan terima kasih lagi! Karena mulai sekarang, kau adalah tanggung jawabku. Sudah menjadi tugasku untuk menjagamu. Aku juga harus memastikan keadaanmu aman dan selamat sampai di rumah."
Kim meraup oksigen sebanyak-banyaknya ketika jari telunjuk Frey tak lagi menempel di bibirnya. "Singgahlah sebentar ke dalam! Aku akan buatkan teh atau kopi hangat untukmu."
Frey melirik jam di pergelangan tangannya. "Lain waktu saja, Kim. Hari sudah malam. Aku tahu kau pasti lelah dan butuh istirahat."
Kim mengangguk singkat. "Baiklah! Aku masuk dulu ke dalam. Kau...hati-hati di jalan," ucapnya seraya membuka pintu mobil.
Frey tersenyum tipis. "Oke, Kimmy."
"Ha? Kau memanggilku apa tadi?" tanya Kim memastikan bahwa yang didengarnya tadi itu tidak salah.
"Kimmy," ulang Frey dengan nada santai.
Dahi Kim berkerut seraya mengeja sebuah nama yang disebut Frey. "Kim...my? Emm...kenapa kau memanggilku dengan nama itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Inseparable Love ✔ (SUDAH TERBIT)
Romance#1 Racing (20-04-2020) Di balik kematian ayahnya, tersimpan sebuah rahasia besar yang mengungkap identitas Kimberly Schett yang sebenarnya. Orang-orang yang pernah ada di masa lalunya juga bermunculan. Berkat bantuan Alfrey Herwingson-kekasihnya dan...