Beberapa kali Kim mengetuk pintu kamar itu, tapi tidak ada jawaban dari si pemilik kamar. Seketika, rasa cemas di hati Kim semakin memuncak. Kim segera membuka pintu itu. Tak peduli jika si pemilik kamar akan memarahinya atau mengusirnya. Beruntung, pintu kamar itu tidak dikunci membuat Kim langsung masuk ke dalam.
Kim melihat Melvana sedang duduk di depan kaca jendela yang berukuran besar. Tatapannya kosong ke arah luar jendela yang memperlihatkan rerumputan hijau yang terhampar luas di belakang panti jompo itu.
"Nek...," sapa Kim ketika sudah berada di belakang Melvana.
Walaupun tatapannya kosong, Melvana masih dalam keadaan sadar. Dia tahu ada seseorang di dalam kamarnya. Terlebih, orang itu menyapanya. Dari suara yang mengalun lembut itu, dia sudah tahu siapakah orang yang masuk ke dalam kamarnya. Tanpa menoleh ke arah orang tersebut, Melvana bertanya dengan nada dingin. "Apa yang kau lakukan di sini, Kim?"
Kim menghela napas pelan, lalu berjalan beberapa langkah mendekat ke arah Melvana. "Kata Nenek Jenny, Nenek sakit sudah dua hari ini. Nenek sakit apa?"
"Nenek tidak apa-apa. Kau tidak perlu mencemaskan keadaan Nenek," jawab Melvana datar. Tatapannya masih tertuju lurus ke depan jendela.
Kim duduk di samping Melvana, lalu memeluk tubuh nenek itu dari samping. "Sebenarnya, apa yang sedang Nenek pikirkan? Bukankah Nenek sudah menganggapku seperti cucu Nenek sendiri? Nenek bisa cerita apapun padaku."
Melvana mengusap lengan Kim yang memeluknya. "Nenek hanya merindukan cucu Nenek, walaupun Nenek tahu dia tak 'kan pernah bisa kembali lagi," jawabnya lirih.
Kim mendongakkan kepalanya ketika merasakan air mata Melvana menetes di lengannya. Kedua ibu jarinya bergerak mengusap air mata di wajah Melvana. "Sudahlah, Nek! Itu sudah lama terjadi. Jangan Nenek ungkit lagi karena akan membuat Nenek semakin sedih! Dia sudah tenang di sisi Tuhan. Aku yakin dia juga merindukan Nenek dari atas sana."
Air mata kembali menetes di wajah Melvana. "Andai bisa mengulang waktu, Nenek ingin minta maaf pada dua orang yang selalu menyayangi Nenek. Tapi..., semuanya sudah terlambat. Mereka sudah lama tiada," ucapnya dengan isakan tangisnya.
Hati Kim terenyuh mendengar kisah hidup Melvana yang sangat memilukan. Kim memeluk Melvana. Membiarkan nenek itu menangis dalam pelukannya. Sebelah tangan Kim mengusap punggung Melvana yang bergetar seraya menenangkan isak tangisnya. Kim ingin sekali bertanya apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu hidup Melvana, tapi dia urungkan karena tak ingin membuat Melvana bertambah sedih.
Setelah tangisan Melvana mereda, Kim mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, "Nenek sudah makan?"
Pelukan mereka merenggang. Melvana menyeka air matanya dan menggelengkan kepalanya. "Belum. Beberapa hari ini, Nenek tidak nafsu makan."
"Bagaimana jika aku yang menyuapi Nenek?" tawar Kim.
Melvana mengangguk singkat. "Boleh saja."
Kim beranjak dari tempat duduknya. "Nenek tunggu sebentar di sini! Aku akan mengambil makanan untuk Nenek di dapur."
"Terima kasih, Kim. Kau sangat baik dan perhatian kepada Nenek," ujar Melvana.
"Sama-sama, Nek. Nenek sudah kuanggap seperti nenekku sendiri," balas Kim sebelum melangkah keluar dari kamar Melvana.
***
Scarlett sedang menikmati makan malam bersama kedua orangtuanya. "Dad, aku ingin mengajukan permintaan. Boleh?"
Pertanyaan Scarlett memecah keheningan di ruang makan. Ronald Winston, ayah Scarlett dan Carmela Winston, ibu Scarlett saling bertukar tatap. Merasa heran karena tiba-tiba Scarlett tak biasanya bertanya dulu sebelum meminta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inseparable Love ✔ (SUDAH TERBIT)
Romance#1 Racing (20-04-2020) Di balik kematian ayahnya, tersimpan sebuah rahasia besar yang mengungkap identitas Kimberly Schett yang sebenarnya. Orang-orang yang pernah ada di masa lalunya juga bermunculan. Berkat bantuan Alfrey Herwingson-kekasihnya dan...