Part 22

2.2K 197 29
                                    

Kim masuk ke dalam ruangan Frey. Ruangan itu kosong, tak berpenghuni. Mungkin urusan Frey belum selesai sehingga dia belum datang ke kantor, pikirnya.

Kim berjalan mendekati meja kerja Frey. Bibirnya tersenyum tipis seraya jemarinya menyentuh tepi meja dari ujung hingga ke tengah, lalu berhenti ketika melihat kursi pimpinan yang biasa diduduki oleh Frey itu. Matanya melirik sekilas ke arah pintu.

"Tidak salah 'kan jika aku duduk di kursi kerja Frey sejenak saja? Lagipula, Frey juga belum datang," gumam Kim seorang diri sembari tertawa singkat.

Kedua tangan Kim mengusap-usap sisi kursi, lalu digeraknya memutar sambil merentangkan kedua tangannya dan tertawa bebas. Dia merasa sangat lucu karena bisa duduk di kursi kerja Frey. Sembari menyandarkan kepala dan punggungnya, Kim membayangkan bagaimana jika seandainya dia yang duduk di kursi itu sebagai pimpinan.

Frey baru saja tiba di kantornya. Setelah keluar dari lift, Frey masuk ke dalam ruangannya. Awalnya, Frey agak terkejut dengan seseorang yang sedang duduk di kursi kerjanya. Tapi setelah tahu siapa orang itu, Frey memilih berdiri sambil bersandar di dinding dekat pintu dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Bibirnya tersenyum lebar sembari memerhatikan gerak-gerik Kim.

Kim melirik ke sebelah kirinya. Ada sebuah bingkai foto berukuran kecil di sudut meja kerja Frey. Kim menegakkan tubuhnya. Sebelah tangannya meraih bingkai foto tersebut. Kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman. Tatapannya menatap foto seorang pria yang sedang duduk di atas motor sport-nya dengan pakaian serba hitam.

"Jika diperhatikan sedekat ini, wajahmu tampan juga ya, Frey," gumam Kim. Sesaat kemudian, Kim meletakkan kembali bingkai foto itu ke tempat semula.

Kim masih tidak menyadari kehadiran Frey di dalam ruangan itu. Sedangkan, Frey berusaha menahan tawanya agar dia bisa melihat terus tingkah laku Kim yang masih duduk di kursi kerjanya. Tangan sebelah kiri tertekuk di depan dada dan tangan sebelah kanan menempel di mulutnya.

"Ahh...ternyata, seperti ini rasanya jadi seorang pimpinan," gumam Kim seraya memutar kursinya ke arah 90° hingga dia melihat sosok Frey sedang bersandar di dinding dekat pintu.

Sepasang mata Kim membelalak lebar. Kim jadi gelagapan. Dia langsung beranjak berdiri. Tatapannya ke arah lain. Dia tak berani menatap wajah Frey. Sembari menggigit bibir bawahnya dan meremas kedua telapak tangannya, dia bertanya dengan tergegap-gegap, "Se...jak kapan k...kau da...tang, Frey?"

Frey melangkah pelan mendekat ke arah Kim. "Sejak kau menyebut wajahku tampan."

Kedua pipi Kim seketika terasa panas. Dia berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya. Astaga, Kim! Kau memalukan sekali, gumamnya dalam hati sembari memejamkan kedua matanya sejenak.

"Maaf! Aku ti...dak bermaksud apa-apa. A...ku hanya sedang menunggu kau datang," balas Kim asal.

Melihat Frey menaikkan sebelah alisnya membuat Kim menyadari apa yang telah diucapkannya pada kalimat bagian terakhir. Kim segera mengatupkan mulutnya.

"Benarkah?"

Kim tidak bisa menetralkan rasa gugupnya. "Emm...maksudku, bu...kan seperti itu."

"Lalu?" Jarak antara Frey dengan Kim semakin dekat membuat Kim semakin gugup.

"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan di sini karena kau belum datang. Aku 'kan pengawal pribadimu. Jadi, aku menunggumu datang baru bisa melakukan apa yang kau perintahkan," ucap Kim setelah menemukan alasan yang masuk akal.

Frey mengangguk pelan karena merasa ucapan Kim itu masuk akal. Kim menghela napas lega karena Frey tidak bertanya lebih lanjut lagi.

"Maaf, aku datang agak terlambat dan sudah membuatmu menungguku lama," ucap Frey.

Inseparable Love ✔ (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang