Part 4

63.8K 1.1K 3
                                    


Hari ini seharusnya Diana di sibukkan dengan persiapan pernikahan mereka yang akan di langsungkan dua minggu lagi. Namun, Jack memintanya agar jangan terlalu memikirkan semuanya. Dia tahu Diana harus fokus pada perusahaan Andrew yang nyaris bangkrut. Dari pagi dia sudah berkutat dengan pekerjaan yang sangat menyita perhatiannya itu. Ia harus segera mendapatkan jalan keluar dari masalah yang sedang menimpa jantung perusahaan ini. Kepalanya berdenyut, ia meninggalkan kursi kebesarannya menuju sofa untuk merebahkan diri. Perlahan Diana menekan pelipis dan mencoba memejamkan mata.

Diana merasakan kehadiran seseorang, menyentuh kedua bahunya dari atas dan memijitnya perlahan membuatnya sedikit relax. Sentuhan itu membuat matanya enggan untuk terbuka.

"Biasakan mengetuk pintu, Jack. Atau kamu mau aku pecat sekarang," ucapnya tanpa membuka mata.

Namun kini sentuhan itu lebih menuntut, berubah menjadi agresif. Hingga dia merasakan tangan itu akan menyentuh bagian sensitif tubuhnya. Segera Diana menepis tangan itu dan membuka mata. Matanya membulat melihat sosok yang menyentuhnya dengan kurang ajar.

"Kau!" dia mencoba bangun, namun pria itu lebih dulu menindihnya dan menekan kedua tangannya ke atas. Wajah mereka sangat dekat, hingga Diana bisa merasakan hembusan nafasnya yang panas.

"Sayangnya aku bukan Jack, sehingga kau tidak perlu memecatku, cantik." Dean semakin mendekatkan wajahnya, bersiap akan meraih bibir ranum itu, namun Diana sigap memalingkan wajah kesamping. Bibirnya hanya berhasil menyentuh pipi mulus itu.

"Aku memang tidak bisa memecat mu, tapi aku bisa membunuh mu." Kini tatapan mereka beradu. Terlihat kilat kemarahan di mata Dean. Melihat kelengahannya, Diana mendorong tubuh Dean, hingga tersungkur ke lantai.

"Menyerahlah Diana, kamu hanya akan membuang-buang tenaga." Pria itu duduk di sofa dengan melonggarkan ikatan dasinya.

"Sebaiknya kau bangun. Tidak akan aku biarkan semua itu terjadi." Kini Diana berdiri tegak menatap Dean dengan tangan menyilang di dada. Tanda dia tak akan berdamai dengan pria dihadapannya.

"Kau memang keras kepala Diana. Sipat mu itu membuatku muak. Jadilah seperti Raisa, yang penurut." Dean bergaya sok santai, padahal dia sedang memendam amarah di dada. Jika tidak ada cinta, dan memimpikan wanita itu menjadi istrinya, sudah pasti dia akan memaksa. Dean merasa wanita itu berbeda dari Raisa, sifat berontaknya membuat Diana terlihat semakin sexy di matanya.

"Kau pikir aku sebodoh wanita mu itu." Tatapan Diana semakin tajam menatap Dean. Pria itu tahu melawan Diana sama saja akan menghabiskan tenaga. Karena memang dari dulu, Diana selalu menjadi pemenang, membuat dia muak hingga meninggalkan Diana dan memilih Raisa. Namun dia tidak menyukai sifat Raisa yang manja dan tergantung padanya. Dia merasa memiliki wanita itu tidak mendapatkan sebuah tantangan. Dia merasa bodoh telah menikahi Raisa dan kini Dean menginginkan Diana dan akan mendapatkannya bagaimanapun caranya.

"Aku mencintaimu, Diana." Dean berdiri mendekati Diana yang tidak terlihat akan menjauh.

"Kau sedang memohon?" kini jarak mereka sangat dekat. Dengan liar mata Dean menatap setiap garis wajah Diana. Wanita itu semakin terlihat menarik dari terakhir dia lihat. Tangannya terulur menyentuh dagu lancip Diana hingga membuat si pemilik dagu mendongak menatap wajah Dean. Rasa itu telah musnah, dia tidak merasa adanya desiran yang pernah dia rasakan dulu. Amarah pada sifat Dean yang keterlaluan, sudah mematikan cinta yang pernah tumbuh.

"Jika itu membuat mu menerimaku, Maka akan aku lakukan!" Kini tangan kirinya meraih pinggul Diana, menempelkan pada tubuhnya. Dean bisa mencium aroma tubuh Diana yang membuat sisi kelaki-lakiannya bereaksi.

"Kau lemah masalah hati." Diana tersenyum licik melihat kelemahannya yang belum bisa mengontrol diri.

"Aku bersumpah, itu hanya terjadi pada mu, Diana." Dean memiringkan wajahnya bersiap akan mencium pucuk merah delima itu. Namun Diana mendorong tubuh Dean, hingga laki-laki itu terduduk di sofa. Dean tersenyum licik dengan penolakan Diana.

"Oke, aku akan menunggu mu menyerahkan diri padaku. Dan aku rasa itu tak akan lama lagi. Persiapkan dirimu." Dean bangkit dan berjalan menuju pintu keluar. Hingga sosok itu menghilang dari balik pintu.

Diana kembali menghempaskan tubuhnya di sofa, menghembuskan nafas dengan kasar. Ia sangat muak dengan kelakuan Dean. Karena ambisi yang dibilang cinta, dia harus berubah menjadi monster yang mengerikan. Dia tertunduk, memegang tengkuk dengan kedua tangannya. Jika saja membunuh itu tidak dipidana, Ingin sekali rasanya dia membunuh Dean saat ini juga.

Saat Diana sibuk dengan pikirannya. Kembali dia rasakan adanya sentuhan lembut pada pundaknya, tanpa banyak pikir ia langsung memelintir tangan itu. Terdengar teriakan kesakitan dari pemilik tangan.

"Apa yang kau lakukan, Diana? Kau ingin mematahkan tanganku!" ucap Jack kesakitan.

"Maaf, Jack. Aku reflek." Melepas pegangannya dari tangan pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Jack memutar-mutar pergelangan tangannya. Mencoba menghilangkan nyerinya.

Dia berlutut dihadapan wanita itu yang masih duduk dengan wajah yang sedikit tegang. Meletakkan kedua tangannya di atas paha Diana dengan tatapan lembut.

"Ada apa?" Tatapannya membuat tenang dan memancarkan kehangatan.

'Setulus itukah perasaan mu padaku?' Diana membatin.

"Aku ingin pernikahan kita dipercepat." Tatapannya tak sedikitpun beralih dari netra Jack.

"Apa aku sudah sangat menggoda, hingga kau tak kuat untuk menolak pesonaku?" Senyum smirk itu kembali menghiasai wajah Jack. Matanya berbinar-binar mengartikan ucapan Diana.

"Aku ingin segera menyelesaikan masalah ini. Jangan terlalu berlebihan mengartikan kata-kataku." Raut wajahnya seketika berubah, Namun dia segera membuang muka dan berdiri, kemudian membenahi jas yang masih rapi.

"Oke, ayo!" Jack mengulurkan tangan. Diana hanya menatap uluran tangan itu dangan mengerutkan kening.

"Mengurus pernikahan kita!" Jack kembali menegaskan

Diana tidak menyambut uluran tangan itu, namun dia lebih memilih mengemasi barang dan beranjak keluar terlebih dahulu kemudian diikuti Jack. Pria itu hanya tersenyum pahit.

Hari ini mereka menghabiskan waktu untuk menyiapkan pernikahan yang dimajukan menjadi seminggu lagi. Diana lebih memilih resepsi pernikahan yang tidak mewah, dan hanya akan dihadiri oleh kerabat dan teman akrab dari Andrew. Rekan-rekan bisnis mereka memang tidak di undang, untuk menghindari hal yang tidak di inginkan. Dan memastikan Dean tak akan menghadiri pesta mereka.

*********************

Udah dulu ya ekstra partnya, otak ku udah berat di ajak mikir.

DIANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang