Part 15

38.9K 1K 20
                                    

Jack membuka pintu ruang kerja Diana. Wanita itu terlihat sibuk dengan berkas yang berserakan di meja kerjanya. Diana memang wanita yang gila kerja. Kapankah dia bisa meluluhkan gunung es di hati wanita itu. Dan meniadakan jarak yang telah tercipta di antara mereka.

Sungguh dia merutuki pertemuannya dengan Roselna yang berakhir di kamar panas.

Sentuhan lembut yang diberikan pada bahu wanita itu tak membuat Diana bergeming. Perlahan dia mengecup pucuk kepala wanita itu.

"Sampai kapan kita seperti ini?" Jack sudah lelah harus berdiam, dia ingin memperbaiki semampunya.

"Aku senang jika kau cemburu. Tapi hilangkanlah jarak pembatas di antara kita."

Diana meletakkan pulpen yang sedari tadi berada di jarinya. Memutar kursi menghadap Jack. Tatapannya dingin, tanpa mampu di artikan.

"Kenapa itu membuatmu tak nyaman?"

"Aku mencintai mu, Diana. Menikah dengan mu adalah hal yang ku inginkan."

"Dan tidur dengan wanita jalang adalah kebutuhan? Bukankah begitu!" sudut bibir Diana terangkat. Jack hanya mampu membuang nafas kasar. Perkataan Diana telak mengancurkan perasaannya.

Digenggamnya jemari Diana, mencoba mengatur nafas yang mulai terasa sesak.

"Aku memang telah melakukan kesalahan. Semenjak kita menikah, aku sudah berjanji akan membuang semua kebiasaan burukku. Percayalah, aku sama sekali tak menginginkan semua itu terjadi. Aku di jebak,"

Ada ribuan anak panah yang menancap di hati Jack. Rasa sakit itu semakin dalam, saat orang yang dicintai tak memberikan kepercayaan lagi.

"Aku tak pernah meminta merubah apa yang sudah menjadi kebiasaan mu. Namun, aku juga menghargai saat kau berjanji akan berubah. Mungkin akan sangat sulit untuk bisa melepaskan wanita-wanita mu itu."

Jack mengacak rambutnya frustasi. Dia benar-benar tak berdaya menghancurkan gletser dihadapannya kini. Pembicaraan mereka berakhir sama, Diana tetap menutup rapat-rapat hatinya.

Dia kembali kecewa saat keluar dari ruangan Diana. Saat hendak melangkah, Lillo menghentikannya.

"Gagal lagi?" ejek Lillo. Jack berusaha menampakkan wajah ramah kepada adik iparnya. Yang sejak awal sudah diketahui tidak menyukainya.

"Kenapa senang mencampuri urusan orang dewasa," Jack berlalu meninggalkan Lillo yang mengepal erat tangannya menahan amarah. Dia ingin Jack membalas ucapannya dengan emosi. Hingga mereka bisa saling adu kekuatan.

¤¤¤

Sebuah tangan terlihat menahan pintu lift saat akan tertutup. Diana nampak santai, walau hatinya sedikit berdegup saat melihat sosok itu. Senyum licik yang sudah pernah dilihatnya, menghiasi sosok di hadapannya. Pria itu mendekati tubuh Diana, mengukungnya di antara kedua tangan yang menempel di dinding pintu lift. Dean menghidu bau cherry blassom yang menempel di tubuh Diana. Tak nampak sedikitpun raut ketakutan di wajah wanita itu.

"Aku suka, kau menatap ku seperti itu," berkali-kali Dean membasahi bibirnya yang terasa kering. Sudah lama sekali dia tak mengecap manis ranum merah itu.

"Kau seperti orang sekarat," tatapan sedingin es itu kembali menghujam pandangan Dean.

"Kau hanya harus menikah dengan ku, maka semuanya akan kembali normal. Berkorbanlah untuk perusahaan yang kau bangun dengan cinta ini." Jari Dean membelai wajah mulus Diana, mencengkram tengkuknya dengan lembut.

"Kau lupa, saat kau ingin pulang. Kau bisa memilih jalan lain untuk bisa sampai, jika jalan utamanya tak bisa di lewati."

Dean mendekatkan wajahnya, bersiap akan menghilangkan jarak antara mereka. Namun dia mendapatkan sebuah tamparan keras di wajahnya, membuatnya harus memegang pipi yang sudah memerah dan terasa panas. Dia tersenyum dengan memejamkan matanya. Merasakan sisi kesexi-an Diana merasuki benaknya.

"Sudah sadar? Atau perlu aku buat kau tau diri siapa kamu saat ini?"
Pintu lift terbuka, membuat semua mata melihat mereka dengan penuh tanya. Dengan posisi mereka yang sangat dekat, menjadi tontonan karyawan yang akan memasuki lift. Bisik-bisik mulai mengiasi indra pendengaran mereka. Diana mendorong kasar tubuh kekar Dean. Kemudian berjalan melewati beberapa karyawan di hadapannya. Dean tetap mengikuti langkah Diana.

"Berhenti, mengikutiku." Suara Diana terdengar datar, namun ada emosi yang tertahan di dadanya. Dean tetap melangkah, membuat Diana seketika menghentikan langkahnya, hampir membuat tubuh mereka bertabrakan. Diana menatapnya tanpa kata. Dean tahu jika ada amarah didada Diana, dia tersenyum melihat wanita itu masih seperti dulu. Walau hatinya telah berubah.

"Ok, aku tak akan merusak penampilanmu hari ini. Aku pergi, jangan terlalu memikirkanku."

Diana tak perduli, dia ingin pria itu segera enyah dari hadapannya.

Saat Diana membalikkan badan, Jack berdiri menatapnya. Diana melangkah mendekat dan masuk ke ruangannya.

"Ada apa?"

"Virendi ada di Indonesia. Siang ini dia akan berkunjung."

"Ok. Persiapkan apa yang akan diperlukan." Namun Jack tak bergeming. Mematung menatap Diana membuat Diana menghentikan aktifitasnya.

"Ada lagi?"
Seketika Jack menarik Diana kepelukannya. Memeluk erat sang istri.

"Aku lelah kita seperti ini terus. Kenapa benteng itu semakin tinggi! Aku merindukanmu, Diana."

Ada rasa yang tak biasa dirasakan Diana. Kenapa dia merasakan ketulusan ditiap ucapan Jack. Hatinya terasa menghangat, kala dia membalas pelukan suaminya. Setegar apapun seorang Diana, dia tetap memerlukan bahu tempat untuk melepas beban.

Sebenarnya siapa sih yang dicintai Diana?

Jangan lupa mampir ke cerita baru ku 'BEAUTIFUL MISTAKE' (bukan pelakor biasa).

Tekan bintang dulu guys. 😎
👇
🌟

DIANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang