Part 9

50.4K 1.3K 14
                                    

🎊Terima kasih sama readers setia yang baca cerita aku dan suka kasi vote. 🎊
Lope, lope lah buat kalian. ❤❤❤

Bagi yang belum kasi vote, jangan pelit lah. Tinggal pencet aja sebelum baca atau sesudah baca. Scrol kebawah buat baca cerita aku aja kalian semangat. Masak cuma mencet doang gak bisa. 😉

🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟

Kaki jenjang milik Diana melangkah anggun memasuki ruang kerjanya. Jack duduk bersandar di kursi kebesaran Diana. Diana hanya melihat sekilas dan mendudukkan bokongnya di kursi panjang hitam di hadapan Jack.

 Diana hanya melihat sekilas dan mendudukkan bokongnya di kursi panjang hitam di hadapan Jack

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seharian ini kamu terlihat sangat sibuk. Apa ada project baru, Jack?"

Diana melepas sepatu high heels 5 cm berwarna hitam yang senada dengan pakaiannya. Diana meregangkan kakinya yang terasa sedikit pegal di bagian batis. Melihat itu Jack mendekat ke arah Diana. Duduk sedikit jauh dari Diana dan mulai mengangkat kaki indah itu keatas pahanya. Kini posisi kaki Diana sudah lurus menghadap Jack. Perlahan Jack memijit betis  mulus milik itu dengan lembut. Diana tersenyum menatap Jack, melihat kemalangannya beberpa minggu ini. Dasar pria, selalu mempermasalahkan urusan ranjang.

"Iya, project masa depan. Aku tidak mau menunda-nunda lagi project yang sudah aku tunggu dengan separuh usiaku."

"Wow, aku baru tahu jika kau memiliki project impian di dalam hidupmu yang hanya dihabiskan dengan bermain-main." Kekeh Diana membuat Jack menatapnya. Karena saat ini Jack tidak bermain-main dengan ucapannya. Pria itu sudah cukup bersabar.

"Tatapanmu seperti ingin menakutiku, Jack!"
Jack mengambil amplop coklat cukup besar yang sudah terletak dimeja kehadapan Diana. Diana menatap amplop itu, kemudian mengarahkan tatapannya kemata Jack. Dia tak ingin bertanya, dia ingin jawaban.

"Aku sudah buktikan, aku tak akan menabur virus untukmu dan calon anak kita. Sungguh kau membuat harga diriku sebagai lelaki jatuh dihadapan seorang Diana. Wanita yang aku cintai tanpa logika. Kau sungguh menjeratku Diana. Kau membuatku gila."
Diana mendekatkan tubuhnya kesamping Jack. Meletakkan pipinya di bahu kekar milik Jack.

"Aku tak akan sama dengan wanita yang pernah kau kencani. Tak mudah memberikan kepercayaan pada pria yang pernah bermain-main dengan asmaranya."

"Rasanya tak adil, jika hanya aku saja yang harus membuktikan. Aku juga ingin membuktikan jika aku yang pertama." Senyum licik Jack terbit di sudut bibirnya. Apa salah jika dia meminta hadiahnya. Dia tidak akan melepaskan kesempatannya lagi.

"Kapan kau ingin membuktikannya?" Ternyata Diana tak terlihat menghindar, malah balim menantang.

"Sekarang." Tatapan mereka bertemu. Menghantarkan aliran listrik yang membuat keduanya merasakan sengatan ke dalam diri masing-masing. Diana sedikit membuka bibirnya membuat Jack ingin segera melumatnya. Jarak di antara mereka sudah terkikis, menyatukan nafas saat bertemu, saling melumat dengan panas. Perlahan posisi mereka sudah berubah, Jack menindih tubuh Diana yang sudah terbaring di sofa. Tangan Jack tak tinggal Diam, tangannya menjalankan tugasnya dengan baik. Jari-jarinya mahir membuka kancing kemeja Diana satu persatu tanpa melepas pagutannya. Saat kancing terakhir hampir berhasil dilepasakan, terdengar seseorang mengganggu aktifitas mereka.

DIANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang