Maaf membuat kalian menunggu lama 😣
Pengennya sih publish kemarin, tapi karna Selen ngerasa alurnya rada melenceng, jadi ada revisi besar-besaran di chapter ini. Ada beberapa scene tambahan supaya nyambung sama part selanjutnya✌
Happy reading all, semoga suka dan jangan lupa tinggalkan jejak sebanyak-banyaknya 😊
⚫⚫⚫
Pagi-pagi sekali---bahkan sebelum sang surya menunjukkan eksistensinya lewat pancaran sinar yang menyapu kota Jakarta, tampak seorang gadis berperawakan mungil dengan piama polkadot dan rambut kecokelatan yang tergerai bebas tengah menyingkap tirai kamarnya.
Tampak dari tempatnya berdiri, halaman rumput yang basah dengan satu-dua tetes air jatuh dari genting rumahnya silih berganti.
Sepertinya semalam hujan, tapi Cahaya tidak tahu itu. Mungkin karena dirinya tidur terlalu lelap.
Tuntas mengucek-ngucek mata dan sesekali menguap, ia pun berjalan menuruni puluhan anak tangga hingga tiba di dapur.
Kebetulan, di sana sudah ada seorang wanita yang sedang sibuk berkutat dengan peralatan masak-memasaknya---rutinitas paginya sejak 19 tahun pernikahan dengan Diego.
Mendengar langkah pelan dari arah belakang, Selena pun menoleh. Sedikit terkejut. "Loh, Aya kok udah bangun?"
Awalnya ia kira, itu suaminya, tapi yang didapatinya malah putri kesayangan yang sepagi ini sudah terjaga dari tidurnya dan malah asyik duduk---memerhatikan dirinya mengiris sayuran.
Cahaya tak menjawab pertanyaan Selena sampai beberapa menit berlalu dalam diam.
Kalau tidak salah, di menit kesembilan, gadis belia itu tiba-tiba memeluk bundanya dari samping.
"Eh?" Tak mengerti apa yang terjadi, Selena memilih untuk balas mengusap kepala Cahaya. "Sayangnya Bunda kenapa?"
Untuk sementara waktu, ia tak menyahut.
Sampai dirasa puas melingkarkan kedua tangan di tubuh ramping Selena, barulah Cahaya mendongak. Bibirnya berkata, "Aya sekolahnya dianter Bunda, ya ...."
Tersenyum adalah satu hal yang dilakukan Selena setelahnya. Ia menatap Cahaya dengan seluruh kasih sayang yang dimilikinya.
"Iya, nanti Bunda anter. Udah lama juga, kan, Bunda nggak anterin Aya ke sekolah. Akhir-akhir ini cuma kebagian jemput aja."
Cahaya mengangguk, mengiyakan perkataan Selena.
"Emangnya nggak jadi berangkat---huwayyy---sama Dewa?" Diego yang baru bergabung, menguap di sela-sela kalimatnya, amat lega setelah dilampiaskan dengan peregangan badan dan mulut terbuka selebar Sungai Nil.
"Loh? Memangnya iya?" Selena ikut-ikutan, sementara Cahaya sendiri masih bingung. Maksudnya apa?
"Emangnya kapan Aya bilang sama Ayah?" Cahaya memerhatikan Diego yang mulai menuang air ke dalam gelas, lalu meneguknya selama beberapa saat.
"Kemaren."
Cahaya mencoba mengingat-ingat, benar-benar mencoba menggali memori dalam benaknya sendiri.
Kapan ia bicara begitu pada Diego?
Seingatnya, kemarin ia sama sekali tak bertatap muka dengan ayahnya, hanya sempat menceritakan kejutan anak-anak Spade sekilas pada Selena, lalu berangkat tidur bersama mawar-mawarnya---setelah makan malam terlebih dahulu---karena sudah mengantuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya [COMPLETED]
Teen Fiction⚠️PERINGATAN!⚠️ CERITA INI DIBUAT SAAT AUTHOR BELUM MEMAHAMI BETUL BAGAIMANA KAIDAH PENULISAN NOVEL YANG BAIK. JADI BAGI KALIAN YG TETAP INGIN MEMBACA, HARUS SIAP MENGHADAPI BANYAK KECACATAN DI DALAMNYA. MOHON KRITIK DAN SARANNYA. SEKIAN. TERIMA KAS...