Cahaya ke-55

457 36 13
                                    

Hola guys, lama tak berjumpa hiks😩

Pengen up dari kapan hari padahal, tapi ada something yg bikin story ini ketunda, ketunda, dan ketunda huhu T_T

Maap maap maap buat semua pembaca Cahaya atas keterlambatan yang Selen masih ga yakin bakal tuntas dalam waktu dekat. Dalam artian, beberapa waktu kedepan Selen masih disibukkan sama kerjaan yg bikin waktu nulis jadi tersita banyak.

Sekali lagi maaf, dan tolong jangan hapus Cahaya dari perpus kalian cuma karna Selen lambat up-nya yah😔 Pliss

Sebagai permintaan maaf atas ketidakadilan ini, sila nikmati bab 55 Cahaya💖

Yg berkenan, tolong kasih vomment-nya. Trims.

•••

Brakk!!!

"DOKTER BILANG, DOKTER AKAN BERUSAHA MAKSIMAL!! DAN ANAK SAYA AKAN SEMBUH TOTAL DENGAN KEMOTERAPI!!"

Pria itu menatap dokter di hadapannya dengan berang, sementara Selena terus berusaha menenangkan---meski batinnya sendiri gelisah bukan main.

"Sabar, Yah, Sabar ...."

"TAPI KENAPA SEKARANG KAMI JUGA HARUS BERGANTUNG PADA DONOR SUMSUM TULANG?!!"

Berkali-kali wanita itu mengusap punggung suaminya, tapi tetap tak berpengaruh apa-apa.

Kemarahannya bak lahar gunung berapi yang meletup-letup dan dipastikan akan bisa mencelakai siapa pun di dekatnya, apalagi ketika sang dokter mengatakan bahwa dirinya bukanlah Tuhan.

Diego menggeram.

Dirinya merasa ditipu oleh manusia ber-name tag Samantha itu.

Nyaris saja ia kembali marah dan meninju meja tak bersalah di dekatnya jika saja Selena tidak mengumpulkan keberanian untuk balas membentak, menyuruh Diego agar lebih tenang dan bersikap dewasa.

"Tapi, anak kita, Bun ...," lirih Diego dengan mata yang mulai memerah, panas menahan air mata.

"Ssstt ..., iya, Bunda paham. Tapi ini bukan saatnya untuk marah, kita harus hadapin dengan kepala dingin. Biar dokter jelaskan semuanya, kita dengerin dulu, Yah."

Ingin rasanya Diego menggeleng, bilang bahwa ia tidak bisa sabar dalam hal ini. Bahkan untuk sekadar mengatur napas, ia merasa tidak mampu.

"Udah, udah. Bunda tau, Ayah pasti capek sepulang kerja," ujarnya seraya memijat-mijat lengan Diego.

"Mendingan, sekarang Ayah keluar, ya. Tenangin diri dulu, trus jagain Aya. Udah sore, kasian Dewa, dia harus pulang. Biar Bunda yang lanjut konsultasi sama dokter."

Selena melempar tatap peringatan yang berhasil meyakinkan Diego bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Maka dari itu, ia akhirnya menurut.

Pria yang sampai mengambil dispen dari kantor dan buru-buru menyusul ke rumah sakit itu melangkah keluar, memutuskan untuk mengatur emosi di kamar rawat putrinya.

"Jadi gimana, Dok? Apa yang harus saya lakukan?" tanya Selena serius, tanpa mengeluarkan sorot mengintimidasi.

Samantha mengambil napas sejenak, kemudian lanjut menjelaskan, "Seperti yang sudah saya bilang tadi, saya bukan Tuhan. Saya hanya menjalankan tugas sebagai perantara saja.

"Ini kanker. Lengah sedikit saja, akibatnya bisa fatal. Bahkan pasien yang sudah dinyatakan sembuh dari penyakitnya pun bisa terserang kembali."

Dokter itu mencoba memberi pengertian dengan nada kalemnya, di mana Selena paham dan sangat menghargai setiap informasi yang Samantha katakan, meski ia sudah pernah diingatkan tentang itu sebelumnya.

Cahaya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang