"Lo ikut siapa, Ra?"
Yang ditanya gesit menjawab, "Mobil gue udah beres kemarin, jadi hari ini gue nggak nebeng siapa-siapa, Ka."
"Oh, bagus, deh! Kebetulan Kevin nggak masuk, jatah dia gue lempar ke lo, gimana?"
"Siap, Bu Bos!" sahut Alsara seraya memasang pose hormat.
Berselang dua detik, ia langsung memanggil kawan-kawannya yang kebingungan di tepi parkiran karena mendadak tidak punya tumpangan sesuai rencana.
Sementara gadis itu mengumpulkan pasukan pemboncengnya, Cantika cekatan membantu mengarahkan ke mobil mana anak buahnya harus masuk sekaligus mengingatkan alur penjengukan sesuai kesepakatan dengan Selena.
Mereka bukan hanya beberapa orang, melainkan satu kelas. Jadi, Cantika tidak mau anak buahnya sampai mengganggu kenyamanan saat di rumah sakit nanti.
"Terus ingetin sama yang lain, sampe di sana, jaga sikap. Jangan rusuh! Tunggu gue kasih instruksi!" tegasnya sekali lagi sebelum membubarkan para pengemudi.
Mereka lantas berpencar menuju kendaraan masing-masing, siap meluncur ke tempat yang baru hari ini bisa didatangi.
Cantika pun sama.
Jika bisa dihitung, mungkin persentase semangatnyalah yang paling tinggi, nyaris membobol batas teratas yang menyebabkan langkahnya terasa ringan dan tak berjeda.
Alhasil, tepat ketika kaki jenjangnya tegas mengambil belokan di antara dua mobil yang terparkir di sebelah kiri, sesuatu yang tak diinginkan--atau justru yang diam-diam diharapkan--terjadi.
Tubuh semampai Cantika refleks tersentak kaget, hampir saja menabrak seseorang yang akan berbelok cepat persis ke arahnya datang.
"Astaga!" pekik cewek itu seraya mengelus-elus dada, berusaha menormalkan kembali detak jantung selagi cowok di hadapannya mundur selangkah, gelagapan meminta maaf.
"Udah, gue nggak papa, kok," ujar Cantika. "Cuma kaget aja, Zel."
Lawan bicaranya sontak mengangguk. "Syukur. Kalo gitu, aku duluan, ya."
Buru-buru anak itu melangkah, melewati Cantika tanpa beban. Namun, tepat di langkah keempat sepertinya, gadis di belakangnya memanggil, "Zel, tunggu!"
Cantika tahu kalau kemungkinan Hazel memiliki urusan genting yang patut diselesaikan segera, tapi ia juga tidak bisa mengabaikan rasa penasarannya mengingat cerita janggal Cahaya.
Hazel berubah. Ada yang aneh dengannya, selalu itu yang Cahaya ajukan setiap ada kesempatan membahas kakak kelas yang pernah Cantika jelaskan penyebab menjauhnya meski hanya dugaan semata.
"Lo ... nggak papa, 'kan, Zel?" Cantika berucap ragu-ragu, membuat remaja laki-laki itu terpegun dengan pertanyaan yang seakan dilayangkan khusus untuknya.
"Memangnya ... aku kenapa?" Hazel balas balik bertanya dengan wajah rileks yang terkesan dipaksakan.
Cantika ingin bicara, tetapi dia bingung harus mengawalinya dari mana. Yang dilakukan perempuan itu selanjutnya adalah menggeleng samar dengan kalimat yang ia lontarkan seadanya, jujur tanpa basa-basi.
"Zel, sebenernya ... Aya ...," tuturnya alot, "Aya pengen ketemu ...."
Demi mendengar nama itu, pandangan Hazel meredup tanpa diminta. Tatapannya yang semula tampak biasa, kini mulai dihias sayu yang menjalar ke tahta raja.
Cahaya ingin bertemu? Hazel tidak salah dengar, 'kan?
Alasan cowok itu mensenyapkan ponselnya belakangan ini ingin bertatap muka dengannya? Yang benar saja. Bisa-bisa pertahanan Hazel runtuh sejak pandangan pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya [COMPLETED]
Teen Fiction⚠️PERINGATAN!⚠️ CERITA INI DIBUAT SAAT AUTHOR BELUM MEMAHAMI BETUL BAGAIMANA KAIDAH PENULISAN NOVEL YANG BAIK. JADI BAGI KALIAN YG TETAP INGIN MEMBACA, HARUS SIAP MENGHADAPI BANYAK KECACATAN DI DALAMNYA. MOHON KRITIK DAN SARANNYA. SEKIAN. TERIMA KAS...