SEPULUH

3 0 0
                                    

Hari minggu pagi seseorang menelfonku. nomor hp tanpa nama. Aku pun menjawab telfonku ternyata itu bang Febri. Siapa sangka ia tau tentang perasaanku.

"Rani bilang apa sama bang Firman?"

"Bilang apa? Ran gak bilang apapun kok"

"Abang itu gimana?"

"Abang baik, lucu, itu doang Ran bilang"

"Jangan bohong, abang udah tau"

"Abang udah punya pacar. Abang kenalan sama Ran untuk bantu bang Damar dekati Rani"

Bagai petir di siang bolong. Aku terkejut dan zonk.

"Bang Firman bilang Ran suka sama abang tepat di depan Bang Damar. Sepanjang acara Bang Damar diam aja dek. Bahkan abang habis diulok, bilang yaaa sm pacar qe Feb."

"JAdi gimana bang? Kalian gak putus gara - gara Rani kan?"

"Gak lah"

"Hm, maaf ya bang Ran suka sm abang."

"gapapa Ran, santai aja sama abang. Abang mau ke acara kenduri dulu, udah dulu ya Ran. Assalamualaikum"

"Waalaikumussalam" Menutup telfon darinya

Aku terdiam dan tak terasa menangis. Ternyata dia dekati aku untuk membantu temannya.


*****

Hari - hariku pun berlalu. Entah sudah berapa hari atau minggu. Bang Damar mulai sering menghubungiku walau hanya sekedar menanyakan udah makan atau belum, lagi dimana padahal aku lagi kena jadwal magang di Apotek. Sedangkan aku masih saja menggalau tentang bang Febri. Tetiba saja Bang Febri chat aku namun 6 pesan sudah ditarik. Ia menghubungiku namun aku masih magang. Setelah selesai magang dan ku tanyakan apa gerangan menelfon dia hanya berkata tidak apa - apa. AKu bingung sebenarnya ada apa sampai akhirnya kami tak berbicara lagi. Tak segan apa yang ia perbuat ku sindir melalui story whatsappku. kekanakan memang, ku akui itu namun aku ingin menyentil perasaan rasa bersalahnya. Jika ia bersalah pasti dia merasa. Itu yang ku fikirkan.


*****

Siapa sangka kalau Bang Ahmad comment storyku. Ya, aku pernah menghubunginya via whatsapp dan dia menyimpan nomor hpku. Sembari begitu Bang Damar juga mulai chattingan denganku. Bang Febri? Perlahan ku tutup buku walau itu sakit.

Tak lama chattingan dengan Bang Ahmad. Kami bertengkar lalu ia berkata jalani saja dulu lalu kami selesai. Tanpa kata

Bang Damar? ia tetap saja chattingan denganku dan tetap ku balas walau aku agak sibuk. Setelah magang Apotek harus magang ke Rumah Sakit. Ia bertanya ke rumah sakit mana magangnya, atau segala cara dengan topik pembahasan agar chat gak terputus. Aku tidak membenci, namun aku tak mungkin langsung jatuh hati padanya, apalagi aku tak pernah ingat wajahnya, aku hanya menganggap teman atau abang semata.


LingkaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang