Embun pagi menyerbu. Terlihat daun-daun meneteskan air embun yang dingin. Matahari merangkak perlahan. Sinarnya tidak cukup terang. Sekolah ini lagi. Kelas ini lagi.
Doyeon terlebih dahulu duduk di kursinya sebelum Chaeyeon dan Taeyong datang. Doyeon datang dengan wajah penuh kecemasan akan sesuatu. Bukan kecemasan akan cintanya kepada Taeyong. Sungguh Doyeon tidak memedulikan itu lagi.
Hari yang setiap hari berganti menambah kecemasan Doyeon semakin besar. Doyeon cemas menunggu kedatangan hari itu.
Tak beberapa lama dia berdiam diri, Taeyong datang menghampirinya. Ya, ini hari terakhir Taeyong bersekolah.
"Doy, kenapa lu nggak nungguin gua?"
"Maaf Yong, tadi bokap gua maksa gua buat ikut mobilnya dia. Terus gua kira hari ini lu bakal nggak masuk."
"Geser dong," ucap Taeyong dengan suara yang sangat pelan. Doyeon langsung menggeserkan badan ke kursi di sebelahnya.
"Yong, kok lu masih keliatan sedih gini si. Cowok nggak boleh gitu ah!" tegur Doyeon dengan perasaan iba.
Mata Taeyong menatap lurus ke depan. "Doy, kalo gua udah nggak ada di depan lu, di depan Chaeyeon, kalian bakal gimana?"
"Lu ngomong apaan si, lu mau mati? Masa gara-gara cinta lu mau...."
Taeyong menggerakan kepalanya ke arah Doyeon. "Ini hari terakhir gua sekolah." Tampak jelas raut kesedihan terpasang di wajah Taeyong ketika menyampaikan itu.
"Maksud lo?"
"Besok gua berangkat ke Amerika, bokap gua kerja disana dan terpaksa gua juga harus ikut dia."
"Apa? Kenapa nggak lu tolak aja? Kita kan tinggal beberapa bulan lagi lulus. Pasti bokap lu ngerti kok." Air mata Doyeon sudah berada di ujung pelupuk matanya.
"Bokap gua ngerti? Lu mau liat gua mati di tangan bokap gua sendiri Doy?" bibir Taeyong semakin bergetar ketika harus terus berbicara. Iya, ayah Taeyong memang seorang yang keras kepala. Kalau keinginannya tidak dikabulkan, Taeyong bisa jadi bulan-bulanan ayahnya.
"Tapi apa lu tega sama gua? Lu tega sama Chaeyon? Apa lu tega ninggalin kita berdua? Siapa nanti yang bakal jaga gua sama Chaeyeon?" Doyeon menangis sambil memukul kecil tubuh Taeyong.
"Tolong tenang Doy. Walaupun gua nggak ada di samping lu berdua kan ada Jaehyun. Jaehyun bisa kok jagain kalian. Dan dia juga bisa gantiin posisi gua buat jadi sahabat lu. Kata lu dia orangnya baik kan?"
"Lu salah Yong, salah banget."
Doyeon menggelengkan kepalanya. "Nggak ada orang yang bakal jaga gua sama Chaeyeon selain lu."
"Jaehyun, dia pasti bisa gantiin posisi gua. Buktinya sekarang dia udah ngerebut Chaeyeon dari gua. Dan..."
Doyeon memotong perkataan Taeyong. "Yong, ya ampun. Lu salah! Lu nggak tau kalo Jaehyun itu.."
"Jaehyun itu nggak lama lagi bakal meninggal." Doyeon menangis dengan rintihan yang begitu dalam. Hingga murid yang ada di kelas melihat ke arah mereka berdua.
"Hah? Maksud lu apa Doy?" Taeyong meminta penjelasan kepada Doyeon.
"Sebenernya Jaehyun itu, Jaehyun.." Doyeon menangis terisak seolah tak sanggup untuk menyampaikannya.
"Jaehyun kenapa? Kenapa?" mata Taeyong terlihat begitu tajam menatap wajah Doyeon.
"Suatu malam Jaehyun pernah cerita sama gua. Rahasia yang bahkan Chaeyeon nggak tau."
"Jaehyun itu, dia kena penyakit HIV." Suara isakan Doyeon semakin menjadi-jadi.
"Apa?!" Dengusan napas Taeyong terdengar tak beraturan setelah mendengar apa yang Doyeon katakan. Taeyong memegang erat bahu Doyeon.
"Jaehyun positif HIV sejak lahir. Dia kena penyakit itu karena orang tuanya. Kedua orang tua Jaehyun meninggal waktu dia masih bayi. Jaehyun bilang kalo sekarang hidup dia nggak bakal lama lagi."
"Organ dalam tubuhnya udah hancur bahkan sebagian udah nggak berfungsi karena dulu dia sering minum racun, mencoba bunuh diri pas dia tau kalo dia kena HIV. Dan perkiraan dokter umurnya tinggal beberapa hari lagi."
"Itu sebabnya dia cepet jadian sama Chaeyeon, karena dia mau ngerasain cinta di sisa hidupnya."
Perasaan Doyeon sekarang tidak karuan. Kesedihan demi kesedihan yang menghampiri hatinya sejak Jaehyun menceritakan kebenaran itu, akhirnya ia bisa membaginya dengan Taeyong.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt. [ Jaehyun X Chaeyeon]
Fanfiction[COMPLETED] "Tubuh ini akan musnah pada waktunya. Apa pun yang terlihat oleh mata, akan tiada. Tapi tidak dengan cinta. Cinta tidak bisa dilihat, cukup dirasakan. Jadi, kalau sekarang kamu menangis, berarti kamu mencintai fisikku. Kalau kamu mencint...