Suara tangisan Taeyong begitu keras. Tubuh dan hatinya terluka begitu dalam. Ia terus mengayuh dan tak memedulikan tubuhnya yang menggigil karena kedinginan. Saat ini ia tidak ingin pulang. Ia ingin mencari tempat pelepasan perasaannya.
TOK! TOK! TOK! Taeyong mengetuk pintu dengan keras. Ia masih terisak, tubuhnya bergetar menggigil. Pintu rumah terbuka.
"Ya ampun Taeyong! Lu kenapa basah-basahan gini?" Doyeon begitu kaget.
Taeyong tak menjawab, bibirnya bergetar kedinginan. Doyeon langsung merangkul Taeyong dan membawanya masuk ke dalam rumah.
Doyeon kembali dengan membawa secangkir teh hangat untuk Taeyong. "Minum dulu Yong," ucap Doyeon dengan pelan.
Taeyong mengambil dan tidak berkata apa-apa. Dari bibirnya hanya terdengar suara helaan napas menggigil. Sedangkan matanya berkaca-kaca menatap ke luar jendela.
"Yong, lu kenapa?"
Taeyong tak menjawab. Doyeon mencoba bertanya sekali lagi.
"Yong sebenernya ada apa? Lu kenapa?"
Taeyong terlihat sedang mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Ya, surat cinta dengan amplop merah jambu yang ia siapkan untuk menyatakan perasaannya kepada Chaeyeon, sebenarnya tadi ia sempat kembali ke rumah Chaeyeon untuk mengambil surat itu, saat ia tau kalau Chaeyeon sudah menjadi milik Jaehyun.
Doyeon terkaget luar biasa. Ia tidak menyangka apa yang tertulis di surat itu. "Berarti selama ini Taeyong..."
Bulir-bulir air mengalir deras membasahi pipi Doyeon.Doyeon mengusut dadanya yang langsung terasa sesak. Ia tidak percaya dengan semuanya. Taeyong mulai berbicara dalam isakan tangisnya.
"Doyeon, kenapa ini semua harus terjadi? Baru aja gua mau ngungkapin perasaan gua. Tapi Chaeyeon udah sama yang lain. Sakit, Doy."
"Sekarang apa sanggup gua harus liat orang yang gua cinta bahagia sama orang lain?"
Doyeon langsung memeluk Taeyong. Mencoba untuk menenangkannya. Mereka berdua menangis terisak bersama dalam pelukan.
Doyeon mengatakan sesuatu di dalam hatinya. "Gua ngerasain kok Yong. Gua ngerasain apa yang lu rasa, karena gua cinta sama lu."
"Dengan ini gua janji sama diri gua sendiri. Gua bakal buang semua rasa cinta gua sama lu Yong."
Selama ini pula Doyeon memendam perasaannya kepada Taeyong. Dan sekarang, Doyeon harus merasakan kepahitan yang sama seperti Taeyong.
***
Di depan pintu rumah Doyeon.
"Udah Yong jangan galau mulu, lu cowok kan?"
"Lu juga Doy jangan nangis ah, gua aja yang sakit lu nggak usah." Taeyong menghapus sisa bulir-bulir air mata di pinggiran mata Doyeon.
"Iya, udah pulang gih sana! Udah gelap nih. Nanti lu dimarahin sama bokap lu."
"Yaudah Doy, gua balik ya?"
"Oh iya Doy. Gua mohon lu jangan cerita sama Chaeyeon tentang perasaan gua yang sebenernya sama dia. Cukup lu aja yang tau."
"Iya tenang aja, gih pulang."
Doyeon memerhatikan langkah kaki Taeyong yang lemas tak bersemangat. Taeyong seperti orang kehilangan setengah nyawanya, Doyeon iba kepada Taeyong dan dirinya sendiri.
Sesampainya dirumah, Taeyong menguatkan tangannya untuk mengetuk pintu. Tok! Tok! Baru dua kali ketukan, langsung terdengar suara orang memutar kunci pintu. Rupanya ayahnya sudah menunggu kedatangannya.
"Taeyong, kenapa kamu baru pulang? Kamu tau nggak kalau ayah nungguin kamu dari tadi. Ayo masuk." perintah ayahnya terlihat santai.
"Duduk dulu." Taeyong duduk dengan kepala menunduk. Ia tidak berani menatap mata ayahnya.
"Kamu dari mana aja? Basah-basahan gini. Oh iya ayah punya kejutan buat kamu."
"Kamu bisa berlibur, bahkan menetap."
"Hah? Maksud ayah?" tanya Taeyong terkaget, matanya menyipit.
"Iya, kamu masih ingat ke mana kamu liburan waktu SMP beberapa tahun lalu?"
"Hmm, ingat yah. Amerika kan?"
"Iya, lusa kita pergi kesana."
"Apa?" Taeyong tercenggang mendengar ucapan ayahnya.
"Iya, kamu senang kan? Bukankah kamu bilang ingin menetap di Amerika? Nah, kebetulan ayah mendapat tugas disana sama direktur ayah. So, prepare yourself!"
"Oh iya ibu kamu sudah berangkat duluan hari ini ke Amerika. Yaudah ayah masuk dulu mau membereskan barang-barang. Kamu juga mandi sana, habis itu bereskan barang-barang kamu. Urusan sekolahmu biar ayah yang ngatur."
"Tapi yah, sekolah aku kan tinggal beberapa bulan lagi. Kenapa enggak..."
"Jangan tolak permintaan ayah." ucap tegas ayahnya memotong perkataan Taeyong.
Taeyong mematung, dia tidak menyangka. Dia bingung. Dia sedih karena harus meninggalkan sahabat yang selama ini bersamanya saat suka duka. Tapi, harus bagaimana lagi. Taeyong tidak mungkin bisa membantah perintah ayahnya. Belum juga sembuh dari kesedihan beberapa saat lalu, kini dia harus merasakan kesedihan yang lainnya.
Ia benar-benar tidak sanggup untuk meninggalkan cintanya yang masih mengambang. Atau memang ia benar-benar harus melupakan cintanya. "Udahlah, mungkin emang ini jalan satu-satunya buat gua lupain lu Chae."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt. [ Jaehyun X Chaeyeon]
Fanfic[COMPLETED] "Tubuh ini akan musnah pada waktunya. Apa pun yang terlihat oleh mata, akan tiada. Tapi tidak dengan cinta. Cinta tidak bisa dilihat, cukup dirasakan. Jadi, kalau sekarang kamu menangis, berarti kamu mencintai fisikku. Kalau kamu mencint...