12

1.2K 139 19
                                    

Kejadian tempo hari lalu masih terngiang di pikiranku. Sudah 3 hari aku dan pria tua itu tidak bertegur sapa saat aku melihatnya datang ke rumahku hanya untuk mengantar kue buatan ibunya untuk ibuku. Menghubungiku pun pria itu tidak, aku tidak paham kenapa dan aku tidak ingin tahu juga.

Aku tidak mempermasalahkan hal kami tidak bertegur sapa secara langsung maupun melalui pesan atau telepon, aku hanya memikirkan ucapannya tempo hari lalu, kenapa ia bertanya seperti itu padaku, tentu saja aku tidak bisa menjawabnya saat itu juga.

Aku benci mengakui bahwa aku tidak tidur dengan tenang semenjak pertanyaan itu keluar dari mulutnya, aku menghela napas bingung apa yang harus ku lakukan, aku sudah mencoret tulisan yang ada dicatatan kecilku.

Pertama, menemui Harry di kantornya dan membicarakan kejadian tempo hari lalu. Kedua, menelpon Harry. Ketiga, menemuinya di apartemennya. Keempat, berpura-pura sakit. Kelima, berpura-pura meminta bantuan bahwa aku tersesat. Ada 5 macam ide yang ku tulis dan semua aku coret karna sangat meng-ge-li-kan. Aku melempar catatan kecilku ke atas meja riasku kemudian meluncur ke kamar mandi.

Hampir 20 menit aku membersihkan rambut dan badanku, aku mengoleskan sedikit vitamin bibir agar tidak kering. Jam dinding menunjukan pukul 9malam dan biasanya ayahku baru datang dari tempat kerjanya mengingat sekarang adalah akhir bulan dan itu artinya beberapa hari lagi aku akan bekerja di kantor pria tua itu. Aku menggerang kenapa harus secepat ini, sih?

Aku menuruni anak tangga merasa kelaparan, biasanya Ken yang datang ke kamar atau Ibuku berteriak memanggilku untuk makan malam namun kali ini tidak. Tidak ada teriakan, tidak ada gedoran pintu yang membuatku ingin membakar tangan adikku.

Ayahku sedang berbincang yang artinya sedang kedatangan tamu. Itu jawaban kenapa Ken atau Ibuku tidak mengangguku, aku mendesah lega karena tidak aka nada adu mulut yang biasa ku lakukan pada Ken. Langkahku mendadak terhenti saat mendengar suara tawa ayahku dan tamunya, jantungku berdetak cepat saat mataku bertemu dengan mata milik Harry. Pria itu terlihat ..., tampan, sialan ia tidak seperti pria berkepala 3. Rambut hitam kecokelatan, kaus biru dongker lengan panjang dan celana putih selutut mebuatnya terlihat seperti anak remaja, bukan pria tua, sialan.

Aku menggeleng saat ia menyeringai padaku kemudian berlari menuju dapur dan kemudian aku mendapati pelototan dari ibuku. Aku menelan ludahku.

"Harry datang kenapa kau kemari, sana."

Aku mengerucutkan bibirku. "Lapar. Al lapar, Bu." Rengekku.

"Ibu sedang memasak, kau temani Harry sana dan suru ayah mandi. Oke?"

"Biar aku yang bantu, Ibu terlihat sibuk," ucapku tak menghiraukan perintah ibuku.

Aku mengaduh saat tanganku dipukul sendok kayu oleh ibuku, ia menatapku. "Zaleena," nada ibuku terdengar sangat halus dan aku benci karena pasti dan akan selalu luluh.

"Fine, demi Ibu."

Aku menurut dan melangkah menuju ruang tamu. Senyum ayahku terbit meski sebentar kemudian aku menyuruhnya mandi sesuai perintah ibu dan duduk di hadapan pria tua itu.

Harry tersenyum tipis ke arahku dan aku hanya membalasnya dengan tatapan datarku, masalahnya menurutku sekarang suasananya sedikit canggung terlebih Harry tidak berbicara apapun hanya senyum kecil kemudian bermain ponsel seperti tidak memedulikanku yang tidak membalas senyumannya.

Aku mengetuk jari-jariku di atas pahaku, aku merasa tidak tahan dengan hal ini, berbeda saat Adam mengakui perasaannya dan kemudian ia terlihat biasa saja dan berusaha mengajakku berbicara, apa aku harus mencobanya pada Harry? Mengajaknya berbicara meski hanya basa-basi. Tapi, tapi tunggu, Harry masih sibuk dengan ponselnya dengan kerutan kening yang terlihat jelas.

ZARRY || H.S✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang