"Berhentilah, Payne."
Namun telingaku masih dapat mendengar gelak tawa teman Harry tersebut. Aku benar-benar malu saat temannya memergoki kami yang sedang melakukan aktivitas di ruang tamu pada sore hari.
Aku masih berada di belakang tubuh Harry menutup wajahku di balik punggungn kokohnya, karena insiden tadi aku tidak berani kabur ke dalam kamar, karena kamar tidur kami berada di ujung dekat balkon, sehingga harus melewati dapur, kamar mandi luar, dan satu kamar tamu.
"Seharusnya kau lakukan itu di kamar, bodoh."
"Aku tidak tahu kalau kau akan datang, kau hanya bertanya apa hari ini aku ada disini."
"Pintunya tidak tertutup dengan benar Mr.Styles."
Aku memukul punggung Harry membuat temannya tertawa kencang. Harry memballikan tubuhnya dan tanpa aba-aba dia menciumku lagi dan aku melotot memukul pahanya dan ia meringis sementara temannya masih terbahak.
"Aku malu tahu," ucapku menunduk dengan tangan kiriku berada di atas keningku.
"Kita sepasang suami istri yang sah diagama dan hukum. Jadi kenapa harus malu?"
"Ada temanmu," bisikku.
Harry membalikan tubuhnya. "Sebentar, aku antar istriku ke kamar dan kita akan mendiskusikannya."
"Kamar mana? Tidur atau mandi?" tanya teman Harry membuat Harry tertawa. "Setelah kau pulang rasanya kamar mandiku akan menjadi saksi bisu."
Aku membeku saat itu juga mendengar ucapannya, apa benar ia akan melakukan itu padaku? Apa kami akan melakukan hal yang sudah seharusnya kita lakukan sejak awal pernikahan, atau Har-
"Harry!"
Aku memekik saat Harry menggendong tubuhku, aku menoleh ke arah temannya yang menyeringai padaku sambil meledekku dan Harry, aku menyembunyikan wajahku di dada bidang Harry.
Aku tidak tahu bagaimana cara Harry membuka pintu kamar kami, karena kami sudah berada di dalam kamar dan ia merebahkan tubuhku di atas Kasur. Ia tersenyum, mengusap kepalaku lembut.
"Maaf. Liam memang begitu."
"Liam?"
Harry mengangguk. "Temanku di luar. Liam Payne."
Aku meringis kemudian mengangguk.
Kami hening, Harry masih duduk di sebelahku begitupun aku yang masih dalam posisi terlentang dan saling beradu tatapan. Perlahan ia mendekatkan wajahnya pada telingaku, kemudian berbisik dan memelukku singkat.
"Aku tidak tahu bahwa bibir istriku membuatku mabuk."
Sontak aku memukul pahanya dan membuatnya menyeringai lebar kemudian mengecup singkat bibirku.
"Apa ideku bagus jika aku mengajakmu makan malam diluar?"
"Payah!" Ledekku.
"Yes, I'm." Jawab Harry mengedipkan mata kirinya.
"Aku tidak mau," jawabku memeletkan lidahku padanya.
Harry mengulum senyumnya. "You lie. Aku menemui Liam sebentar dan tugasmu adalah mandi."
🐨
"Sini, biar aku yang bawa."
Harry mengambil totebag yang berisi keperluanku, padahal ini tidak berat Harry saja yang berlebihan. Aku membiarkannya membawa, selepas kami berbelanja keperluan makanan sehari-hari, Harry pergi ke basement menaruh belanjaan kami, sementara aku melipir ke tempat belanjaan khusus wanita, padahal aku sudah meminta Harry menunggu di mobil tapi ia tidak mau.