"Makan malam apa yang kau inginkan?"
Aku memutar bolamataku saat mendengar pertanyaan Zayn. Basa-basi yang sangat tidak menyenangkan, pasalnya setiap ia menanyakan tentang makanan yang ku inginkan yang datang tidak sesuai dengan pesananku, alasannya ibuku tidak ingin makananku tidak sehat apalagi ia mengetahui jika Harry tidak bersamaku selama beberapa hari.
"Terserah."
Aku mendengar kekehan Zayn dan aku menebak pasti sepupu tampanku itu tengah menyeringai mendengar jawabanku. Setelah ia mengatakan akan datang pukul 4sore nanti untuk menjemputku sambungan pun terputus, menghela napas aku kembali melakukan aktivitasku.
Ini sudah hari ke 4 tidak ada Harry dan jujur aku merasa sangat sepi, biasanya ia akan datang tiba-tiba seperti hantu untuk sekedar mengajakku makan siang, setiap malam tangannya akan menyelinap masuk kepakaian tidurku untuk mengelus perutku, alasannya: agar si kecil tahu bahwa dirinya sedang mengelus kepala atau punggungnya agar terlelap dan aku hanya bisa terkekeh geli mendengarkan ucapannya.
Aku merasa bersyukur selama Harry tidak disini, aku tidak pernah menginginkan aneh-aneh, masih dalam batas wajar dan bisa merepotkan Ken dan Zayn.
Aku merindukan Harry Styles.
Kalimat itu selalu melekat pada diriku dan aku selalu mengatakan hal itu setiap aku berdo'a sebelum tidur dan berharap ia baik-baik saja dan selalu sehat.
"What the fuck."
Aku menoleh melihat Justin mengumpat serta membanting beberapa kertas yang ada digenggamannya.
Kylie menghampirinya dan bertanya ada apa tapi pria itu hanya menggeleng dan mengusap wajahnya kasar. Kemudian Kylie menoleh kearahku, memberi senyuman sambil mengatakan tidak perlu khawatir dan aku hanya mengangguk.
Setelah beberapa pekerjaanku selesai, aku mengambil ponselku berniat menghubungi Zayn dan ia sudah mengirimiku pesan sejam yang lalu, mungkin aku tidak mendengarkannya karena pemberitahuan Zayn aku ubah menjadi mode silent kecuali panggilan darinya, alasannya ia terlalu senang membanjiriku pesan untuk hal yang tidak penting sedangkan aku lebih suka dihubungi melalui telepon agar cepat dan tidak bertele-tele.
🥰
"Kau yakin tidak apa aku tinggal sendiri?" tanya Zayn sambil melihat jam tangannya.
Aku mengangguk kecil. "Yakin. Lagipula kau akan kembali sejam lagi bukan? Aku juga sudah mengantuk. Pergilah."
Zayn menghela napasnya. "Kurasa aku akan menyuruh temanku kemari dan bertemu di lobby, aku khawatir."
Memutar bolamataku aku mengibaskan tanganku pada Zayn yang tengah berdiri diambang pintu kamarku, ia masih berdiri disana dan aku memunggunginya, kepalaku sangat pusing, aku tidak tahu kenapa.
Selimut tebal milikku aku tarik hingga kepalaku—membungkusnya, aku tidak peduli apa yang Zayn lakukan karena aku mendengar ia membuat sedikit kerusuhan, tentu saja aku dapat mendengarnya karena pintu kamarku tidak ia tutup, sangat kebiasaannya jika keluar dari kamar pasti tidak pernah ia tutup dengan alasan lupa.
Mengerang rendah aku susah untuk berdiri, jadi aku membiarkan pintuku terbuka, sementara aku berusaha memejamkan mataku karena rasa sakit pada kepalaku sangat kuat, sebenarnya aku merasa sakit saat bangun tadi pagi, awalnya tidak terlalu sakit tapi entah kenapa sepulang dari tempat kerja kepalaku sangat sakit.
"Astaga," lirihku sambil menjambak rambutku.
Air mataku menetes saat rasa sakitnya benar-benar terasa. Dadaku terasa sesak, aku menarik ujung selimutku, mengubah pelan-pelan tubuhku agar menjadi duduk, tanganku mengulur mengambil gelas kaca yan berisi air mineral yang sengaja Zayn siapkan.