"Harry ada di ruangannya?"
"Ada. Perlu aku telepon?"
Aku menggeleng. "Tidak, aku akan ke ruangannya. Terimakasih Mel, maaf mengganggumu."
"Tidak apa. Maaf aku tidak bisa menemanimu pekerjaanku sangat menumpuk."
Aku mengangguk. "Selamat bekerja, Mel. Aku permisi."
Setelahnya aku meninggalkan front desk dan membiarkan Meli bekerja.
Hari ini Harry memintaku membawakan makan siang, karena jadwal pekerjaannya tidak padat dan aku dengan semangat mengiyakan.
Aku mengetuk pintu ruangan Harry dan suaranya terdengar cukup tegas menyuruh untuk masuk ke ruangan kerjanya. Mataku melihat ia tengah bermain gitar tapi pandangannya fokus pada layar komputer, sepertinya ia tengah belajar kunci sebuah lagu.
Menaruh kotak pizza di hadapannya membuatnya mendongak, ia tersenyum kecil kemudian menaruh gitarnya. Aku bingung, kenapa ia senang sekali tersenyum meski aku kadang menatapnya tanpa minat.
"Wahhh," ia membuka kotak pizza, kemudian ia mendekatkan wajahnya, ia menghirup aroma pizza-nya, seakan-akan makanan itu sangat menggodanya dan sayangnya itu memang benar.
"Sini," ajaknya menepuk pahanya, aku mengangkat kedua alisku ke atas, "hanya makan pizza bukan makan bibir, oke?"
Aku melongo mendengarnya, aku tidak berpikir sampai kesana karena di dalam pikiranku adalah; kenapa aku harus duduk di pangkuannya, bukan apa kita akan memakan bibir seperti yang ia katakan sebelumnya.
"Aku tidak sempat berpikir untuk saling memakan bibir," ucapku mendekat ke arahnya, kemudian duduk diatas pahanya dan tolong aku tidak mengangkanginya, catat itu!
Harry hanya bergumam membalas ucapanku, setelahnya kami larut dalam lezatnya pizza yang aku delivery sebelum kemari. Mataku melihat layar komputernya yang menampilkan sebuah boyband, mungkin tadi Harry belajar kunci gitat lagu yang ada di layar komputernya.
"Lagunya bagus, coba kau putar."
Menurutinya aku menekan tanda jeda menjadi memulai.
"Ini lagu beberapa tahun lalu dan aku baru tahu bah--"
"Ssttt," potongku mendelik sambil mengunyah pizzaku dan Harry hanya menggangguk patuh.
"Yeah, I've never had the words to say, but now I'm askin' you to stay. For a little while inside my arms. And as you close your eyes tonight, I pray that you will see the light, that's shining from the stars above."
Aku menoleh ke arah Harry karena aku merasakan ia menatapku, saat aku menoleh ia membuang pandangannya ke arah layar komputernya dan mengunyah pizzanya. Aku tidak tahu kenapa, tapi lagu ini seperti menggambarkan perasaanku sekarang ketika pria berwajah tampan menyanyikan liriknya.
Ya, aku tidak mempunyai bahkan tidak pernah meminta Harry untuk tetap denganku kecuali saat aku sedang sakit dan itu pertama kalinya. Tidak pernah dalam keadaan kami seperti sekarang--baik-baik saja.
Aku menatap Harry yang asik mengunyah sambil mengangguk kecil mengikuti lantunan musik. "I've never had the words to say. But now I'm asking you to stay. Would you, uncle?"
Harry tersedak, aku melompat dari pangkuannya, aku ingin tertawa melihatnya yang terbatuk-batuk tapi sisi diriku juga tidak tega sehingga aku memberikannya segelas cola.
"Berniat ingin membunuhku?" tanya Harry sambil menarikku mendekat padanya.
Aku menggeleng kecil. "Tidak. Just wanna say what I wanna say."