Manis. Syila menjilat lelehan cokelat di ujung bibirnya. Molten lava cake buatannya kali ini benar-benar berhasil membuat lidahnya menari-nari. "Sempurna!" Syila bergumam pelan menirukan tagline seorang illusionist terkenal sambil tersenyum puas. Aroma khas coklat panggang yang menggiurkan merebak di udara. Syila meletakkan ramekin yang sedari tadi dipegangnya di atas tumpukan peralatan kotor lalu mengangkatnya sekaligus ke wastafel cuci piring.
Sejak sehabis maghrib tadi Syila berkutat di dapur tokonya. Ini adalah percobaannya yang ke tiga. Kali pertama ia gagal membuat salah satu pastry berbahan dasar cokelat ini. Adonannya tidak matang dengan merata. Kedua kali, Syila malah memanggang terlalu lama hingga cokelat di dalam adonan meleleh keluar. Memanggang lava cake memang bukan perkara mudah karena dibutuhkan kehati-hatian dan ketepatan waktu supaya mendapatkan hasil yang sempurna. Dan untuk kali ini percobaan Syila berhasil.
Arsyila Mayza Harun, pemilik sebuah kafe dan toko roti bernama "EXQUISITO" ini memang tergila-gila dengan panganan manis. Ia pecinta bakery dan pastry. Aroma mentega, tepung, telur dan gula yang menyatu saat roti matang bahkan mampu memperbaiki suasana hatinya yang sedang buruk.
Sejak kecil Syila memang sudah akrab dengan adonan roti. Tidak heran, sebab mendiang Ibunya juga sangat gemar membuat kue. Bahkan pada saat itu mereka memiliki sebuah toko roti kecil di depan rumah. Meskipun kecil tapi toko tersebut hampir tak pernah sepi pengunjung. Bahkan ibu Syila sering menerima pesanan kue untuk berbagai acara. Sayang, ibu Syila meninggal dunia bersama janin yang baru saja dilahirkannya waktu itu. Ibu Syila diduga mengalami preeklampsia berat, yaitu suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi. Syila yang masih duduk di kelas lima SD pun mendadak kehilangan sosok ibu yang dicintai sekaligus sosok adik kecil yang dinanti-nantikannya. Sejak saat itu toko roti ibunya pun tutup.
Kecintaannya pada roti dan mendiang sang ibu kemudian membawanya kepada keyakinan untuk kembali memulai usaha toko roti. Bersama Geraldi Dimitri atau Ge, sahabatnya di bangku kuliah, Syila pun mulai merintis sebuah coffee shop yang juga menyediakan aneka kue buatannya tepat setahun yang lalu. EXQUISITO coffee and bakery namanya, didesain sebagai sebuah kedai kopi sekaligus toko roti bernuansa vintage.
"Syil, udah jam delapan lewat, lo mau pulang jam berapa?" suara bariton Ge tiba-tiba memecah keheningan. Syila melirik sekilas jam dinding di hadapannya. 8.45.
"Iya bentar lagi. Eh, cobain donk, Ge, lava gue," Syila menyodorkan sesendok molten lava cake buatannya pada Ge. Sesungguhnya Ge bukanlah pecinta makanan manis seperti Syila, namun tak urung di cicipinya juga kue tersebut.
"Gimana?" tanya Syila tak sabar melihat ekspresi wajah Ge yang tampak ragu. Bingkai kacamatanya sedikit melorot di hidung mengikuti gerak mulutnya yang asyik mengunyah.
"Oke! Cokelatnya lumer, passss di lidah!" jawab Ge kemudian sambil membulatkan jari telunjuk dan jempol kanannya.
"Ah lo mah ga bisa ditanyain pendapat, Ge. Udah ribuan kali lo nyicipin kue bikinan gue nggak ada yang lo bilang nggak enak, bahkan kue bantet gue juga lo bilang enak." Syila melepas apron lalu menggantungnya di lemari staf. Ia berjalan menuju wastafel hendak mencuci peralatan kotor yang memenuhi bak.
Ge terkekeh, "Baru ini gue ketemu orang yang pengen kue buatannya dibilang nggak enak."
"Ya nggak gitu juga keles." Syila memoncongkan kedua bibirnya ke arah Ge yang masih berdiri bersandar pada meja stainless yang biasa digunakan untuk mengadon roti.
"Pulang gih, Syil. Kasian bokap lo sendirian di rumah. Biar gue yang beresin sisanya." Ge berkata sambil berjalan mendekati Syila, seolah mengisyaratkan diri untuk mengambil alih pekerjaan Syila.
"Baik banget sih, Geee," Syila segera membasuh tangannya yang masih berlumuran busa lalu mengeringkannya dengan hand towel yang tergantung di dekat wastafel.
"Gue cabut yah, thanks." Syila mengacak-ngacak rambut Ge, mengambil mini backpack miliknya dari dalam loker lalu bergegas keluar menuju parkiran dan pulang bersama motor matic kesayangannya. Sebenarnya Exquisito tutup pukul 10 malam. Tapi Ge selalu membiarkan Syila pulang duluan dan membereskan semua pekerjaan yang tersisa bersama beberapa karyawan, hanya supaya Syila tidak pulang larut malam.
Sejak ditinggal pergi ibunya, Syila yang anak tunggal otomatis memang hanya tinggal berdua dengan sang ayah. Itu sebabnya Syila sangat sayang kepada ayahnya. Tidak ada lagi di dunia ini yang berharga bagi Syila selain Ayah. Sampai permintaan ayahnya untuk segera menikah pun berulang kali diabaikannya. Bukan hanya karena belum menemukan pasangan yang tepat-bahkan bisa dibilang Syila hampir tidak pernah berpikir untuk mencari pasangan-tapi juga karena ia belum siap jika suatu hari nanti ketika menikah ia harus meninggalkan ayahnya hidup seorang diri.
Syila merogoh saku celana jeans yang ia kenakan, mencari-cari kunci duplikat pintu garasi rumahnya. Tak berapa lama pintu garasi terbuka, Syila langsung memarkirkan motornya dan menutup rolling door garasi. Seperti biasa sang Ayah menyambut hangat anaknya di depan pintu. Pria dengan rambut yang selalu tersisir rapi itu memang selalu pulang lebih dulu daripada Syila. Pekerjaannya sebagai dosen di salah satu universitas swasta tidak terlalu banyak menuntut kesibukan.
"Ayah belum tidur?" Syila mencium tangan dan memeluk ayahnya. Dirasakannya wangi tubuh ayahnya yang tak pernah berubah, masih sama sejak suatu waktu yang entah kapan Syila tak mampu mengingatnya.
"Belum dong, Ayah kan belum makan, nungguin kamu." Pria berperawakan sedang itu mengelus-elus kepala Syila bak meladeni seorang anak kecil. "Ayo mandi dulu, Ayah tunggu di meja makan ya," sambungnya lagi.
Syila bergegas menaiki anak tangga menuju kamarnya, mandi, berganti baju lalu kembali turun menemui sang ayah yang sudah menunggu sambil menonton televisi.
"Hari ini Mba Tita kirim apa, Yah?"
Mba Tita adalah pengusaha katering langganan yang selalu mengirimkan makanan ke rumah Syila. Maklum, kesibukannya di Exquisito membuat Syila hanya sempat memasak di hari Sabtu dan Minggu. Malah terkadang ia mengajak ayahnya makan di luar sambil menghabiskan waktu bersama.
"Tuh, ada ikan pepes nila kesukaan kamu," Ayah berkata sambil membuka tudung saji di atas meja. "Yuk, makan, Ayah udah laper nih."
Syila pun mengambilkan sepiring nasi dan lauk untuk ayahnya baru kemudian mengambil untuk dirinya sendiri.
"Pulangnya malem terus, Nak, gimana mau dapet calon suami," celetukan Ayah yang tiba-tiba mengejutkan Syila. Hampir saja ia menyemburkan air putih yang baru saja diteguknya.
"Namanya juga kerja, Yah. Tadi Syila abis bikin cake baru. Udah tiga kali percobaan dan baru kali ini Syila sukses bikin dengan sempurna. Ada tuh Syila kotakin buat sarapan Ayah besok." Syila mencoba mengalihkan pembicaraan sambil terus melahap nasinya.
"Oh ya? Wah.. pasti enak tuh, makasih ya sayang," kata Ayah sambil melirik Syila sekilas membuat Syila semakin menundukkan wajahnya berpura-pura fokus pada makanan di hadapannya. Padahal dalam hati Syila berharap Ayah tidak lagi melanjutkan pembahasan soal 'calon suami' tadi.
"Kamu kan sudah 24 tahun. Sudah pantes punya suami, punya anak," Duh! Ternyata masih lanjut! Syila bergumam. Ia paling malas kalau pembahasan Ayah sudah mulai menyerempet soal 'kapan nikah?' seperti ini.
"Ayah sudah tua, jangan dipikirin," lanjut Ayahnya lagi. Kata-katanya membuat Syila hampir tak bisa menahan air mata. Ia mengerjapkan matanya sebentar berusaha melenyapkan genangan air yg mulai mengaburkan matanya sebelum jatuh meluncur bebas ke pipi.
"Yaahh.. udah deh, nggak usah bahas ini terus. Nanti pasti ada waktunya kok, jangan bikin Syila sedih ah," Syila benar-benar belum sanggup membayangkan kehidupan pernikahan yang mungkin saja akan menjauhkannya dengan Ayah.
"Loh, kok malah sedih? Kamu kan berhak punya kehidupan sendiri, punya masa depan. Ayah malah bahagia banget kalau kamu menikah." Syila masih terdiam mendengar kalimat demi kalimat yang meluncur dari mulut ayahnya.
"Eh, kenapa nggak sama Ge aja sih, Syil?"
Hah? Kok jadi Ge sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Coffee Cake [COMPLETED]
RomanceArsyila Mayza Harun, si pecinta cake manis ini selalu dirundung kegalauan setiap kali sang ayah bertanya 'kapan nikah?'. Alih-alih segera mencari pasangan ia malah makin sibuk berkutat mencari cara membesarkan nama EXQUISITO, sebuah coffee shop and...