DUA PULUH LIMA

4.5K 509 6
                                    

Hari yang cerah tapi tak seperti hati Arsyila. Tadi pagi gadis itu bangun dengan malas. Perasaannya masih tidak enak. Kepalanya terasa sedikit berdenyut karena kurang tidur. Matanya bengkak sisa tangisnya semalam. Untung saja ia terampil menutupi matanya yang bengkak itu dari pandangan sang ayah saat mereka sarapan. Kalau saja ayahnya tahu, bisa-bisa Syila datang terlambat ke Exquisito karena serangan pertanyaan dari lelaki kesayangannya itu.

Kalau boleh mengikuti kemauannya saat ini, ingin rasanya Syila meliburkan dirinya sejenak dari pekerjaan. Ia sedang tidak ingin bertemu dengan Geraldi. Setelah aksi pernyataan cintanya pada Syila tadi malam, Syila benar-benar berpikir kalau sahabatnya itu sudah gila. Selama bertahun-tahun bersama, Syila sama sekali tidak pernah menyangka kalau Ge ternyata menyimpan perasaan cinta kepadanya. Padahal selama ini Syila sudah mengganggap Ge sebagai saudaranya sendiri. Apalagi Ge sudah menjalin hubungan dengan Amanda. Bagaimana bisa ia melukai gadis sebaik Amanda? Ge benar-benar membuat Syila tak habis pikir. Ternyata ada sesuatu di balik segala kebaikan dan perhatiannya selama ini. Buruknya lagi kejadian tadi malam disaksikan langsung oleh Amanda. Syila merasa harga dirinya seperti terinjak-injak. Entah apa yang dipikirkan Amanda tentang dirinya saat ini. Ge sudah menghancurkan persahabatan mereka. Perang dunia yang baru saja berakhir kemarin akan menjalani episodnya yang ke dua. Dan kali ini lebih parah.

Padahal saat itu, Exquisito sudah mulai ramai didatangi pengunjung. Promosi yang gencar mereka lakukan sepertinya membawa hasil yang baik. Namun sayang, di tengah situasi seperti itu, hati Syila justru sedang tidak karuan. Konsentrasinya menjadi pecah. Profesionalisme tentu harus menjadi hal yang diutamakan saat ini. Karena itulah Syila berusaha untuk tidak terbawa suasana. Ia juga tidak ingin masalah ini mempengaruhi kinerja karyawan-karyawannya. Terlebih ia tak ingin menjadi bahan gosip mereka.

Kabar tentang kejadian semalam memang sudah sampai ke telinga seluruh karyawan Exquisito. Siapa lagi kalau bukan dari Wiwin dan Iwan yang malam itu kebagian shift masuk. Tapi tak satupun dari mereka yang berani mengkonfirmasi tentang kejadian tersebut kepada Syila maupun Ge. Para karyawan itu hanya mengikuti permainan kedua bos mereka yang sedang dalam aksi diam-diaman. 

"Mai, bilangin Mas Ge, rekap nota bulan lalu tolong dilengkapin, biar besok bisa aku cek," ucap Syila pada Damai yang sedang meletakkan kue-kue di lemari display. Gadis itu terpaksa menghentikan kegiatannya.

"Ng.. iya, Mba." Damai lalu menggerakkan tubuhnya ke arah Ge yang sedang memasukkan biji-biji kopi ke dalam roaster. "Mas Ge, kata Mba Syila rekap notanya dilengkapin ya. Besok mau dicek." Lelaki berkacamata itu hanya berdehem mengiyakan.

"Iya katanya, Mba," ujar Damai beralih kembali pada Syila yang sedang duduk bekerja dengan laptopnya tak jauh dari mereka. Syila hanya mengangkat jempolnya tinggi membuat Damai menggeleng-gelengkan kepalanya. Gadis itu merasa sedikit bingung dengan tingkah Syila dan Ge yang menurutnya terlihat seperti anak yang lebih kecil dari dirinya.

Pikiran Syila kacau. Ia masih memikirkan Amanda. Ingin rasanya ia bertanya pada Ge apa yang terjadi semalam ketika Ge mengejar gadis itu. Apakah Ge berhasil meredakan amarah Manda? Apakah mereka putus? Ah, semoga saja hal buruk itu tidak terjadi, batin Syila. Tiba-tiba saja keinginannya untuk bertemu Amanda menjadi semakin kuat. Ia ingin segera menceritakan yang sebenar-benarnya tentang kejadian semalam. Tapi apa Amanda mau bertemu dengan Syila?

Tepat setelah menunaikan shalat Maghrib, Syila buru-buru mengemasi barang-barangnya lalu pergi melajukan motor matic kesayangannya menuju kantor Amanda. Ia hanya sempat berpamitan pada Ben dan mengatakan untuk pulang terlebih dahulu. Gadis itu berniat untuk menemui Amanda dan menceritakan semuanya. Syila sengaja tidak menelpon atau mengirim pesan terlebih dahulu. Tentu saja, kalau dikabari duluan bisa-bisa Amanda menolak keras untuk bertemu.

Sesampainya di Bank Sentra Nasional, tempat Amanda bekerja, Syila langsung memarkir motornya di halaman depan dan menunggu Amanda di sana. Tak lama kemudian sosok yang ia tunggu itu pun keluar dari jalan di samping bangunan kantor yang merupakan akses khusus para karyawan di sana. Syila pun melangkah cepat menghampiri Amanda. Gadis itu terlihat sedang berbicara dengan seseorang dengan ponselnya.

"Nda! Manda! Tunggu!" seru gadis itu seraya berlari kecil. Amanda menoleh. Raut wajahnya berubah saat mengenali sosok yang memanggilnya itu. Masih terbayang di benaknya adegan antara Ge dan Syila semalam. Seperti tak menghiraukan, Amanda malah semakin mempercepat langkah kakinya. Namun beruntung, Syila dapat mengejar langkah-langkahnya yang panjang itu. Seketika Syila pun meraih tangan Amanda dan menahan gadis itu untuk berhenti.

"Manda, please! Gue pengen ngomong," cetus Syila sambil terisak. Matanya menatap Amanda lekat-lekat. Ia belum pernah melihat Amanda bersikap seperti ini. Gadis itu terlihat penuh amarah. Mereka memang sudah biasa terlibat perdebatan tapi tak pernah sekalipun berujung pada kemarahan seperti ini.

Amanda menghentikan langkahnya. Gadis itu lalu menghela napas panjang. "Mau ngomong apalagi, Syil?" tuturnya berusaha tenang.

"Manda, please! Gue minta maaf untuk kejadian semalam. Tapi gue sama sekali nggak tau, Nda!  Semua nggak kayak yang lo pikirin. Gue nggak.. gue nggak.." Syila tak mampu meneruskan kalimatnya. Kedua tangannya masih menggenggam erat jemari Amanda.

"Nggak apa? Hah? Nggak sengaja pelukan? Nggak sengaja bikin acara katakan cinta? Udah deh, Syil. Gue tuh bener-bener nggak nyangka ya, lo setega itu sama gue. Dari dulu gue percaya sama kalian tapi kenyataan yang gue terima malah kayak gini. Lagian percuma juga lo mau ngomong apa. Sekarang gue juga udah paham kok, Geraldi itu cintanya sama lo! Bukan sama gue!" Amanda lalu menepis tangan Syila. Emosinya mulai meninggi. Setengah berlari ia kemudian masuk ke dalam taxi online yang tadi dipesannya. Mobil itu kemudian melaju meninggalkan Syila yang hanya bisa berdiri terpaku.

Syila tak kuasa lagi menahan air matanya. Hatinya getir melihat kemarahan Amanda. Baginya, mungkin ini lebih parah dari urusan patah hati karena seorang pria. Ia lalu melangkah gontai menuju motornya.

***

Amanda memandang nanar ke arah kerumunan kendaraan di jalan lewat kaca jendela taxi yang ditumpanginya. Mobil itu melaju pelan menerobos jalanan yang sedikit ramai. Tidak seperti biasanya, kali ini Amanda langsung pulang menuju rumahnya. Ada rasa sesak di hati gadis itu. Kekecewaannya yang dalam memang ia tujukan pada Geraldi—kekasihnya. Lelaki yang ia cintai, tempatnya menaruh harapan yang tinggi tapi ternyata tidak pernah benar-benar membalas cintanya. 

Namun, melihat sosok Syila—gadis yang dicintai kekasihnya itu, perlahan juga menyayat luka di hatinya. Meskipun ia tahu, Syila mungkin saja tidak bersalah dalam kasus ini. Namun, apapun alasannya, mereka berdua berhasil membuat hatinya hancur. Apa yang dilihatnya tadi malam terasa seperti mimpi buruk yang tidak pernah ia harapkan.

Amanda membuka ponselnya. Ada puluhan panggilan tak terjawab dan belasan pesan whatsapp yang masuk. Hampir semuanya dari Ge yang sejak tadi malam berusaha keras menghubunginya. Saat ini ia memang sedang tidak ingin bertemu dengan lelaki itu. Ia juga tidak ingin menerima alasan apapun. Kata-kata Ge pada Syila yang ia dengar malam itu sudah cukup jelas baginya. Tidak ada lagi yang perlu dijelaskan. Semua hanya akan membuatnya semakin sedih. Perlahan air mata mengalir membasahi pipinya. Tuhan seperti ingin menyelamatkan dirinya sebelum semua menjadi terlambat.

Bittersweet Coffee Cake [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang