TIGA PULUH SATU

13.5K 690 32
                                    

Syila masih mematut diri di depan cermin. Berulang kali memutar-mutar tubuhnya untuk memastikan penampilannya hari itu. Kebaya berwarna salem dengan model dress selutut membalut tubuhnya. Rambut panjangnya diurai begitu saja. Beberapa menit kemudian suara mobil menderu terdengar dari luar. Syila bergegas mengintip dari jendela kamarnya dan menemukan mobil SUV hitam yang sudah tidak asing itu berhenti tepat di depan pagar rumahnya. Tak lama kemudian Rinan turun dari mobil tersebut. Kepalanya menengadah ke atas. Ia lalu melambaikan tangannya pada Syila. Gadis itu segera turun untuk menghampiri Rinan.

Rinan tak melepaskan pandangannya pada Syila saat gadis itu muncul di hadapannya. "Kamu cantik," pujinya pelan. Syila hanya tersenyum tipis. Dalam hati ia pun memuji penampilan Rinan hari itu. Kemeja polos lengan panjang berwarna coklat tua dipadukan dengan celana chino berwarna khaki dan sepatu kets hitam memberikan kesan penampilan yang rapi namun tetap casual. Syila belum pernah melihat Rinan berdandan serapi ini.

Setelah berpamitan pada Ayah Syila, mereka pun segera berangkat menuju rumah Amanda. Kurang dari dua jam lagi acara pertunangan tersebut akan segera dimulai. Syila tentu saja tidak ingin datang terlambat. Gadis itu kini memperhatikan Rinan yang sedang menyetir sambil mengetuk-ngetukkan jemarinya di pegangan kemudi mengikuti irama lagu yang mengalun dari speaker mobilnya. Lelaki itu terlihat santai, padahal hari ini adalah hari dimana ia akan bertemu kembali dengan Sherin untuk pertama kalinya setelah insiden enam tahun yang lalu. Syila hampir saja membatalkan janjinya untuk pergi bersama Rinan. Tapi lelaki itu terus meyakinkan Syila bahwa ia akan baik-baik saja. Apalagi ia tidak mungkin tega merusak acara pertunangan Ge dan Amanda.

Tepat satu jam sebelum acara dimulai, Syila dan Rinan akhirnya tiba di depan rumah Amanda. Sudah nampak keramaian terlihat di sana. Beberapa orang berpakaian rapi terlihat sibuk mondar-mandir. Anak-anak kecil berlari-lari di halaman rumah Amanda. Rinan menghela napas pelan setelah memarkirkan mobilnya.

"Yuk!" ajaknya pada Syila lalu mereka berdua pun keluar dari mobil memasuki rumah Amanda. Tepat di pintu masuk rumah, Sherin yang sedang menggendong buah hatinya tersenyum menyambut Syila. Rinan yang berdiri di samping Syila saat itu refleks menggapai dan menggenggam jemari gadis itu. Ia seperti ingin mencari sumber kekuatannya. Syila yang menyadari hal tersebut berusaha menenangkan Rinan dengan membalas genggaman tersebut dengan erat.

"Akhirnya bisa ketemu langsung sama Syila," sapa Sherin ramah sambil mengulurkan pipi untuk bercipika-cipiki. Sebelah tangannya masih tampak repot menggendong bayinya. Sherin tampak cantik dengan balutan dress berbahan satin brokat berwarna abu-abu. Syila memandangi kedua bola matanya yang indah dan senyumnya yang menawan. Make up tipis di wajahnya menambah kesempurnaan pahatan Sang Maha Kuasa. Dalam hati kecilnya Syila pun tak ragu untuk mengagumi wanita itu.

"Kak, dedenya lucu banget!" seru Syila sambil mengelus pipi bayi perempuan dalam gendongan Sherin. Ia tampak tertidur pulas dalam dekapan ibunya.

"Makasih aunty," balas Sherin.

"Aku boleh ke kamarnya Manda?"

"Oh iya, masuk aja Syil. Manda masih dandan tuh, tapi bentar lagi juga kelar sih kayaknya."

Perlahan Syila merenggangkan genggaman Rinan yang sedari tadi hanya berdiri terpaku. Ia menatap lelaki itu dengan tatapan yang seolah berkata, "Take your time," lalu pamit untuk melihat Amanda.

Sejenak keheningan menerpa. Rinan tak memungkiri ada begitu banyak memori masa lalu yang berkelebat di pikirannya saat melihat Sherin. Tak banyak yang berubah dalam diri wanita itu. Senyumnya, gerak-geriknya bahkan caranya berbicara semua tampak masih seperti dulu. Ia hanya terlihat lebih dewasa dan keibuan. Entah dari mana datangnya kekuatan yang menaungi hati Rinan kini hingga ia masih berdiri dengan perasaan yang baik-baik saja. Ia memperhatikan gerak-gerik wanita yang sedang menyerahkan bayi dalam gendongannya kepada seorang ibu-ibu paruh baya dan meminta untuk menidurkan bayinya di dalam kamar.

"Apa kabar Rinan?" tanya Sherin memecah keheningan membuat Rinan sedikit terhenyak karena Sherin mengenalinya.

"Sher," ucapnya lirih.

"Akhirnya kita ketemu lagi. Dunia emang kecil banget ya," kata Sherin ringan lalu tersenyum.

"Sher kamu.." Rinan tak meneruskan kalimatnya.

"Iya, aku masih inget kok sama kamu. Kamu menjadi bagian yang tidak hilang dari ingatanku," ucap Sherin lalu mendesah. "Tapi saat itu aku nggak punya pilihan lagi. Aku nggak bisa melawan orang tuaku, Nan. Aku memang harus pergi. Aku hancur. Tapi aku berusaha untuk bangkit. Meski saat itu tanpa kamu aku sulit. Aku sengaja nggak pernah hubungi kamu, karena aku pun pengen kamu untuk bangkit. Sekarang kita udah punya kehidupan kita masing-masing. Aku yakin kamu bisa bahagia sama Syila, seperti aku yang bahagia bersama suami dan anakku." Sherin menutup kalimatnya sambil menepuk bahu Rinan pelan. Tak lama seorang lelaki berpakaian senada dengan Sherin datang menghampiri. Ia lalu memberi kode kepada Sherin untuk segera bersiap karena Ge dan keluarganya sudah datang, lelaki itu lalu tersenyum kepada Rinan.

Rinan hanya termangu mendengar kalimat demi kalimat yang meluncur dari bibir Sherin tadi. Lelaki itu hanya mampu menelan salivanya. Ia ingin berkata tapi lidahnya kelu hingga seseorang menegurnya untuk duduk di kursi tamu karena acara pertunangan Ge dan Amanda akan segera dimulai.

Acara berlangsung dengan khidmat. Semua orang terlihat bahagia dan penuh syukur kecuali Rinan. Ia bukan tidak bahagia, tapi pikirannya melayang mengingat pembicaraan singkatnya bersama Sherin tadi. Memang benar, ada bagian dari masa lalu yang memang tidak harus menjadi masa depan.

Rinan terkesiap ketika Syila menggamit lengannya, mengajaknya untuk berfoto bersama Ge dan Amanda. Kedua lelaki itu berpelukan sebentar, ada pesan yang tersirat dari pandangan Ge. Ia mempercayakan Syila pada Rinan, membuat lelaki itu semakin yakin untuk mengambil keputusan. Ketika acara selesai, Syila dan Rinan pun berpamitan pulang. 

"Tadi ngobrol apa sama Kak Sherin?" tanya Syila saat mereka sampai di depan pagar rumahnya.

"Sherin ternyata inget sama aku, Syil," jawab Rinan singkat membuat Syila terhenyak.

"Tapi aku yakin itu nggak membuat aku terseret lagi ke masa lalu. Aku mungkin pernah bodoh karena masih terbawa perasaan dan memikirkan apa yang dulu pernah terjadi. Tapi kali ini aku nggak mau jadi bodoh untuk yang kedua kalinya karena melepaskan seorang wanita baik hati, yang lebih sibuk memikirkan orang lain daripada dirinya sendiri, si pecinta kue manis sekaligus chef handal bernama Arsyila Mayza Harun." Rinan berkata tegas sambil menatap kedua bola mata Syila membuat semburat kemerahan tampak di pipi gadis itu.

"Jadi sekarang," kata Rinan lalu berhenti sejenak menghela napasnya. "Aku mau nanya sama kamu. Would you be my girl? My fiance, my wife and my everything?"

Syila hampir tak percaya dengan kata-kata yang meluncur dari mulut Rinan tadi. Ada perasaan bahagia sekaligus bimbang di hatinya. Gadis itu tak tahu harus memberi jawaban apa.

Seolah mengerti isi hati Syila, Rinan lalu menggenggam dan membawa jemari gadis itu ke depan dadanya.

"Ayah kamu adalah kebahagiaan kamu. Dan aku nggak mau ngurangin kebahagiaan yang udah kamu punya itu, justru aku akan terus nambahin. You two will never be apart. I promise you."

Air mata perlahan jatuh ke pipi Syila. Ia benar-benar bersyukur atas rasa bahagia yang ia rasakan saat ini. Gadis itu hanya mampu mengangguk dan tersenyum pada Rinan lalu menghempaskan tubuhnya ke dalam pelukan lelaki itu.

--THE END--

***

Alhamdulillah.. cerita ini tamat sampai di sini ya teman-teman.
Terima kasih banyak untuk kalian yg selalu support lewat komen dan vote.
Jujur, jeda waktu yang lama dalam penulisan cerita ini membuatku sedikit kehilangan mood bahkan di tengah penulisannya cerita ini sudah berkali-kali ganti ide. Tapi aku hampir nggak percaya kalau ceritaku sampai saat ini views nya bisa tembus hingga 45K 😭😭😭
Karena itulah, melihat antusias kalian yg luar biasa utk novel perdanaku di wp ini, membuatku bertekad untuk bisa menyelesaikannya. Apa yg sudah aku mulai harus bisa aku akhiri, ya nggak sih? 😁
Jadiii.. mohon maaf ya jika banyak sekali plot hole dalam cerita ini. Aku tau pasti banyak 'kok gini kok gitu' juga di pikiran kalian 😅 Saat ini ku juga masih dalam tahap belajar menuangkan ide cerita ke dalam tulisan.
Insya Allah, semoga setelah ini keseluruhan isi cerita bisa aku revisi menjadi lebih baik lagi. Aamiin.
Di bulan Ramadhan ini aku off di wp dulu yaa.. biar bisa lebih khusyuk dalam beribadah. 
Jadii.. sampai jumpa di cerita berikutnya! ❤️❤️❤️

Bittersweet Coffee Cake [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang