Jungkook tengah duduk termenung di sofa ruang kerjanya. Kepala dan punggungnya bersandar pada sandaran sofa. Beberapa kali menghela nafas berat-memikirkan hidupnya yang terasa semakin berat. Setiap hari tidak pernah ada bagian untuk ia bernafas dengan tenang. Setiap detik hidupnya selalu saja terancam. Ia sendiri tidak mengerti kenapa hidupnya seberat ini. Ia tidak tau kenapa kematian selalu mengintainya. Ia tidak tau alasan kenapa begitu banyak orang yang berniat membunuh dan menginginkan kematiannya. Jika itu hanya karena sebuah harta kekayaan yang dimilikinya Jungkook rasa ia tidak masalah untuk memberikannya. Setidaknya dengan itu hidupnya akan tenang.
Tok! Tok! Tok!
Seseorang mengetuk pintu dari luar sana sebelum suara pintu terbuka dan kembali tertutup terdengar, lalu dilanjutkan dengan suara langkah kaki mendekat.
"Aku rasa Mingyu menyuruhnya untuk melukaimu karena ini" ujar Yoongi seraya menyodorkan sebuah amplop surat berwarna coklat tepat ke depan wajah Jungkook.
Jungkook yang melihat itu hanya menatap kesal setengah bingung ke arah Yoongi sebelum menerimanya.
"Apa ini?" tanya Jungkook seraya menggerakkan tangannya membuka amplop. Ia mengambil beberapa lembar kertas HVS yang ada didalamnya dan mulai membacanya. Terlihat kentara sekali jika raut wajah Jungkook berubah serius saat ia membaca rangkain kata yang terdapat pada kertas HVS.
"Mereka mengirimkannya tadi siang ke kantor dan aku baru diberi tau sore tadi oleh sekretaris Kim. Aku rasa ini juga alasan Kim Kang Woo ingin membunuhmu" kata Yoongi seraya mendudukan dirinya di sofa samping Jungkook. Ia menatap lelaki kelinci yang tampak furstasi itu dengan kasihan. Ia tau, hidup dalam keluargaa Jeon memang tidak semudah itu dan ia merutuki dirinya sendiri yang harus terjerat dalam beratnya hidup dalam keluarga Jeon.
"Sialan!" umpat Jungkook setelah ia selesai membaca dengan tangannya yang terkepal kuat. Jadi kali ini karena pembagian saham? Mereka berdua ingin membunuhnya hanya karena ia mendapatkan 40 persen dari 100 persen sedangkan mereka berdua mendapatkan 20 persen?
"Berikan 40 persen itu pada mereka, Hyung. Aku tidak butuh!" ujar Jungkook seraya memberikan kertas beserta amplop yang dipegangnya pada Yoongi. Namun pergerakannya terhenti ketika melihat Yoongi yang tampak tengah memikirkan sesuatu.
"ada apa, Hyung? ada yang ingin kamu katakan lagi?" Jungkook bertanya dengan nada kesal yang masih tersisa.
Yoongi terdiam. Ia hanya penasaran dengan siapa sebenarnya seorang Jimin. Tadi setelah ia mengantar Jungkook dan Jimin makan siang, ia langsung pergi ke kantor polisi-meminta polisi untuk mencari identitas dengan nama Park Jimin. Namun tidak ada data dari Park Jimin yang lahir di Busan seperti yang di tulis Jungkook. Adapun Park Jimin yang lahir di Bundang dan itupun seorang perempuan kelahiran 90an dan sudah meninggal beberapa tahun yang lalu karena kanker. Membuat semuanya jelas jika tulisan Jungkook semuanya adalah karangan. Dan untuk Jimin.. Yoongi masih tidak mengerti siapa lelaki cantik itu dan dari mana asalnya. Tapi, bisa saja Jimin adalah seorang warga ilegal yang kebetulan bertemu dan berteman dengan Jungkook.
"Yasudah, aku akan ke kamarku" Melihat Yoongi yang tak kunjung membuka suara Jungkook beranjak dari duduknya. Setelahnya melangkah pergi dari sana meninggalkan Yoongi yang hanya bisa menghela nafas seraya mengacak rambutnya frustasi.
🐤
Langkah pelan Jungkook membawa lelaki bongsor itu menuju kamarnya yang berjarak tiga ruangan dari ruang kerjanya. Begitu Jungkook membuka pintunya ia langsung disambut oleh sebuah bantal yang terlempar tepat mengenai wajahnya.
Jungkook mengepalkan tangannya kuat dengan kedua mata yang terpejam-merasa emosinya mulai memuncak. "Hahaha..!!" namun suara tawa itu membuat emosi Jungkook menguap entah kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity Bubbles | KOOKMIN
FanfictionMenurut Jeon Jungkook dia adalah orang tersial dan Park Jimin adalah salah satu kesialan terindah yang pernah didapatnya.