33. Take It or Leave It

614 67 19
                                    

Hai guys!

Long time no see ya!

Let's check it out!

Jangan lupa vote and comment yaaa!

😘













Ctik.

Sehun berjengit ketika mendengar bagaimana batang bonsai baru saja dipotong oleh ayah Ahra. Peluh mulai membanjiri pelipisnya, rasa gugup jauh lebih terasa dibandingkan saat ia harus berdiri di panggung konser EXO.

Menari di depan ribuan penonton benar-benar tidak ada apa-apanya.

"Jadi," Ayah Ahra berbalik, memandang Sehun yang masih berdiri tegap di belakangnya. "Siapa namamu tadi?"

"Ye?" Sehun mengangkat wajahnya, mulai merasa kecil.

Namaku saja tidak diingat. Padahal aku sudah memperkenalkan diri.

Sehun mengeluh.

"Oh Sehun, Pak," jawab Sehun sopan.

"Mian. Tidak bermaksud apa-apa," ujar Ayah Ahra.

Pria paruh baya itu mengangkat gunting tanamannya lagi, kemudian kini mengarahkan ke cabang bonsai yang sudah agak panjang.

Ctik!

Sehun sedikit merepet, ngeri dengan ekspresi datar Ayah Ahra dan juga gunting yang dipegang.

"Sehari-hari aku terlalu banyak menghadapi mahasiswa, jadi, sedikit sulit mengingat nama," ucap Ayah Ahra.

"Ah, ne," Sehun mengangguk.

"Jadi, kau berkencan dengan putriku?"

"Ne,"

"Dan kau juga bekerja satu grup dengan Junmyeon?"

"Ne,"

"Apa tidak berlebihan kalau melakukan ini?"

"Ye?" Sehun terbelalak, memandang Ayah Ahra.

"Duduk dulu, Sehun-ssi," ucap Ayah Ahra, lalu langsung duduk di kursi di belakang rumah.

Sehun berdiam diri, namun akhirnya ia mengikuti Ayah Ahra, duduk di sana. Diam-diam, Sehun mengamati wajah Ayah Ahra. Profesor Bae tampak berkarisma, walaupun terlihat sudah tua, dengan uban yang menghiasi rambutnya. Benar-benar berbeda dengan wajah Ahra yang kekanakan.

"Minumlah, teh buatan istriku enak," saran Ayah Ahra. "Dia juga pintar memanggang kue,"

Ayah Ahra tersenyum, kemudian menyodorkan piring berisi kue kering panggang rumahan buatan Ibu Ahra. Profesor Bae meminta Sehun untuk menikmatinya. Sehun pun mengambilnya, menggigitnya dan matanya berbinar.

Rasanya...benar. Enak sekali.

"Enak bukan?" tanya Ayah Ahra, ketika melihat ekspresi cerah Sehun.

Malu, Sehun mengangguk, mengakui kue buatan Ibu Ahra yang benar-benar enak.

"Ne, enak sekali,"

Mereka diam untuk sesaat, hanya sama-sama menikmati teh dan juga kue kering. Sembari menikmati pemandangan halaman belakang rumah Ahra yang begitu asri. Disertai juga dengan suara aliran air dan juga bunyi kecipak ikan yang berasal dari kolam batu alami yang ada di sudut taman.

Too Much DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang