Setelah mengantar Mary pulang ke rumahnya, Giarvin yang sedang mengemudi menelepon Neneknya dengan telepon mobilnya. Memang mobil Giarvin memiliki banyak sekali fitur-fitur canggih, termasuk telepon mobil yang bisa dikatakan umum dikalangan mobil mewah.
"Gran, Gia tidak kembali ke Yayasan ya. Hari ini lelah sekali. Aku ingin langsung pulang dan tidur saja" ujar Giarvin seraya memegang tengkuk lehernya yang terasa nyeri.
Nenek Carina mengerti kalau jadwal Cucu kesayangannya itu amat padat. Sehingga tidak heran bila Giarvin semudah itu merasa lelah. Ia sendiri juga merasa sedikit bersalah karena mengganggu aktifitas Cucunya itu demi keinginan sepele dirinya sendiri.
"It's okay, My Dear. Kamu bisa istirahat langsung, tidak perlu kembali ke Yayasan. Granny sangat mengerti. I also want to say sorry to you, Dear... Karena sudah mengganggu aktifitas pekerjaanmu hari ini hanya demi keinginanku. Granny janji tidak akan terulang lagi, Okay ?" ucap sang Nenek dengan lembut.
Giarvin tertawa kecil dan mengatakan kepada Neneknya untuk tidak khawatir. Ia juga bilang kalau Ia tidak masalah diganggu oleh Neneknya. Karena hal seperti itu malah memperlihatkan kalau Neneknya masih sangat membutuhkannya. Dan itu membuat Giarvin merasa senang.
Percakapan di telepon itu terhenti setelah Giarvin menutup sambungan teleponnya setelah percakapan selesai. Mobil yang dikemudikannya melaju lebih cepat dari sebelumnya dan Ia berharap kalau ia bisa segera sampai di rumahnya. Jalan panjang yang lumayan sepi itu ditempuhnya dengan kecepatan normal. Berkilo-kilo meter di tempuh hingga akhirnya sampailah Ia di rumahnya sendiri.
"Hari yang cukup melelahkan..." Giarvin bergumam sendiri.
Dibukanya gerbang pintu rumah dan Ia pun memarkirkan mobilnya di garasi yang cukup untuk dua mobil itu. Lalu, Ia segera melangkah masuk ke dalam rumahnya. Setelah lampu-lampu di beberapa ruangan dinyalakan, Giarvin melemparkan dirinya terduduk di sofa berwarna krem dan bersandar sejenak disana.
"Mary..."
Kata-kata itu terlontar begitu saja dari bibir kecil Giarvin. Ia tidak sadar mengatakannya dan bertanya-tanya kenapa nama Mary bisa tiba-tiba di ucapkan olehnya seperti itu. Apakah benar Giarvin menaruh ketertarikan pada Mary yang cantik nan lembut itu? Giarvin memukul pelan keningnya untuk menghilangkan nama 'Mary' dari pikirannya. Tak lama setelahnya, Giarvin yang memang sudah sangat kelelahan itu langsung memejamkan mata dan terlelap di sofa yang empuk itu.
...
Di pagi yang cerah, terlihat dua anak laki-laki sedang bermain dengan gembira di halaman sebuah rumah yang luas. Kemudian salah seorang anak itu terjatuh ketika berlari-lari gembira disana. Seorang anak laki-laki lainnya datang menghampiri anak yang jatuh itu. Anak laki-laki yang datang menghampiri itu adalah Giarvin.
Lalu...
Giarvin bertanya kepadanya...
"Hei! Kamu tidak apa-apa? Apakah Kamu terluka?"
Anak laki-laki dengan wajah yang bercahaya yang kini terduduk di rerumputan hijau itu menggelengkan kepalanya dan menengadahkan kepalanya memandangi wajah Giarvin. Dari napas yang terengah-engah, Anak laki-laki itu terlihat kelelahan dan lemah. Kemudian anak laki-laki yang terjatuh tadi mengulurkan tangannya kepada Giarvin yang tengah berdiri di dekatnya, berharap Giarvin membantunya berdiri. Giarvin yang tengah berdiri tersenyum dan mulai mengulurkan tangannya untuk membantu anak laki-laki yang terjatuh tadi.
"Georgie... terima kasih sudah bersedia membantuku." Ucap bocah laki-laki yang terjatuh itu.
Baru saja kedua tangan saling menggenggam, seseorang datang menghampiri mereka dan menepis tangan itu. Sehingga kedua bocah laki-laki itu terjatuh. Sosok yang menepis tangan kedua bocah itu dilihat sebagai sosok seorang wanita oleh Giarvin. Namun lagi-lagi wajahnya tidak dapat di kenali karena terangnya cahaya di wajah wanita itu, persis seperti cahaya yang menutupi wajah anak laki-laki yang kerap bermain bersama Giarvin.
Kemudian...
Wanita yang datang dan menepis tangan mereka mendekap dan menggendong Giarvin menjauh dari anak yang terjatuh tadi. Giarvin mulai menangis dan berusaha menggapai tangan anak laki-laki itu yang terus mengulurkan tangan ke arahnya. Anak laki-laki itupun menangis dan berteriak memanggil namanya.
"Georgie!!! Georgie!!!"
Giarvin juga membuka sedikit bibir mungilnya, seperti berusaha memanggil nama anak laki-laki itu. Namun sebagaimanapun dia berusaha, seolah selalu ada sebuah penghalang yang menutupi ingatannya untuk mengingat nama anak-laki-laki itu. Setelah cukup jauh, Giarvin dapat melihat ada sepasang manusia dewasa yang berlari menghampiri anak laki-laki yang tengah menangis memanggil Giarvin. Kemudian Giarvin yang tengah di gendong itu berteriak kepada anak laki-laki yang terlihat semakin kecil karena jarak yang semakin jauh.
"Aku pasti akan kembali!"
...
Kembali terulang, Giarvin terbangun dari mimpi dengan keringat bercucuran membasahi tubuhnya. Setiap tetes keringat yang jatuh mengalir seakan membawa bulu roma untuk berdiri.
"Ah sial! Mimpi itu lagi!" Maki Giarvin pada mimpi buruk yang baru saja mengunjunginya.
Giarvin berjalan ke arah kamar mandi di kamarnya. Dua lembar tissue di ambilnya untuk menyeka keringat yang ada di wajahnya.
"Shit ! Keringat yang keluar banyak sekali?! Tapi bagus juga, Aku tidak perlu lelah berolahraga besok." Ia berkelakar dan tertawa sendiri.
Kemudian Giarvin melangkahkan kakinya, berjalan ke arah cermin yang terpasang di dinding dekat dengan wastafel. Ia mulai memandangi wajahnya dengan seksama.
"Siapa dirimu? Kenapa selalu muncul di dalam mimpiku? Apa yang hendak kau sampaikan padaku?"
Giarvin berbicara sendiri dan tetap memandangi wajahnya melalui cermin dengan lekat. Ia kemudian menundukan kepalanya dan memejamkan kedua matanya sejenak sebelum akhirnya ia membuka sepasang mata indah berwarna cokelat tua itu.
"Kenapa Aku tidak bisa lihat wajah setiap orang di mimpiku? Kenapa semuanya tidak kukenal? Tapi semua orang di mimpiku dapat mengenaliku seolah mereka adalah orang-orang dekat yang kukenal. Ini sungguh aneh." Dengan wajah tertunduk dan sorot mata yang memandang ke arah keran air di wastafel Ia bergumam sendiri.
Helaan napas teratur berusaha dilakukan oleh Giarvin, yang sebelumnya sempat tidak teratur dan condong memburu akibat mimpi buruk yang baru saja di alaminya.
"Apakah ada suatu kejadian yang pernah terjadi, namun tidak dapat kuingat? " batin Giarvin mulai berbicara sendiri dengan menerka-nerka.
Sorot pandangnya pun kembali terpaku pada wajah yang terpapar di cermin. Sepasang mata dipicingkan, menatap penuh telisik.
"Lalu... Siapa itu Georgie? Apakah itu... Aku?"
...
Writer : Evelyn A Chandra
KAMU SEDANG MEMBACA
One Love For 10,000 Years
RomanceSekuel dari Happiness For 10,000 Years *Happiness For 10,000 Years 2* Pernikahan yang seharusnya membawa kebahagiaan malah tidak terasa bahagia. Mary dilanda rasa bersalah dan menyadari bahwa pilihannya salah. Setelah kematian Alec, melalui sedikitn...