Matahari tenggelam sudah, rembulan pun muncul menyinari gelapnya malam hari. Mary menyelesaikan tugasnya dengan baik seperti biasanya, menyisakan rasa lelah, namun juga rasa gembira setiap selesai membantu mengurus para lansia disini. Kini Ia tengah bersiap-siap untuk pulang, berkumpul dengan putri tercintanya di rumahnya yang kecil itu.
"Sampai jumpa besok, Mary! Aku duluan ya, bye !" pamit salah satu temannya, Lulu, yang juga bekerja di yayasan.
Mary pun membalas temannya yang berpamitan dengan lambaian tangan dan senyum. Setelah bersiap, Mary menjinjing tasnya dan melangkahkan kaki keluar dari ruang loker tempatnya biasa meletakkan barang-barang bawaannya ke tempat kerja. Mary berjalan menyusuri koridor menuju gerbang, berniat menunggu kendaraan umum di halte depan yang tak begitu jauh dari yayasan. Sebelum akhirnya ia dipanggil oleh seseorang di belakangnya.
"Mer!"
Mary menoleh dan melihat Kennett yang setengah berteriak memanggilnya dari ujung koridor. Kennett melambaikan tangan kemudian berlari menghampiri Mary.
"Hei Kamu!" sapa Kennett sesaat setelah ia tiba di hadapan Mary.
Mary tersenyum dan menanyakan apakah ada tugas atau ada sesuatu yang lupa dikerjakannya sehingga Kennett memanggilnya. Kennett menggelengkan kepala dan mengatakan kalau ia berniat mengantar Mary untuk pulang ke rumahnya. Kennett kebetulan membawa kendaraan pribadinya.
"Kurasa lebih baik kamu tidak mengantarku pulang. Rutemu dan rute menuju rumahku berbeda. Aku tidak ingin merepotkanmu." Mary menolak halus.
Namun Kennett bersikeras kalau itu semua bukan masalah baginya dan memang ia mau mengantarkan Mary karena tak mau Mary pulang dengan kendaraan umum di malam hari. Mengingat kendaraan umum bisa menjadi area berbahaya bagi perempuan di malam hari. Untuk sejenak Mary mempertimbangkan tawaran Kennett. Dengan diantar, Kennett ia juga jadi bisa berhemat ongkos untuk kendaraan umum tersebut. Mary berpikir rasanya ia lebih baik menerima tawaran Kennett.
"Kalau begitu baikla-"
Baru saja hendak menerima tawaran dari Kennett, seseorang memanggil Mary dari jarak yang cukup jauh.
"Eh?" Mary tertoleh ke belakang.
Sosok rupawan dengan rambut panjang sebahu yang di ikat asal tengah berjalan menghampirinya. Siapa dia? Tentu saja ia adalah Giarvin. Kennett pun melihat orang yang memanggil Mary itu. Setelah menyusuri koridor, Giarvin sampai di hadapan Mary.
"Hai, Mer!" sapa Giarvin, di barengi dengan melepas kacamata aviator coklat yang dipakainya.
Kennett mundur selangkah, memberi ruang bagi keduanya berbicara. Melalui sela rambut Mary, Giarvin melirik ke belakang tubuh Mary dan melihat Kennett berdiri disana.
"Hai juga untukmu yang di belakang sana." sapa Giarvin dengan ramah.
Kennett membalasnya dengan senyum ramah dan sapaan singkat.
"Hai."
Melihat temannya itu ada disana, Kennett berkelakar kalau orang yang tadi siang di bicarakan olehnya dan Mary benar-benar muncul. Dan bukan Giarvin namanya kalau tidak menanggapi itu.
"Eh tunggu-tunggu! Kalian membicarakan aku? Wah... ternyata aku sebegitu populernya ya. Aku baru tahu dan baru memastikan itu hari ini." candanya dengan tawa menggoda.
Mary menatap Giarvin sejenak dan tertawa bersamanya. Kemudian Kennett mengatakan kalau ia dan Mary hanya sedang membicarakan Nenek Carina hingga akhirnya Giarvin terbawa-bawa dalam obrolan mereka. Kennett mengatakan kalau Mary adalah salah satu pegawai yang rajin di yayasan ini, pada Giarvin. Sedang Giarvin mengangguk-angguk tanda mengerti namun tak berbicara apapun sampai ia teringat tujuannya datang kemari.
"Ah iya! Ada yang ingin Aku tanyakan padamu tentang kesepakatan kita tadi pagi. Bisakah kita bicara sebentar?" ujar Giarvin dengan wajah yang sumringah.
Tangan Giarvin menggenggam tangan Mary secara tak sadar. Giarvin berniat menarik Mary pergi disaat Mary hendak bertanya kemana mereka akan pergi. Giarvin hanya menjawab kalau ia akan menanyakan kesepakatan itu di mobil sambil mengantarkan Mary pulang.
"Oh iya! Kupinjam dulu ya bawahanmu. Bye !" izin Giarvin yang langsung menarik Mary meninggalkan tempat itu setelah mengucapkannya.
Kennett menghelakan napasnya sesaat setelah Giarvin menarik Mary pergi dari hadapannya. Mary yang tidak diberi kesempatan untuk pamit dengan Kennett beberapa kali menoleh ke belakang seolah ingin mengatakan 'Maaf hari ini Aku harus menolak tawaranmu... mungkin besok?' seperti itulah isyarat wajah dan bibir yang ditangkap oleh Kennett. Senyuman Kennett kembali terlihat dan mulai menggerakan bibirnya tanpa suara yang maksudnya 'Tidak masalah' yang segera di mengerti oleh Mary juga. Balasan dari Mary hanya merupakan senyuman. Giarvin beberapa kali menoleh ke arah Mary, namun seakan tak peduli, ia tetap menarik Mary untuk tetap ikut bersamanya.
Sesampainya di mobil Giarvin yang terparkir rapi berjajar diantara mobil lainnya, Giarvin terhenti setelah menyadari kalau kunci mobil yang biasanya di letakkannya di kantong celananya menghilang, Giarvin yang panik berusaha tetap tenang dan mengatakannya pelan-pelan pada Mary.
"Umm... Mer, sepertinya kunci mobilku hilang. Mungkin terjatuh di sekitar yayasan ini. Entah dimana. Mungkin terjatuh saat aku berlari menghampirimu tadi." jelas Giarvin dengan hati-hati.
Mary meletakkan jemari tangan kanannya di dahinya sendiri dan menggelengkan kepalanya.
"Kamu itu sungguh ceroboh ternyata! Kamu persis seperti..." kata-kata Mary terhenti sampai disana.
Giarvin menatap wajah Mary yang berubah menjadi termenung setelah mengucapkan kata-kata yang tak terucap itu. Giarvin menebak dalam hati kalau orang yang dimaksud Mary adalah orang yang di gadang-gadang mirip dengan dirinya oleh Mary. Giarvin mengalihkan perhatian Mary dengan berpura-pura menangis seperti anak kecil. Segera setelah melihatnya bertingkah konyol, Mary pun tertawa dibuatnya.
"Apa yang salah denganmu, Gia?" Mary bertanya seraya terkekeh melihat tingkahnya.
Giarvin tersenyum puas melihat dirinya berhasil membuat Mary tertawa.
"Kamu sangat manis tertawa seperti itu... senyumanmu lebih indah dari matahari yang terbenam saat ini." ujar Giarvin, diiringi dengan senyuman yang terpampang di wajahnya.
Bukannya bahagia mendengar pujian dari Giarvin, kini Mary malah menitikan air mata. Air mata penuh akan kerinduan... kerinduan yang begitu dalam yang seolah berlomba-lomba menyeruak keluar dari perasaan yang selama ini dipendam Mary. Pujian yang baru saja terucap itu persis seperti pujian dari Alec kepada Mary tepat sebelum Alec memejamkan mata untuk selamanya di rumah pinggir pantai.
"Eh Eh?! Kenapa malah menangis? Kamu ini tidak suka dipuji ya?" Giarvin panik melihat Mary demikian tersedu-sedu.
Tak tahu harus apa, Giarvin meraih tubuh Mary dan mendekap dalam pelukannya.
"Jangan menangis... Aku janji tidak akan membuatmu menangis lagi, jadi tenanglah. Okay?"
Dalam dekapan hangat tubuh Giarvin, Mary menumpahkan semua emosinya. Pelukan erat tak ayal dilakukan Mary.
Ketika keduanya sedang berpelukan seperti itu, Kennett yang baru saja hendak mencari letak mobilnya di lahan parkir untuk bergegas pulang ke rumahnya melihat Mary dan Giarvin dalam posisi berpelukan, dimana Mary menangis tersedu-sedu dalam pelukan erat Giarvin.
"Kukira mereka sudah tidak ada di yayasan..."
Sekelebat perasaan kesal menyelimuti diri Kennett. Kendati demikian, Kennett masih berusaha tenang. Ia pun mengurungkan niatnya untuk pulang dan memilih menunggu Giarvin dan Mary meninggalkan yayasan. Kennett melangkah kembali menuju yayasan, meninggalkan apa yang dilihatnya saat ini.
...
Writer : Evelyn A Chandra
KAMU SEDANG MEMBACA
One Love For 10,000 Years
RomanceSekuel dari Happiness For 10,000 Years *Happiness For 10,000 Years 2* Pernikahan yang seharusnya membawa kebahagiaan malah tidak terasa bahagia. Mary dilanda rasa bersalah dan menyadari bahwa pilihannya salah. Setelah kematian Alec, melalui sedikitn...