Chapter 3 : First Day

19 6 5
                                    

Ketika Mary membalikkan tubuhnya untuk melihat seseorang yang memanggilnya, nampaklah seorang nenek yang terduduk di kursi roda.

"Iya, Nek?"

Nenek itu tersenyum ramah dan bertanya pada Mary, bila Mary mengingat dirinya...

"Nak, masih ingat Nenek?" tanya sang Nenek.

Mary mengerutkan alisnya dan berusaha mengingat. Seketika Mary teringat tepat setelah Nenek itu memperlihatkan sebuah botol hias. Mary tersenyum seraya berjongkok dengan hati-hati agar seragam yang di pakainya tidak tersingkap.

"Ada apa, Nek?" tanya Mary dengan lembut.

Nenek itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya pelan.

"Tidak ada apa-apa... hanya tidak menyangka kalau Kau juga pekerja disini. Sebab Aku merasa tidak pernah melihatmu..." ucap Nenek.

Seolah ada sesuatu yang menarik, Nenek itu terus memperhatikan wajah Mary, ia terkesan terkesima akan sesuatu. Merasa diperhatikan seperti itu, Mary menunduk dan kembali menjawab...

"Oh tentu saja Nenek tidak pernah melihat, karena Mary pekerja baru disini." tutur Mary dengan sopan dan lembut.

Si Nenek tersenyum lebar dan kembali bertanya...

"Siapa namamu tadi? Mary?"

Mary mengangguk dan kembali tersenyum.

"Oh indah sekali..."

Merasa tersanjung, Mary hanya menunduk dan kemudian menanggapinya dengan canda...

"Ah Nenek bisa saja!"

Nenek yang duduk di atas kursi roda yang sedikit lusuh itu kembali tersenyum pada Mary.

"Kalaulah boleh, Aku ingin Kau menolongku untuk mendorong kursi roda tua ini kembali ke kamarku... boleh?" pinta si Nenek.

"Oh tentu!"

Segera membantu sang Nenek, Mary bergegas mendorong kursi roda tua yang di duduki oleh sang Nenek. Kursi roda itu berdecit setiap beberapa jengkal sekali.

"Kasihan Nenek ini, Ia sepertinya disia-siakan oleh Anak-anaknya." pikir Mary dalam hati ketika ia melihat kursi roda yang berkarat hampir di setiap sisinya.

Berkat Nenek yang memberi arah jalan, sampailah Mary di kamar Nenek itu yang berada tepat di halaman belakang yayasan tersebut.

"Selamat datang di kamar Nenek! Maaf sekali, ruangan ini berantakan seperti ini... karena kakiku yang tidak lagi dapat kugerakkan, maka Aku sulit melakukan aktifitas, termasuk bersih-bersih." si Nenek berujar seraya tertawa.

Melihat ke sekelilingnya sejenak dan kembali menatap Nenek itu yang sedang merapikan beberapa buku yang tergeletak begitu saja di atas ranjangnya.

"Oh jangan sungkan seperti itu, Nek. Mari... Mary bantu merapikannya." menawarkan bantuan pada Nenek itu.

Satu persatu Mary mengangkat buku-buku yang tergeletak dari ranjang dengan sprai putih itu. Nenek itu menatap Mary yang sedang berbenah dengan tatapan hangat.

"Nak Mary, maafkan Nenek ya... Nenek sungguh merepotkan."

Mary menoleh ke belakang, menatap si Nenek dengan tatapan ceria.

"Jangan sungkan Nek. Lagipula ini memang tugas Mary."

Disaat Mary sedang berbenah, datanglah seorang pengurus wanita lainnya. Pengurus itu membawa sarapan di tangannya, kemudian meletakkannya dengan kasar di atas meja kecil di samping ranjang. Terkejut, Mary menoleh ke belakangnya untuk melihat asal suara yang didengarnya. Kemudian, dengan intonasi tinggi, pengurus itu berujar...

One Love For 10,000 YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang