Chapter 14 : Unknown Feelings

6 3 3
                                    

Terik matahari menyorot kantin kecil di yayasan pada hari itu. Suasana lumayan ramai walau pegawai yayasan tidak banyak, karena kantin yang tidak terlalu besar. Siang itu, Kennett dan Mary makan siang bersama dan mereka menikmati segelas es teh manis yang menyegarkan dikala panasnya udara saat itu. Kennett yang sedang menyeruput teh yang disuguhkan menikmati segarnya teh itu dengan menikmati pemandangan di depannya. Tak lain adalah Mary sebagai pemandangan baginya. Wajah cantik yang ayu kini berada tepat di depannya sungguh pemandangan yang indah. Menyadari ada yang memperhatikannya, Mary menoleh menatap Kennett yang duduk di bangku yang ada di seberangnya. Tapi bukannya mengalihkan pandangan, Kennett malah tersenyum melihat Mary yang tengah memandangnya. Mary pun jadi salah tingkah.

"Apa yang kamu pandang?" tanya Mary dengan sedikit tertunduk.

Kennett hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Mary. Kennett merasakan kalau dirinya mulai tertarik dengan kehadiran Mary di dalam kehidupannya. Walau Ia masih meragukan kalau dirinya telah jatuh hati, tapi ia bisa pastikan kalau sedikit banyak keberadaan Mary berpengaruh pada suasana hatinya. Mary pun jadi terpanggil untuk memandangi teman barunya ini. Kennett memiliki wajah rupawan. Rambut hitam mengkilap dengan style messy fringe membuatnya terlihat semakin rupawan. Ia juga memiliki tubuh yang tinggi. Bila dilihat dari segi penampilan dan wajahnya, tak akan ada yang mengira kalau Kennett sudah berusia lebih dari 30 tahun. Ia memang dewasa, tapi penampilannya menunjukan kalau ia pria yang masih duduk di bangku kuliah.

"Mer... Aku ingin tanya nih..." Kennett membuka obrolan.

Mary yang tertunduk kembali menatap Kennett dan menunggu pertanyaan yang dimaksud. Kennett pun melanjutkan pertanyaannya...

"Kamu itukan masih muda, yang kulihat dari daftar riwayat hidupmu saat melamar... Kamu juga seorang sarjana. Kenapa sih mau kerja di tempat seperti ini?" tanya Kennett dengan penasaran.

Tawa Mary merekah dan ia pun menjawab...

"Ken... Ken... Aku tidak merasa kerja disini harus orang yang sudah berumur. Memangnya tidak boleh masih muda kerja disini? Kamu sendiri juga masih muda, tapi kerja disini bukan?" Mary membalikan pertanyaan kepada Kennett.

Pertanyaan balik Mary membuat Kennett tertawa dan merasa kalau Mary adalah orang yang mudah diajak ngobrol. Mary memang tipe orang yang supel dan mudah dekat dengan teman-teman baru. Itulah mengapa ia bisa bersahabat baik dengan Alec, ketika saat itu Alec memiliki sifat yang sangat pemalu terhadap orang baru, terutama terhadap perempuan.

"Okay... Okay... Kamu bahkan membalikkan pertanyaanku. Biar kujawab pertanyaanmu. Pertama, tentu saja boleh yang muda-muda kerja disini, itu kenapa kamu bekerja disini, bukan begitu? Hanya saja jarang sekali ada orang seusiamu yang mau bekerja mengurus para lansia disini. Yang kedua, Aku sudah tidak muda seperti yang kamu bilang. Aku sudah menjelang tua. Usiaku sudah 34 tahun di tahun ini." jawab Kennett seraya tertawa.

Mary pun ikut tertawa bersama Kennett. Tersisip perasaan bahagia yang tak bisa dimengerti oleh Kennett ketika melihat Mary tertawa bersamanya, namun perasaan itu masih belum bisa dipastikan sebagai perasaan suka. Kennett sendiri masih mengira-ngira.

"Sudah-sudah... mari kita makan, makanannya sudah menjadi dingin karena kita terlalu lama mengobrol." kelakar Mary yang menghentikan tawa Kennett maupun dirinya sendiri untuk sementara.

Lirikan mata dari Kennett tak lepas menatap Mary. Walau tentu saja Kennett melakukannya secara diam-diam. Sampai akhirnya perhatian Kennett terbuyarkan oleh Mary yang tiba-tiba bertanya padanya.

"Ken, salah seorang lansia yang bernama Carina itu sudah lama berada disini?"

Kennett terlihat terdiam dan berpikir sejenak, baru akhirnya menjawab pertanyaan dari Mary tersebut.

"Nenek Carina yang cucunya seorang supermodel itu ya?" tanya Kennett, memastikan kalau tebakannya benar.

Mary mengangguk, tanda kalau Kennett benar.

"Hmm... berapa lama ya... Kukira sekitar lima sampai enam tahun Nenek itu berada disini. Ada apa, Mer?" tanya Kennett kembali.

Mary menggelengkan kepalanya, pertanda kalau memang ia tidak bermaksud apa-apa. Kalau ia hanya sekedar bertanya. Mary kemudian menjelaskan kalau Cucu dari Nenek Carina, Giarvin, sepertinya sangat menyayangi Neneknya sampai meminta Mary untuk membujuk agar Neneknya mau tinggal bersama dirinya. Kennett setuju dan mengatakan kalau cucunya memang sangat menyayangi sang Nenek.

"Nenek itu sangat beruntung bisa mempunyai cucu yang sangat menyayanginya. Aku hanya heran kenapa ia lebih betah tinggal disini ketimbang sama cucunya itu. Apa mungkin karena ia punya banyak teman disini, sedangkan kalau ia tinggal dengan cucunya ia akan sangat kesepian ketika cucunya sedang bekerja? Atau mungkin karena ia tidak mau pindah karena ada kamu, Mer." Kennett asal bicara sambil tertawa.

Mary menepuk bahunya pelan dengan garis tawa di pipinya itu. Mary tadinya berniat bertanya lebih lanjut tentang Nenek Carina dan Giarvin pada Kennett, mengingat kalau Kennett dan Giarvin saling kenal satu sama lain. Tetapi Mary memilih mengurungkan niatnya untuk saat ini. Keduanya melanjutkan makan dan bersiap untuk kembali bekerja, menjalankan tugas mereka masing-masing.

...

Ruangan dengan dekorasi elegant yang menonjolkan warna hitam dan putih, dimana ramai sekali orang berkumpul di dalamnya dengan alat-alat pemotretan profesional sedang menunggu obyek foto mereka.

"Kenapa ganti kostum saja lama sekali? Ini sudah hampir setengah jam, bisa sampai malam kalau begini adanya." gumam salah satu kru yang sedang memegangi kamera di tangannya.

Kemudian yang ditunggu-tunggu oleh mereka datang seraya menjawab kru yang bergumam tadi. Tak lain dan tak bukan adalah Giarvin. Sang obyek foto yang menjadi incaran berbagai perusahaan majalah dan perusahaan produk yang memintanya menjadi model iklan produknya.

"Bisa kupastikan pemotretan ini akan selesai dengan cepat. Karena aku juga ada urusan pada sore ini. Come on ! Let's start this !"

Pemotretan pun dimulai. Jam terbang Giarvin yang sudah cukup tinggi membuatnya handal dalam menjalani profesinya ini. Berbagai gaya dan pose ia lakoni dengan baik. Jarang sekali ada pose mengulang atau pose yang terlihat kaku ketika di potret. Semua terlihat begitu alami dan Giarvin sangat profesional. Selain tampan, setiap gaya memancarkan karismanya yang memikat. Tak heran kalau ia kini sangat terkenal diantara para model lainnya.

Sekitar 3 jam berlalu sudah. Pemotretan pun sudah selesai dengan hasil yang sangat memuaskan. Giarvin kembali mengganti busananya ke pakaian yang ia kenakan saat datang ke lokasi pemotretan tadi. Selesai mengganti pakaian, Giarvin segera bergegas menuju parkiran, tempat mobilnya terparkir disana.

"Aku harus tanya pada Mary apakah ada perkembangan tentang kesepakatan kita tadi pagi." batin Giarvin.

Ia sibuk mencari kunci mobilnya di kantong celana sebelah kanan. Setelah menemukannya, Ia segera menekan remote mobil dan masuk ke dalam mobil mewahnya itu. Dinyalakannya mesin mobil itu. Mobil kini siap melaju, dimana Giarvin malah terdiam dan berpikir dalam hatinya.

"Aku menemui Mary karena hanya ingin tahu kelanjutan kesepakatan tadi pagi, bukan? Seharusnya Aku tidak bertanya secepat ini. Tapi kenapa Aku begitu ingin pergi kesana untuk bertanya padanya?" Giarvin berbicara sendiri di dalam hati.

Giarvin kemudian mematikan mesin mobilnya dan menjadi ragu.

"Ataukah hanya hatiku yang ingin pergi kesana untuk sekedar bertemu dengannya? "


...


Writer : Evelyn A Chandra

One Love For 10,000 YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang