Chapter 11 : Is It Okay?

19 4 12
                                    

Mengetahui fakta kalau ternyata Mary sudah punya anak membuat Nenek Carina sedikit syok. Pasalnya, Mary yang selama ini ia kenal disangka masih lajang. Karena Mary sedikitpun tidak terlihat seperti wanita yang sudah mempunyai anak disisinya.

"Umm... ya... Aku sungguh tidak menyangka ternyata kau sudah punya seorang anak." gumam Nenek Carina.

Ketimbang syok seperti Nenek Carina, Giarvin lebih menganggap ringan fakta itu. Menurutnya tidak ada yang perlu di kagetkan dalam mengetahui fakta seperti itu. Wajar bila seseorang yang masih muda memiliki anak. Apanya yang aneh? Giarvin hanya menatap Nenek Carina dengan senyum simpul.

Mary sendiri hanya tertawa kecil seraya memandang Nenek Carina. Mary menjelaskan bila ia kini hanya merawat anaknya seorang diri sebagai single parent. Mendengar itu, tiba-tiba saja Nenek Carina bergumam dengan nada yang sedikit tinggi, sehingga membuat Mary dan Giarvin terperanjat.

"Kalau begitu tidak apa! Aku tetap merestuinya." Gumam Nenek Carina secara tidak sadar.

Merestui? Giarvin cukup bingung mendengar dan mencernanya. Merestui siapa dengan siapa? Pastilah Mary. Tapi dengan siapa?

"Gran... merestui siapa yang Granny maksud?" tanya Giarvin dengan bingung.

Nenek Carina menoleh dan tertawa kecil. 

"Ada... kau akan mengetahuinya sendiri ketika sudah memilik perasaan di dalam hatimu." ujar Nenek Carina seraya terkekeh.

"Setelah aku memiliki perasaan? Wha-what Are you serious, Gran ? Menurut Granny Aku tidak memiliki perasaan?!" tanya Giarvin dengan wajah terkejutnya yang menampakan sisi polos dirinya.

Mary hanya tertawa disamping mendengar percakapan seorang Nenek dan Cucunya itu.

"Bukan perasaan umum biasa you stupid ! Tapi perasaan lainnya! Ah sudahlah... yang penting aku merestui titik! Ketika kau menyadarinya kau tidak perlu bertanya lagi karena kau sudah dengar pernyataanku hari ini kalau aku 'merestui'. That's All. "

Rambut Giarvin yang rapi diacak olehnya sendiri karena pusing mengartikan kata-kata yang diucapkan oleh Neneknya itu. Mary kembali terkekeh, namun ia kembali teringat kalau ia harus segera kembali untuk Alex, putrinya. Mary pun kembali berpamitan dan berniat langsung pulang ke rumahnya walau hatinya mengatakan hal yang sebaliknya. Ia begitu rindu dan begitu ingin menghabiskan waktu untuk sekedar berbincang dengan Giarvin yang dilihatnya sebagai sosok Alec dimatanya. Mendengar Mary segera pulang, Nenek carina pun segera menyuruh Giarvin untuk mengantar Mary.

"Gia, antarlah Mary pulang. Hari sudah gelap dan Mary adalah seorang perempuan. Antarlah ia pulang."

Tak ingin merepotkan Giarvin, Mary pun menolak.

"Tidak perlu, Nek. Mary sudah terbiasa pulang sendiri di waktu malam. Jadi tidak masalah." tolak Mary dengan halus.

Giarvin pun mengatakan pada Mary betapa keras kepalanya Neneknya itu dan meminta Mary lebih baik mengikuti kemauannya tanpa perlu berdebat. Sebab bila Neneknya itu sudah menginginkan sesuatu atau menyuruh sesuatu, maka permintaan itu sudah tidak bisa ditolak. Mau atau tidak mau, sudi atau tidak sudi, pada akhirnya tetap harus menuruti keinginannya. Walau begitu, permintaan Nenek Carina tidak pernah merujuk ke permintaan yang aneh-aneh atau yang tidak bisa di kabulkan. Kebanyakan permintaan Nenek Carina masuk diakal dan mudah untuk dikabulkan.

"Kamu ini ternyata sudah lebih mengerti diriku sekarang, Gia." ucap Nenek Carina dengan tawa lepas yang bahagia.

"Sebelum kemari juga aku sudah dipaksa, bukan? Padahal Aku benar-benar sedang sibuk. I'm your Grandson after all, It's impossible I don't know what did you just want, Gran." gerutu Giarvin yang kemudian mengeluyur keluar dari ruangan itu.

Mary pun pamit dan mengikuti Giarvin keluar dari kamar itu. Senyuman tulus dan penuh akan sukacita dari Nenek Carina terlihat setelah keduanya keluar dari ruangan itu.

...

Di dalam mobil mewah milik Giarvin, Mary terdiam dan hanya sesekali mencuri pandang pada Giarvin. Mary tidak pernah menyangka kalau ia bisa melihat sosok Alec lagi di raga orang lain. Mary juga tidak pernah bosan memandangi sosok itu walau itu selamanya. Merasa seperti diberikan kesempatan kedua oleh Yang Kuasa, Mary sangat bersyukur dan berharap kelak bisa menebus segala kesalahannya pada Alec dengan membantu Giarvin di kemudian hari. Ia berharap bisa berteman dekat dengan Giarvin, seperti dirinya berteman baik dengan Alec di masa lampau. Akan tetapi... mungkinkah itu?

"Kenapa hanya diam?" suara Giarvin membuka pembicaraan.

"Ah?"

"Bukankah banyak pertanyaan yang ingin Kamu tanyakan padaku? Secara Kamu bilang kalau wajahku sangat mirip dengan teman lamamu." tanya Giarvin dengan nada datar.

Mary hanya tertunduk dan tersenyum kecil.

"Memang banyak yang ingin kutanyakan padamu... tapi itu hanya bila Kamu adalah Alec. Bila Kamu bukan dirinya, kurasa kamu akan kebingungan dengan apa yang akan aku tanyakan padamu, Tn. Giarvin." jawab Mary dengan tenang dan bibir yang tersenyum.

Keduanya kembali terdiam. Giarvin sendiri beberapa kali mencuri-curi pandang ke arah Mary. Tak bisa dipungkiri, Mary memang sangat cantik dan memesona. Selama perjalanan keduanya terdiam dan hanya saling balas curi pandang satu sama lain. Hingga sampailah ke rumah Mary. Mary pun turun dari mobil Giarvin dan mengucapkan terima kasih pada Giarvin karena sudah diantar. Seiring kaca mobil yang menutup otomatis, Mary dapat melihat Giarvin tersenyum padanya dan kemudian melajukan mobilnya.

"Alec... apakah salah bila Aku jatuh hati padanya? Pada seseorang yang mengingatkan Aku padamu? Seseorang yang amat sangat mirip denganmu?"


...


Writer : Evelyn A Chandra

One Love For 10,000 YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang