-09🌻

87 6 0
                                    

Sesampainya di sana Eric memberikan kunci mobilnya ke seorang petugas untuk memarkirkan mobilnya. Eric lantas melirik Assel di sampingnya yang masih saja sibuk dengan ponsel. Dan dengan sengaja ia menyentuh tombol off di sisi kanan ponsel Assel sehingga membuatnya mati. Assel memberengut kesal dan menatap Eric tajam. Sedangkan Eric tersenyum penuh kemenangan.

"Kita sudah sampai. Jangan bermain ponsel terus" ujar Eric lalu menarik Assel masuk ke dalam.

Ia menggandeng tangan kanan Assel tanpa izin. Assel jelas risi dan memberontak kecil untuk bisa melepasnya. Tapi semakin kekeuh Assel ingin melepas, Eric semakin kuat menggenggam tautan itu.

Sampai di dalam sana. Karyawan saling menunduk dan membungkuk sopan saat Assel dan Eric lewat. Seperti tundukan hormat pada tuannya. Ya mau bagaimana lagi, mall ini adalah salah satu aset keluarga Eric. Kakeknya yang merintis semua usaha mereka dan sekarang ayah Eric yang menjabat sebagai presdir dan mengganti kedudukan sang kakek.  Jadi tak salah jika para karyawan menunduk hormat saat Assel dan Eric lewat tadi.

"Sangat risi" keluh Assel.

Eric tersenyum miring. "Nanti kau juga akan terbiasa" ucapnya.

Assel tak menanggapi. Ia bolak-balik memainkan kancing cardigan yang saat ini ia pakai.

"Kenapa kau sangat seksi hari ini?" Celetuk Eric sukses membuat Assel berhenti.

Ia menatap tajam lagi wajah Eric. Dan dengan kasar menghempas gandengan tangannya dari Eric.

"Cabull!" Kata Assel.

"Kenapa?" Tanya Eric. Ekspresinya dibuat sebiasa mungkin. "Lihatlah baju yang kau kenakan." Sembari menunjuk baju yang saat ini Assel pakai. Assel juga melirik bajunya sendiri.

Memang terbuka. Crop top berkancing tanpa lengan yang ia padu dengan cardigan. Serta jeans pendek yang mempertontonkan paha putihnya.

".. bukankah itu sangat seksi. Kau mau menggodaku, ya?" Ledek Eric dengan seringai jahil menyebalkan.

Assel melotot horor Eric. "Kau! Dasar!" Umpat Assel.

"Sudahlah jangan mengelak. Kau pasti sudah menerima perjodohan kita kan? Maka dari itu kau sekarang bermaksut menggodaku?" Jahil Eric meraih kedua bahu Assel.

Assel mencibir penuh kesal. "Cih.. percaya diri sekali dirimu? Sampai mati pun aku tidak sudi dijodohkan denganmu!" Ketus Assel.

Eric menyeringai. "Tidak boleh berkata seperti itu pada calon suamimu. Tarik ucapanmu" kata Eric menekan.

"Never ever" ketus Assel menantang Eric.

Eric menatap Assel dengan kesal, selanjutnya ia membuang pandangannya ke sembarang arah. Ia berkacak pinggang sejenak dan meraih tangan Assel. Assel tidak memberontak kali ini. Walaupun dalam hati ia merasa dongkol.

Eric mengajak Assel untuk memasuki sebuah cafe di mall miliknya. Ia kemudian menyuruh pelayan mendekat. Assel nampak ogah-ogahan menempati tempat duduk di depan Eric. Wajah masam dan kesal masih jelas tercetak di paras ayu Assel.

Pelayan itu mengangguk saat Eric selesai memesan apa yang ia inginkan. Assel juga cuek saja, ia tak mau menggubris tentang Eric sekarang.

"Hormati aku sebagai calon suamimu" ujar Eric menatap Assel tajam.

Assel menatap sekilas dan membuang muka dari Eric. "Calon suami? Cih.."

"Assel!" Eric mulai menaikkan nada suaranya.

Assel tetap tenang di posisinya. Mau Eric marah atau apapun Assel tak akan mau ambil pusing. Karena memang ia tak peduli.

"Mau menuruti ku dengan kata atau dengan cara kasar?" Ujar Eric lagi.

COMPLICATED [Felix SKZ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang