Chapter 01 # MBPG

63 7 0
                                    


Happy Reading!

***

"Kita tak pernah terhubung, namun hati kita masih bersatu tanpa kau ketahui. Terimakasih atas cintanya" ~By: Nafa Zanuba

(Amesha's side open)

Disini gelap. Dingin. Sangat sunyi. Hanya saja bunyi jangkrik. Suara gemericik hujan yang semakin deras mengiringi langkahku. Aku berusaha mencari pertolongan di luar sana, jika kebetulan ada orang lewat. Hasilnya nihil.

Kalian tahu aku sedang mengalami apa?

Pesawat yang ku tumpangi dengan kedua orang tua ku tiba-tiba hilang kontak dan jatuh di hutan-hutan lebat yang sangat mengerikan yang aku tak tahu dimana ini. Aku terduduk lemas dengan beberapa goresan luka di kaki dan seluruh tubuhku.

Rasanya sangat sakit dan menjalar ke seluruh tubuh. Tubuhku serasa kaku gemetar karena luka yang belum kering dan perih terkena air hujan. Dingin nya suasan malam mencekam tubuh.

Aku mendongak ke atas langit, mataku perih karena setitik air hujan yang selalu menghujani ku layaknya aku adalah sampah yang harus di basmi. Seketika, aku benci dengan hujan.

Hujan dan petir.

Dua hal itu yang menyebabkan aku kehilangan orang yang ku cintai.

Duarr

Aku terkejut dengan suara mengerikan itu. Dari dulu aku memang selalu membenci petir. Aku selalu berlindung di punggung dan di lindungi orang tuaku. Namun sekarang berlindung pun tak bisa, mereka sudah tiada. Hanya aku yang selamat diantara ratusan penumpang.

Aku membenci ini! Mengapa tak sekalian aku ikut mereka!

Lama terduduk dengan pandangan kosong ku, tiba-tiba sebuah kelebatan cahaya yang sangat terang menyinari tubuhku. Aku mendongak untuk mencari darimana asal cahaya terang itu, ku amati dan Yap! Aku menemukan ada sebuah helikopter mendarat di atas ku.

Aku segera mencari kayu ranting besar dan kulambaikan keatas. Mereka menyinari ku itu berarti mereka tau keberadaan ku. Helikopter mereka perlahan turun di tempat lapang di sebrang ku, aku menghampiri nya namun ada sebuah bekapan yang membuatku seakan tak sadarkan diri.

Penglihatan ku seketika gelap. Namun, satu hal yang ku sadari bahwa aku meninggalkan kedua orang tua ku di hutan! Aku meninggalkan mereka!

Dan...

Aku terbangun dalam mimpi burukku.

Mimpi itu lagi!

Mimpi itu selalu menghantuiku setiap harinya, dan itu membuat trauma ku terhadap hujan dan petir semakin menjadi. Aku benci hal ini.

Tak terasa, peluh keringat membasahi wajahku dan mengiringi tidurku dari beberapa jam lalu. Aku mengusap wajahku kasar. Lagi... Aku menangis karena keteledoran ku.

Aku selalu lemah jika menyangkut ini, aku benci mengakui hal ini kepada kalian namun apa yang bisa kulakukan selain menangis? Tak ada.

"Ayah... Ibu... Aku merindukan kalian."

Aku melirik jam dengan mata sembab ku, ternyata sudah jam 06.30.

Tak ingin larut dalam keterpurukanku, aku beranjak dari ranjang kecilku lalu menuju kamar mandi. Setelah membasuh muka dan mandi untuk beberapa menit aku sudah siap dengan seragam kerjaku.

Aku bekerja menjadi pelayan di salah satu restoran dekat kontrakan ku. Ya! Memang semenjak tragedi itu, aku menjadi sebatang kara dan memilih bangun sedikit demi sedikit dari kesedihan dan disinilah aku menentukan masa depanku. Dengan bekerja.

Aku membuka kunci pintu restoran masuk dan mulai menyiapkan segala kebutuhan dan membalik gantungan close menjadi open.

23 menit ku habiskan waktuku di dapur untuk mengeluarkan bahan-bahan sayuran dll.

Bunyi pintu restoran berbunyi pertanda ada pelanggan pertama di pagi ini.

"Selamat datang silahkan pesan selera anda di buku menu." Ucapku sembari menunjukkan senyum di pagi hari layaknya pelayan ramah yang suka menyapa para pembelinya.

"Satu nasi goreng dan segelas jus alpukat." Jawab suara bariton itu dengan nada dinginnya.

"Baiklah tuan, silahkan menunggu."

Aku menuju dapur sambil membawa catatan pesanan pria tadi dan menyerahkan kepada teman dapurku yang memang sudah datang beberapa menit lalu.

Kring!

"Satu nasi goreng dan segelas jus alpukat sudah siap." Ucap Yolanda-teman dapur Amesha sekaligus sahabat dekatnya.

"Terimakasih Lan!"

"Yoi!"

Aku membawa nampan ke meja nomor 5 dimana pria tadi berada. Keadaan restoran masih sepi karena memang belum jam istirahat para pekerja kantor terdekat dan baru pria tadi yang datang.

"Silahkan dinikmati tuan dan apa anda perlu lainnya lagi?"

"Tidak." Jawabnya dingin.

"Baiklah selamat menikmati."

Sembari menunggu kerjaan lagi aku mengerjakan mencuci piring kemarin dan membereskan meja.

"Sha, gw keluar bentar ya soalnya bahan-bahan ringan udah mau pada habis sekalian cemilan kita di restoran udah habis semua. Bentar aja dan ngga Ampe sejam kok." Ucap Yolanda dengan tiba-tiba.

"Oh oke! Jangan lupa es krim nya ya nyonya!"

"Ish apaan sih lu! Ngga lucu to nggak."

Mereka cekikikan bersama. Lalu Yolanda pergi, suasana serasa lebih hening dan hanya suara kran air yang ku hidupkan saja namun aku lebih meneruskan pekerjaanku.

(Amesha's side closed)

Hari semakin sore, Amesha mengambil lembur hari ini jadi di cafe sendirian dan Yolanda sudah pulang dari beberapa jam lalu.

Tinggal beberapa pekerjaan lagi di cafe seperti membersihkan meja kasir dan meja-meja pembeli yang harus ia selesaikan setelah itu ia bisa pulang.

Setelah beberapa jam berkutat dengan tugas cafe nya, Amesha be beres dan mencuci muka dan langsung mengambil tas selempang nya dan segera menutup cafe.

Dilihatnya jam tangan yang setia bertengger di tangannya, sudah pukul 19.30. Sekarang Amesha harus segera kembali ke kontrakan nya karena kontrakannya termasuk kontrakan wanita dan mempunyai aturan yaitu minimal harus sampai batas jam 21.00.

Sedangkan jarak antara cafe nya dengan kontrakannya membutuhkan waktu 1½ jam untuk perjalanan menggunakan ojek. Amesha berjalan di pinggir trotoar sambil menunggu jika ada kebetulan ojek yang masih mangkal di sekitaran situ namun tak ada. Jalanan sudah sepi karena memang ini malam Selasa jadi sudah pada tidur, mungkin.

Amesha juga tak kalah nyerah dengan menelpon sahabatnya Yolanda untuk menjemput nya dengan mobilnya dan mengantarkan nya pulang namun segala jenis pesan tidak dibaca dan di telpon tak diangkat.

Saat sedang kalutnya dengan kerisauannya dengan cara bagaimana ia bisa kembali ke kontrakannya, bunyi klakson mobil dari belakang Amesha berbunyi. Amesha kaget sekaligus terkejut saat mengetahui siapa yang mengagetkannya malam-malam begini.

Itu pria pelanggan ku tadi dan apa yang ia lakukan?, batin Amesha.

Lelaki bertubuh kekar itu keluar dari mobil mewahnya dengan seringai kecil yang tak nampak lalu menghampiri Amesha.

***

Jangan suka jadi silent rider ya teman-teman dan kalian tau apa yang harus kalian lakukan setelah baca:)) dukung setiap kisah perjalanan imajinasi karya kami selalu!


To be continued!


Senin, 21 Oktober 2019

MY BEAUTY POOR GIRL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang