Chapter 17 #MBPG

14 2 0
                                    

Jangan lupa Vomment guys, dan share cerita ini ke teman-teman kali ya!

Hope u like it😘

Happy Reading!

🌷🌷🌷

"Mau apa kau kemari?" Tanya Exevie dingin.

Tadi, setelah berkunjung ke makam orang tua asuhnya, Dominic ingin sedikit mampir ke Exevie.

Dominic masih bergeming,
"Apakah kau tau? Felicia sepertinya masih mencintaimu. Namun aku tak pernah peduli akan hal itu."

Exevie masih diam duduk di sofa sebrang Dominic duduk, dengan masih gaya angkuhnya menaikkan kaki ke atas meja dan tangan yang sudah sedari tadi terkepal, kini tambah mengerat karena ucapan Dominic.

"Itu adalah urusan kita." Geram Exevie dengan bergumam.

"Apa kau bilang? Kita? Apakah kata kita pantas digunakan untuk dua orang yang bahkan sudah berpisah sejak lama?"

"Kau benar-benar bodoh!" Ucap Exevie sembari menurunkan kakinya dari meja lalu duduk bersandar masih menatap lekat Dominic dengan pandangan hina nya.

"Sebenarnya ada urusan apa kau kemari?" Tanya Exevie masih dengan pandangan sinisnya.

"She's pregnant." Tutur Dominic dengan mematikan cerutu rokok yang setia dia bawa ke manapun dan dimana pun.

"A-apa maksudmu?" Exevie mulai tergagap dan terpancing emosi, takut-takut jika yang Dominic maksud adalah-

"Kau ini memang terlalu bodoh! Siapa lagi yang kita akan bicarakan selain dia? Felicia!"

Bugh!

Bugh!

Bugh!

"KALIAN BERDUA BERHENTI!" Teriak salah satu kepala maid yang tak sengaja mendengar keributan dan langsung meleraikannya.

Hannah

Hannah, kepala mansion yang masih muda dan cantik itu berkacak pinggang galak membawa pisau daging di tangan kanannya yang seperti siap memutilasi hidup-hidup Exevie dan Dominic.

Sontak pula mereka berdua berhenti, dan menoleh ke sumber suara. Exevie menelan saliva nya kasar-kasar, Hannah adalah kelemahan nya yang lain.

Hannah adalah seorang kepala maid yang tegas, disiplin, dan tak pandang bulu jika ingin menghajar orang, siapapun itu yang melanggar sesuatu yang diperintahkan tuan dan ibu majikannya.

"Kalian berdua berhenti, sekali lagi kalian mengulang aku tak akan segan-segan memenggal kepala kalian, mengerti?"

Exevie dan Dominic mengangguk seperti orang bodoh dengan keadaan Exevie yang duduk di perut Dominic masih dengan tangan yang berhenti melayang di udara untuk memukul Dominic yang sudah babak belur di bawah nya.

"Mereka saling berdiri dengan tatapan enggan satu sama lain, lalu duduk di sofa."

"Bicarakan masalah kalian dengan kepala dingin. Jangan kekanakan, kalian sudah dewasa, jangan seperti orang bodoh yang Ter tutupi oleh pangkat hidup nya." Ucap Hannah tajam sambil lalu meninggalkan dua orang itu duduk di sofa dengan keadaan babak belur.

"Aku akan pulang." Ucap Dominic jengah.

"Bagaimana dengan Amesha? Apa kau tak merindukannya sama sekali?

Dominic berhenti berjalan dan dia membalikkan badannya, lalu kembali berjalan meninggalkan tempat itu.

Amesha sudah menjadi milik Nick seutuhnya...."

Dominic membeku di tempat. Kaget, kesal, kecewa tercetak jelas di raut wajahnya.

***

"Kita harus bergerak cepat sebelum Nick dan Amesha benar-benar mempunyai perasaan satu sama lain nek!" Hembusan nafas lelah dari Lyodra yang ada di sebrang telpon.

Raut wajah Meera langsung datar seiring senyum miring itu memudar.
"Tenang, Nick masih mencintaimu. Tak mungkin dia bisa mencintai Amesha secepat itu. Disini hanya masalah waktu dan kerja keras, honey. Percayalah kepadaku, itu kenapa aku lebih mempercayai mu menjadi pendamping hidup Nick kelak dan menyusun rencana menghancurkan Amesha perlahan. Kau adalah benteng ku."

Tanpa Meera sadari, Lyodra yang berada di sebrang telpon tersenyum miring dengan hati senang. Akhirnya ada yang benar-benar bisa menjadi alatnya untuk mendapatkan Nick- nya kembali.

"gotcha!" Gumam tak jelas Lyodra yang membuat Meera mengernyitkan mendengar suara samar dari sebrang,

"Apa kau bilang?"

"Tak apa-apa. Oh ya nek, bagaimana bisa Nick dan Amesha dapat saling kenal? Padahal selama dulu aku mengenal Nick, aku tidak pernah menceritakan apapun tentang Nick kepada nya apalagi Amesha tak kenal sama sekali dengan Nick?"

"Pernah sekali aku bertemu dengan Amesha sewaktu dia pingsan karna sebuah trauma."

Di sebrang sana, Lyodra berusaha mencerna sebelum mematikan telponnya dengan tiba-tiba.

Di sisi Lyodra.

Lyodra terdiam seribu bahasa, dia masih ingat bahkan sangat ingat mengapa Amesha memiliki trauma tersebut.

Hujan.

Satu kata itu sungguh menjadi malapetaka untuk Amesha saat itu, dan Lyodra tak menyangka akan seburuk ini akibat trauma itu.

Lyodra tau, bahwa Amesha juga pasti merasa bersalah karena menelantarkan orang tua mereka saat peristiwa itu. Lyodra pun tau bahwa Amesha cukup terpukul, bahkan hingga sekarang, oleh peristiwa yang mungkin tak akan pernah dilupakan Amesha dan dirinya sendiri.

Namun, Lyodra tetaplah Lyodra. Jika tidak pendendam, maka itu bukanlah Lyodra. Dia justru sangat kecewa atas tindakan Amesha, oleh sebab itu dia ingin rencana nya dengan Meera berjalan lancar untuk menghancurkan Amesha.

Karena alasan itu pula Lyodra membenci Amesha.

🌈🌈🌈

Jangan lupa Vomment, dan share cerita ini ke teman, saudara/pun kerabat kalian ya!

To Be Continued!


Selasa, 21 Januari 2020


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY BEAUTY POOR GIRL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang