14: JEALOUS

871 23 2
                                    

14 : Jealous

HARI INI Leila mempunyai janji untuk bertemu Rafa di sebuah kafe yang menjadi salah satu tempatnya berkumpul dengan sahabat-sahabatnya—Green Cafe—tepat pada jam sepuluh pagi. Akan tetapi, siapa yang akan mengira, bahwa perempuan itu datang lebih awal dari jam yang telah disepakati oleh keduanya?

Aah.. mungkin, karena perempuan itu terlalu bersemangat untuk bertemu sahabat keduanya setelah Kiran itu. Atau malah, karena suasana hatinya sedang lain dari biasanya?

Entahlah. Yang jelas, mood Leila kali ini bisa dikatakan lebih baik dari biasanya. Entah karena apa.

"Sorry, buat lo nunggu lama," ucap Rafa tiba-tiba, membuyarkannya dari lamunan singkatnya.

Perempuan itu menoleh, lalu tersenyum tipis. "Nggak apa-apa kok. Gue juga belum lama datangnya," ucapnya sambil mengisyaratkan Rafa untuk duduk.

"Thanks," ucap Rafa, lalu duduk di samping perempuan itu.

Perempuan itu mengangguk, lalu menatap Rafa dengan tatapan serius. "Jadi, ada apa, lo minta ketemu gue di sini?" tanyanya, to the point. Ia memang tipikal orang yang tidak suka berbasa-basi.

Rafa menarik napas panjang. "Ada yang mau gue omongin, tentang..,"

"Pasti Kiran," tukas Leila cepat memotong perkataannya, membuat Rafa mau tak mau mengangguk. Karena memang itulah apa yang ia ingin katakan kepadanya.

"Lo pasti udah tahu 'kan, kesepakatan apa yang gue sama Kiran buat enam bulan lalu itu?" tanya Rafa, yang dijawab Leila dengan anggukan kecil.

"Trus?" tanyanya sambil mengerutkan kening.

"Menurut lo, apa yang harus gue lakukan?"

"Hah?"

"Tetap bertahan dan memperjuangkan cinta gue buat dia, atau belajar melepaskan dia untuk orang lain?"

Leila menyipitkan matanya. "Lo nyerah?"

"Gue nggak bilang gue nyerah," ia menjadi perkataannya sejenak, lalu mendesah. "Gue cuma minta jawaban lo atas kedua pertanyaan gue tadi. Apa itu salah?"

Leila memutar kedua bola matanya. "Tapi dengan lo bilang gitu, secara nggak langsung, lo itu udah bilang kalau lo itu nyerah, Rafa," ucapnya jengah.

"Gue nggak bilang gue nyerah, Leila. Gue cuma minta jawaban lo. Jawab aja apa susahnya, sih?" Rafa tetap bersikeras dengan perkataannya.

Leila menarik napas pelan. "Okee, gue jawab," ucapnya mengalah. Karena berdebat dengan Rafa itu tidak akan ada habisnya. "Kalau emang lo sayang dan cinta banget sama dia. Lo harus bertahan dan nggak berhenti berjuang buat dapetin dia. Dapetin hati dan cintanya dia. Tunjukin, kalau lo bener-bener mampu. Tunjukin, kalau lo bener-bener pantas buat dia." Leila menatap iris mata lelaki itu, lekat. "Jangan berhenti berjuang untuk dapetin apa yang lo pengin, Raf. Lo harus percaya sama diri lo sendiri, kalau lo mampu dan bisa yakinin dia, kalau lo orang yang paling tepat di sisi dia,"

"Tapi, apa gue bisa?"

"Pasti bisa!" ucap Leila mantap, memberi semangat kepada lelaki itu untuk mendapatkan hati orang yang dicintainya.

"Tapi, gimana kalau dia lebih milih Ayas daripada gue?"

"Yaah, lo harus terima."

"Kok gitu?"

"Itu 'kan, udah jadi keputusan dia, Raf. Lo nggak ada hak buat nolak keputusan yang dia buat," ucapnya bijak. "Lagian, hati mana bisa diatur, sih?"

"Jadi, gue harus nerima gitu aja nih. Lihat orang yang gue sayang, jadian sama orang lain? Trus, berpura-pura bahagia di atas kebahagiannya, gitu?" cibir Rafa. "Trus, apa bedanya gue sama orang munafik kalau gitu? Gue nggak senaif itu juga, kali."

"Yaa, nggak gitu juga." Leila memutar kedua bola matanya, malas. "Tapi, optimis ajalah. Gue yakin, kalau Kiran itu bakalan milih lo daripada cowok itu."

"Kenapa lo bisa seyakin itu?" tanya Rafa sambil mengerutkan kening.

"Ehm.. feelling aja sih," ucap Leila sambil tersenyum tipis.

"Tapi, kalau dia nggak milih gue gimana?"

"Bisa nggak sih, jadi orang nggak overthinking mulu?" Leila balik bertanya. Ia benar-benar jengah dengan sikap sahabatnya ini yang berpikir negatif mulu dari tadi.

Rafa mengusap wajahnya, gusar. "Gue bener-bener nggak bisa tenang, Le. Sebelum dia ngasih gue kepastian. Siapa gue di hidupnya."

Leila menepuk pundak sahabatnya itu lembut, berusaha memberinya semangat. "Tunggu sebentar lagi, Raf. Tunggu sampai dia bener-bener siap, sama keputusannya sendiri."

♥♥♥

Auriga melangkahkan kakinya memasuki Kafe Hijau saat dilihatnya wajah yang belakangan ini sering dilihatnya memasuki kafe tersebut. Leila. Yaa, dia sedang mengikuti perempuan itu—karena feeling-nya mengatakan perempuan itu sedang ada janji untuk menemui seseorang. Entah siapa. Yang jelas, Auriga merasa sangat penasaran dengan orang yang akan ditemui perempuan itu.

Ia pun duduk tidak jauh dari meja Leila. Dua bangku di belakangnya. Dan posisinya itu, Leila duduk membelakangi Auriga. Yang menurutnya, jelas sangat menguntungkan karena tidak akan membuatnya ketahuan jika ia sedang mengikuti perempuan itu. Yaa, semoga saja.

Tidak lama setelah perempuan itu duduk, tiba-tiba terdengar bunyi "kring" dari arah pintu masuk, yang menandakan ada seseorang yang baru saja masuk ke dalam kafe tersebut. Dan siapa sangka, orang yang baru masuk itu adalah orang yang ternyata di tunggu perempuan itu?

Dan yang membuat kening Auriga berkerut adalah, kenapa Leila begitu perhatian dengan orang itu?

Dan.. Kenapa, ia merasa tidak terima saat Leila menepuk pundak orang itu dengan begitu akrab?

Apa ini yang dinamakan cemburu?

♥♥♥   

A/N Hai! Sorry late update. Belakangan lagi sibuk bangeet. Makanya baru sempet update sekarang. Moga-moga aja nggak pada lupa sama alur ceritanya, yaa! Kalo lupa, kalian bisa baca part sebelumnya deh, baca dari part awal juga boleh hahaha. Btw, ini draft kedua ya, jadi kalo masih menemukan typo atau kalimat tidak efektif, dst, nanti aku revisi lagi di draft ketiga. Sampe ketemu di part selanjutnya, see youu!

31/01/2017

Kamu, Rasa, dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang