Komitmen Gagal

143 9 8
                                    

{TIGA BELAS}

Rasa suka dan cinta memang rumit, memerlukan pertimbangan yang sulit, hanya untuk mengurusi soal rasa yang berbelit.
-Author's-

Pagi ini langit tampak mencerah, secerah lengkungan tipis di bibir Atha saat ini.

Gadis itu begitu semangat menyambut hari ini, "no more Rei! No more Diovan Gilberth Reinhald! Everything's gonna be alright!" Monolognya, seraya meneriakkan komitmennya dengan semangat '45

Atha menelusuri koridor kelas, melangkahkan kaki dengan senyumnya yang tak kunjung memudar.

Sesampainya di depan kelas, Atha menutup kedua manik matanya, menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya secara perlahan.

Baru saja hendak membuka knop pintu, tiba-tiba saja seseorang langsung keluar dan menabrak tubuh pendek milik Atha.

"Duh!" Atha memekik keras, saat tubuhnya terdorong ke belakang.

Atha sudah memejamkan matanya, ia tahu pasti, bahwa dirinya akan segera jatuh.

Namun, beberapa detik telah berlalu. Tapi, tubuhnya tak kunjung terjatuh dan bersentuhan dengan lantai. Apakah Tuhan kasihan melihat Atha, sehingga mengaruniakannya kekuatan melayang?

"Buka mata lo!" Teriakan itu cukup keras, dan berhasil membuyarkan lamunan Atha tentang kekuatan melayangnya.

Atha segera membuka matanya, "Re--Rei?" Tanya Atha terbata-bata.

Ternyata, gagalnya Atha terjatuh tadi bukan karena Tuhan menganugerahkan kekuatan super untuknya. Namun, Tuhan menganugerahkan Rei, untuk menolongnya.

"Buruan bangun, kebas tangan gue!" Ketus Rei, memutar bola matanya malas.

Sadar, bahwa tubuhnya sedaritadi masih ditopang oleh lengan kokoh milik Rei, Atha langsung bergegas bangun, lalu menundukkan kepalanya, "ma-maaf, makasih juga," cicit Atha pelan.

"Lain kali, kalo jalan pake mata!" Seru Rei, berlalu dari hadapan Atha.

'Rei kenapa? Kok ketus banget? Gue ada salah sama dia? Ah, tapi ngapain gue mikirin dia? Bagus deh, jadi gue gampang move on, dari dia...." Atha bermonolog, lalu memasuki kelasnya.

Atha mendudukkan tubuhnya ke sebuah bangku kayu, tak lupa ia melepas tasnya, dan meletakkannya pada tempatnya.

Sosok pria paruh baya mulai memasuki kelas, tak lupa dengan ekspresi datar yang selalu ia tunjukkan pada khalayak ramai, disertai beberapa buku paket tebal bertuliskan 'Fisika' dalam genggamannya.

Sosok ini, bahkan sudah tak asing lagi, bagi kalangan murid jurusan MIPA. Siapa lagi kalau bukan pak Gupo, guru fisika dengan segala kedatarannya dalam mengajar, hanya gerakan kumis tebalnya lah yang menandakan dirinya bukan arca atau patung bersejarah kuno.

"Bangun, beri salam kepada bapak guru!" terdengar suara Rei, tengah menyiapkan siswa untuk memberi salam dan penghormatan pada pak Gupo.

Setelah mendengar perintah Rei, semua siswa dan siswi langsung membungkuk sembilan puluh derajat, "selamat pagi pak!" Ucapan salam mereka, langsung menggema ke seluruh penjuru kelas.

"Selamat pagi, silahkan duduk," Pak Gupo mempersilahkan seluruh murid untuk duduk kembali, disusul dirinya duduk di bangku yang telah disediakan.

Seluruh murid hening, semuanya tampak bergeming, menunggu apa yang akan diperintahkan pak Gupo hari ini.

Sementara itu, pak Gupo masih asyik membolak-balik lembar demi lembar buku tebal yang sedari tadi sudah berpindah dari genggamannya.

"Kita ulangan hari ini!" Perintah pak Gupo, tak lupa dengan wajah datar dan kumis tebalnya yang naik turun.

ReiAthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang