Hari penuh arti

391 69 14
                                    

{TIGA}

Keesokan harinya, Atha datang lebih pagi daripada temannya yang lain, karena bosan Atha memasang earphone ke handphonenya dan mendengarkan lagu Perfect, karya Ed Sheeran.

Alunan musik membuat Atha terbuai, kemudian bibir mungilnya mulai terbuka dan mengikuti musik tadi.

Serasa dunia ini miliknya seorang, dengan bebasnya dia menari, tak lupa diiringi nyanyiannya.

Atha memang tak akan menyia-nyiakan kala ia berada sendiri di sebuah ruang kosong, sebab ekspresinya bisa ia keluarkan, tanpa ada orang yang keberatan atau pun mengejeknya.

Atha, gadis ini memang sulit sekali bersosialisasi dengan teman kelasnya yang lain, karena dirinya tak terlalu pintar,terlebih lagi Atha sangat malas mengerjakan tugas.

Dan satu lagi yang membuatnya dibenci teman sekelasnya terkhusus kaum hawa, yaitu Atha terlalu gampang menarik perhatian pemuda di sekitarnya, sebab gadis itu memang sangat manis.

~Tok tok tok~

Tiba-tiba seorang pemuda datang dan mengetuk pintu. Atha yang terkejut melirik kearah pintu, ia lega karna yang datang adalah temannya Aldrich Morgen.

Aldrich, adalah cowok yang cuek dan dingin kepada orang yang tak dikenalnya.

Namun jika bersama Atha, Aldrich bahkan bisa tak terkendali seperti orang terkena gangguan jiwa, mengikuti alur Atha.

"Eh, lo Drich, gue kira siapa. Terkejut, batin princess," ucap Atha menghela napas lega.

"Princess? Ga salah lo? Ences kali maksud lo," balas Aldric sambil tertawa.

Atha mencebikkan bibir tipisnya. "Enggak lah, lo kali ences, atau gak lo babu nya princess yang namanya ences," ucap Atha, sembari tertawa kencang.

Aldrich menyipitkan matanya. "Udahlah, mulai ngawur," tukas Aldrich mengibaskan tangannya dan menyudahi pertengkaran kecil, yang kalau tidak dihindari bisa berakibat menjadi lebih parah.

Atha memajukan bibirnya lima senti, sambil bersila dada menghadap Aldrich. "Lo sih, suka banget ngeledekin gue."

"Bodo," ucap Aldric dingin sambil duduk di bangku guru.

"Ih, dingin banget,  kayak es balok," ucap Atha menghampiri Aldrich, dan duduk di sampingnya.

"Biarin," Balas Aldric tak acuh, sambil mulai membuka aplikasi game yang sekarang tengah populer di kalangan remaja.

"Heh, jangan gitu dong, yaudah sini gue nyanyiin lagu," ucap Atha menoel pipi putih milik Aldrich.

"Ga usah, suara lo jelek,  kayak bebeknya wak Jolel," balas Aldric acuh tak acuh.

Tak memperdulikan perkataan Aldrich, Atha langsung berdiri dihadapan Aldrich menyanyikan sebuah lagu, dengan niat teguh berharap Aldrich terhibur dan tak mendiamkannya lagi, dengan sikap dan ekspresi dinginnya itu.

Deg deg deg

Jantung Aldrich berdetak kencang saat melihat wajah ceria Atha yang manis. 'Ah gadis ini, pulang nanti gue harus ke dokter nih kayaknya, diabetes gara-gara ni anak,' batin Aldrich.

Masih stay dengan curi-curi pandang terhadap gadis manis di hadapannya, membuat pipinya bersemu merah. 'Ini jantung kok detak detak mulu sih? Ini lagi si Atha kok mukanya manis banget, gue rasa gue emang positif diabetes habis ini,' batin Aldrich, sambil memegangi dadanya.

Atha terus menyanyi, sedangkan Aldrich hanya memandangi saja sambil mengulum senyum di bibirnya, berharap gadis itu tidak menyadari bahwa dirinya tengah menjadi pusat atensi Aldrich saat ini.

ReiAthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang