Austin yang duduk di belakang meja dekat pintu, mengangkat kepalanya dan melihatku. Untuk beberapa detik, ia mempelajari wajahku. Entah pikiran seperti 'Oh, dia kena cacar' atau 'Sepertinya aku pernah bertemu dengan orang ini' yang ada di benaknya ketika dia melihatku.
"Kamu temannya Tia bukan?" tanyanya.
"Ah, iya," jawabku kecil.
Aku bisa mendengar suara ia melebarkan bibirnya untuk tersenyum. Kemudian ia melanjutkan, "Duduk, duduk."
Aku duduk di seberangnya dan aku tidak bisa melihat ke arahnya. Pandanganku selalu mencari objek yang lain. Lihat ke samping, ke bawah, atau ke atas.
"Jadi apa masalahnya?" tanya Austin.
"Hmm-" kataku sambil menggaruk tanganku yang gatal "cacar, Dok."
Austin menganggukkan kepalanya dan menulis sesuatu di secarik kertas yang ada di mejanya. "Yuk kita periksa dulu."
Ia berdiri dan berjalan menuju sebuah tempat berbaring untuk pemeriksaan yang biasanya ada di rumah sakit. Ruangan itu lumayan besar. Jadi di dekat pintu ada sebuah meja yang aku rasa digunakan untuk konsultasi. Kemudian di sebelahnya ada timbangan berat badan dan sebuah tirai rumah sakit yang berwarna hijau. Dan di sebelah tirai itu ada tempat pemeriksaan pasien.
Apa dia akan memeriksa jantungku dengan stetoskopnya? Bagaimana hasilnya akan normal jika aku gugup saat diperiksa yang membuat jantungku berdegup kencang?
Dengan berat, aku berjalan mengikutinya dan berbaring di tempat itu. Aku tidak kuat. Aku menyerah. Aku tidak bisa menatapnya. Aku hanya memejamkan kedua mataku dengan paksa.
"Relax aja, Gi. Buka mulutnya," katanya. Segitunya kah aku terlihat tidak tenang ketika diperiksa?
Aku membuka mulutku dan ia memeriksa mulutku. Aku sempat membuka mataku dan melihat wajahnya ada tepat di depan wajahku. Astaga, bening banget dah! pikirku.
"Udah," katanya. Aku menutup mulutku dan sekarang aku tidak mau menutup mataku. Aku tidak mau berhenti memandangi wajah indahnya itu.
Selanjutnya adalah bagian yang paling aku tidak bisa menebak hasilnya. Dia akan memeriksa detak jantungku. Aku hanya dapat mencoba untuk menenangkan diriku walaupun tidak bisa. Aku hanya dapat mencobanya. Tapi tidak bisa!
Ia memasang stetoskop yang ia kalungkan di lehernya ke telinganya dan mulai memeriksa detak jantungku. Aku menatap wajahnya dan bertanya-tanya bagaimana hasilnya? Aku sendiri tidak bisa menjelaskan betapa cepatnya jantungku berdegup.
Ia mengerutkan sedikit dahinya. Ia melepaskan stetoskopnya dan berkata, "Gi, relax okay?"
Okay, Gi. Ini saatnya kamu untuk bener-bener relax. Aku coba atur pernapasanku dengan tarik napas dan mengembuskannya. Dan sepertinya Austin menungguku untuk benar-benar relax. Ketika aku melihatnya dan tatapan kami bertemu, aku mulai tidak relax lagi. Aku langsung pejamkan kedua mataku dan mulai menarik napas dan mengembuskannya lagi.
Aku sudah tidak peduli kalau Austin menganggap aku sebagai orang yang aneh atau bagaimana. Habisnya aku sudah tidak tahu lagi harus bagaimana.
Setelah aku mulai relax, aku yang masih memejamkan kedua mataku merasakan bahwa jantungku mulai diperiksa lagi dengan stetoskop itu. Sedikit mengejutkan memang, karena aku kan tidak melihatnya. Tapi aku tetap berusaha untuk tidak gugup lagi.
"Oke, sudah," kata Austin-akhirnya. Lalu ia mengajakku untuk ke meja lagi. Disana Austin memeriksa tekanan darahku dengan tensimeter. Ia meminta aku untuk memberikan lenganku ke arahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Me & Her Brothers
RomanceAgita adalah seorang perempuan yang penuh dengan mimpi menjadi seorang animator. Dia bekerja menjadi seorang animator di salah satu studio animasi lokal. Semuanya berjalan dengan damai sampai akhirnya ada salah satu karyawan baru di perusahaan anima...