Ting. Terdengar suara lift yang diikuti dengan terbukanya pintu lift. Aku melihat ke arah layar yang menampilkan angka lantai yang dituju. Belum saatnya aku keluar dari lift. Masih lantai dua puluh satu, sedangkan aku bekerja di lantai dua puluh tiga. Dua lantai lagi.
Aku berdiri di dalam lift di daerah belakang. Didesak oleh banyak orang yang kebanyakan terdiri dari laki-laki berbadan besar dan tinggi. Biasanya mereka keluar dari lift setelah aku. Aku ragu aku bisa keluar dari lift ini dengan tanpa terluka. Aku harus menerobos mereka nantinya.
Beberapa orang keluar ketika lift berhenti di lantai dua puluh dua. Baguslah. Nafasku bisa tambah lega, karena ketika pertama kali kami naik dari lobi, udara ini terasa sesak. Hal itu dikarenakan oleh udara yang harus dibagi ke hmm-mungkin-sekitar-sepuluh orang? Kalau kantorku berada di lantai dua atau kalau paling jauhnya lima, aku lebih memilih untuk naik tangga dibandingkan naik lift. Aku lebih suka naik tangga yang membakar kalori dibandingkan naik lift yang membuat kekurangan oksigen selama beberapa menit. Lagipula selama naik tangga, aku rasa aku bisa memikirkan karakter yang akan aku gambar nanti. Mungkin. Tapi, apa boleh buat. Kantorku berada jauh sekali dari tanah.
Ting, suara lift berbunyi kembali. Inilah saatnya aku untuk menerobos kerumunan orang berbadan besar ini dengan berkata, "Permisi."
Beberapa orang ada yang memiringkan badannya, tapi ada juga yang tidak peduli denganku dan berdiam diri. Aku mengucapkan kata 'permisi' berulang kali. Jadi kalau mereka terluka, bukan salahku.
Setelah keluar dari lift, aku terdiam sebentar-membetulkan letak kacamataku lagi dan menarik napas lega. Akhirnya aku bisa bernapas lega, kataku dalam hati.
"Hai, Gi," sapa seseorang dengan menepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh dan membalaskan sebuah senyuman kepadanya.
"Oh hai, Hen!" sapaku balik kepadanya. Heni, karyawan yang bekerja satu departemen denganku.
Heni melirik ke arah jam tangan yang dia gunakan di tangan kanannya dan berkata, "Hampir aja telat. Kok lo datangnya mepet terus, sih?"
Aku terdiam sebentar dan berpikir apa yang membuat aku datang hampir terlambat hari ini. Mimpi yang begitu indah. Itukah penyebabnya? Aku hanya membalasnya dengan sebuah senyuman. Lagipula, Heni tidak menunggu jawabanku dan langsung melanjutkan, "Absen dulu gih, gue duluan ya."
"Oke, dah," sahutku. Kemudian aku berjalan menuju mesin absen dan mengambil kartuku. Aku selipkan kartu itu di mesin itu dan melihat ke arah jam. Dua menit sebelum jam delapan.
"Agita!" panggil seseorang tiba-tiba yang membuatku terkejut. Aku menoleh ke arah suara itu dan menemukan atasanku-kepala departemen animasi karakter.
"Pagi Pak Tio," balasku dengan tersenyum dan sedikit membungkukkan badan.
"Udah absen?" Aku mengangguk. "Bagus-" dia mengambil dompetnya dari kantung celananya dan mengambil sekertas uang "-nih, tolong beliin saya kopi Americano satu."
Aku mengambil uang itu dan mau tidak mau harus kembali ke lobi lagi untuk membeli segelas kopi untuk Pak Tio.
"Makasih ya," katanya.
"Sama-sama, Pak." Lalu, dia langsung pergi meninggalkanku dan masuk ke dalam kantor.
Aku menghela napas. Setidaknya lift tidak akan terlalu penuh. Ya, kan? Aku menekan tombol lift yang mempunyai tanda panah ke bawah. Aku menunggu beberapa lama sambil melihat ke arah layar di atas lift yang menunjukkan angka lantai dimana lift berada.
Tidak lama kemudian, pintu lift terbuka dan aku berjalan masuk ke dalam. Tidak ada orang di dalam lift. Hanya ada aku. Aku menekan tombol lift 1. Lampu tombol nomor 1 pun menyala. Dan aku berdiri disana-menuruni dua puluh dua lantai.
Sampai di lobi, aku langsung berjalan menuju tempat yang menjual kopi. Tempat itu sudah mulai penuh dan memiliki antrian yang lumayan panjang. Astaga, kenapa pekerjaanku jadi seperti ini?
"Permisi," kata seseorang dengan suara kecil di belakangku ketika aku sudah mengantri. Aku menoleh. Dia adalah seorang perempuan yang cantik dan menggunakan pakaian rapi. "Maaf, ini dompet Mbak?"
Aku terkejut karena itu adalah memang benar seperti dompetku. Dompet berwarna putih krem polos. "Kok?"
"Tadi saya lihat ada yang copet Mbak, terus saya langsung samperin orangnya. Tuh orangnya saya kasih ke satpam," jelasnya dengan menunjuk ke arah satpam.
Pandanganku mengikuti arah jari telunjuknya dan aku melihat ada seorang pria yang menggunakan topi yang diamankan oleh satpam. Aku masih tidak percaya dan tidak bergerak banyak. "Kapan?"
"Tadi pas Mbak keluar dari portal," jawabnya.
Aku mengangguk pelan. "Terima kasih, ya," ucapku.
"Iya sama-sama. Hati-hati ya, Mbak."
"Iya, terima kasih."
Astaga, cepat sekali pencopet itu melakukan aksinya. Aku malah tidak merasakan apa-apa. Hampir saja.
***
Setelah membeli kopi pesanan Pak Tio, aku kembali ke kantor dan untuk sekarang aku benar-benar akan melakukan pekerjaanku yang sebenarnya. Aku mengantarkan kopi ke ruangan Pak Tio. Ruangannya tidak terlalu besar, terletak di daerah depan, dan ditutupi dengan dinding kaca-ya, hampir mirip akuarium. Sebelum aku sampai di mejaku, aku harus melewati ruangannya terlebih dahulu.
Aku mengetuk pintunya yang terbuat dari kaca dan melihatnya yang sedang memandangi layar komputernya. Dia melihatku dan menganggukan kepalanya sekali sebagai isyarat dia memperbolehkanku untuk masuk ke dalam ruangannya. Aku membuka pintu ruangannya dan memberikan kopi itu kepadanya.
"Makasih ya, Agi," ucapnya, mengambil kopi yang aku berikan kepadanya.
"Iya pak, sama-sama," jawabku. "Saya permisi dulu, ya."
"Oh ya ya. Eh Agi-" panggil Pak Tio setelah aku baru saja membalikkan badanku menuju pintu keluar dari ruangannya. Apalagi sekarang? "Karyawan baru udah dateng. Bimbing dia ya. Dia ada di satu projek sama kamu."
Sudah datang? tanyaku di dalam benak. "Ah, iya. Baik, Pak." Aku membalikkan badanku kembali. Lalu, aku keluar dari ruangannya dan berjalan menuju mejaku.
Selama perjalanan menuju mejaku, aku memikirkan dan membayangkan tentang karyawan baru itu. Aku tahu akan ada karyawan baru, tapi aku tidak tahu dia akan datang hari ini. Kabarnya sih karyawannya adalah seorang perempuan.
Di departemen animasi karakter terdapat kepala departemen-Pak Tio dan tiga karyawan-aku, Heni, dan Sheila. Dengan adanya karyawan baru ini, kami akan menjadi lima orang di dalam satu departemen.
Ketika aku hampir sampai di dekat mejaku, aku melihat karyawan baru itu yang sedang mengobrol dengan Heni.
Kok kayak udah pernah... Oh, dia!
Dia adalah perempuan yang baru saja bertemu denganku di lobi. Dia yang mengembalikan dompetku. Dia karyawan barunya?
"Halo," sapanya ketika aku sampai di sepertinya-sih-mejanya yang bersebelahan dengan mejaku. Ia mengulurkan tangannya dan berkata, "Cynthia Tedja, tadi yang hampir kecopet itu kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Me & Her Brothers
RomanceAgita adalah seorang perempuan yang penuh dengan mimpi menjadi seorang animator. Dia bekerja menjadi seorang animator di salah satu studio animasi lokal. Semuanya berjalan dengan damai sampai akhirnya ada salah satu karyawan baru di perusahaan anima...